DELAPAN

1308 Words
 Sudah seminggu Maira mejnadi Nyonya Nico Sutedja. Sudah seminggu juga Maira ikut tinggal bersama Nico di rumah keluarga Nico. Maira sangat beruntung karena ibu mertua serta kaka dan adik iparnya yang menerimanya dengan lapang d**a. Terkecuali Sutedja, ayah mertuanya. "Selamat pagi Mbak" Maira menyapa pembantu rumah tangganya. "Pagi Non" sahut pembantu tersebut dengan ramah. "Masak apa Mbak?" tanya Maira sambil menggulung kemeja kerjanya. "Ahh ini roti bakar. Non mau bikin sarapan buat Mas Nico?" tanya pembantu berusia setengah abad itu. "Nggak. Dia gak ada permintaan khusus soal sarapan, jadinya ya santai-santai aja sih" jawab Maira. Maira membantu pembantu rumah tangganya ini untuk menyiapkan sarapan.  "Kamu kok malah di sini?" tanya Nitya melihat menantunya yang asyik di dapur. "Ah Mama, ini lagi siapin sarapan" ujar Maira sambil menyeduh teh panas. "Kan sudah ada Mbak, kamu tinggal tunggu aja" ujar Nitya sambil mengambil cangkir kopi suaminya. "Gapapa Ma" jawab Maira.   Arya dan Nico sudah duduk di ruang makan untuk sarapan pagi bersama. Sutedja pun tak lama datang. "Ini kopinya Pa" ujar Nitya sambil menyuguhkan secangkir kopi untuk suaminya itu. Sutedja hanya berdeham sambil membaca koran yang ia bentang sangat lebar. "Aku pulang malem ya, sekalian mau ke birthday temen" ujar Arya pada ibunya.   "Lounge biasa Ma" ujar Arya menyuapkan roti bakarnya.  Nico asyik menyantap sarapannya tanpa menghiraukan keadaan sekitar. "Maira nanti langsung pulang kan?" tanya Nitya hangat. "Iya Ma, langsung pulang kok" jawab Maira hangat.  Kehadiran ibu mertua yang sangat menerima dirinya membuat rasa rindunya akan kasih sayang seorang ibu cukup terobati. Nitya benar-benar sosok ibu bagi Maira.  "Aku berangkat" ujar Nico tiba-tiba sambil berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan semua yang ada di meja makan. Maira pun ikut berdiri dan mengekor kemana Nico pergi. Nico pun memakai sepatu kerjanya dan merapihkan pakaiannya. Maria terlihat berdiri sambil menatapnya. "Ngapain di situ?" tanya Nico. "Nungguin kamu pergi" ujar Maira tenang. "Gausah di tungguin juga aku pergi kok" ujar Nico sekenannya. Sabar Maira, sabar ujar Maira dalam hatinya. Memperingati dirinya sendiri untuk tetap bersabar menghadapi suaminya yang sudah di wanti-wanti keras kepala oeh ibu mertuanya ini. Tanpa berpamitan, Nico pergi meninggalkan Maira.  Ia langsung masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan rumahnya.                                                                                       ***   Di kantor, Nico bekerja seperti biasa.  Seperti biasa juga, ia berjanji untuk bertemu dengan Hilda saat makan siang nanti. Ketimbang menemui istrinya sendiri. "Pak, ini ada pesan dari Pak Sutedja, katanya nanti rapatnya di majukan" ujar sekretarisnya sambil menyerahkan sebuah map di hadapannya. Nico hanya mengangguk.  "Oh iya Pak, ada pesan juga dari Bu Hilda" sekretarisnya pun menaru sebuah amplop kecil di meja Nico.  Perhatiannya langsung tertuju pada amplop tersebut. "Yasudah, terima kasih ya" ucap Nico dan memepersilahkan sekretarisnya untuk meninggalkan ruangannya.  Ia segera membuka amplop dari kekasihnya itu.   Sayang, yang ini udah habis isinya. Bisa isiin lagi gak?   Tanpa membuang waktu, Nico langsung mengirimkan sejumlah nominal ke rekening yang Hilda maksud lewat aplikasi di ponselnya.  Setelah transaksi berhasil, Nico kemudian menghubungi Hilda. “Halo sayang, udah aku isiin kartunya” ujar Nico dengan nada sayang. “Udah? Makasiih ya sayang!” jawab Hilda senang. “Kamu mau pake buat apa?” tanya Nico sambil mengaktifkan mode loudspeaker pada panggilannya. “Mau perawatan, aku lupa hari ini jadwal perawatan. Terus besok mau arisan sama yang lain” ujar Hilda manja. “Tapi nanti kita lunch bareng kan?” tanya Nico memastikan. “Iya, pasti! Udah ya, aku udah sampe tempatnya nih, Bye! Love you” tutup Hilda.     “Kamu kemaren kemana aja sih? Kok susah banget aku hubungin?” tanya Hilda sambil memotong daging di hadapannya. Nico berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tenang, seakan ia tidak menyembunyikan apapun di hadapan Hilda. “Kemaren aku sibuk banget” jawab Nico sekenannya. “Kamu bahkan ngilang gak ada kabar minggu lalu” ujar Hilda dengan nada sedih. “Kan aku udah bilang, aku lagi sibuk. Lagi bener-bener gak bisa di ganggu. Sorry” ujar Nico. Ia tidak tahu kapan ia akan memberitahu Hilda perihal statusnya yang saat ini sudah resmi menjadi suami orang. “Kamu tadi gimana perawatannya?” tanya Nico mencoba untuk mengalihkan perhatian Hilda. Umpan yang di lempar Nico rupanya berhasil untuk memancing Hilda. Kekasihnya itu asyik menceritakan berbagai macam perawatan yang menghabiskan banyak Rupiah. Nico tidak pernah mempermasalahakan banyaknya uang yang di habiskan Hilda untuk hal-hal tidak penting. Meskipun sudah di berikan peringatan oleh orang-orang di sekitarnya, Namun ia tetap keras kepala, akan selalu mengirimkan sejumlah uang untuk kesenangan semata Hilda.   Setelah selesai makan siang, keduanya pun berpisah. Nico kembali ke kantornya, dan Hida kembali menghabiskan uang Nico untuk pergi ke pusat perbelanjaan.   Sekembalinya dari kantor, Nico bertemu dengan Dennis tanpa sengaja di lobby kantor. “Abis makan siang dimana Mas?” tanya Dennis. “Tadi sama anak-anak di rumah” jawab Dennis santai. “Lo sendiri?” tanya Dennis balik. Nico tidak bisa menjawab. Aneh rasanya jika ia menjawab ia pergi makan siang dengan Maira. “Gue udah tau, lo pasti makan siang bareng Hilda” ujar Dennis dengan nada sinis. “Note this. One day, you’ll regret every single s**t you did for Hilda” ujar Dennis sinis dan langsung meninggalkan adiknya. Nico hanya bisa menghela napas melihat kepergian kakaknya itu.                                                                                           ***   Maira sudah keluar dari kamar untuk membantu asisten rumah tangganya memasak untuk makan malam. “Masak apa mbak?” tanya Maira sambil mencuci tangannya. “Tumis Non” jawab pembantu tersebut dengan senang. Saat tengan mencuci tangannya, Maira melihat Nitya tengah berbicara di pinggir kolam renang. “Masih aja dia ketemuan sama pacarnya itu? Gak mikir apa dia udah punya istri?” tanya Nitya dengan suara yang melengking dan terdengar oleh Maira. Pacar? Apa Mama lagi ngomongin pacarnya Nico? tanya Maira dalam hatinya. “Kamu ketemu dimana?” tanya Nitya lagi, kali ini sambil berkacak dengan salah satu pinggangnya. “Masih aja di temuin! Udah jelas-jelas cuman morotin duitnya! Masih juga cinta! Itu cinta apa bego Mama gak ngerti lagi!” ujar Nitya dengan nada kesal bukan main. Miara berusaha untuk tidak menguping terlalu banyak. Ia tidak mau pikirannya yang sudah ruwet kembali di buat semakin runyam. Kondisi perusahaannya sudah cukup membuatnya pusing tujuh keliling. Semakin mendegark tetang kebodohan suaminya yang masih menemui kekasihnya akan semakin membuat Maira pusing. Heh! Ngapain gue pusing Nico ketemu sama ceweknya?! Maira tercekat sendiri. Ada benarnya. Mengapa ia harus merasa pusing jika Nico sering bertemu dengan pacarnya itu. Tapi gimanapun juga, Nico suami gue. Reputasi gue ikutan jelek kalo sampe Nico ketauan jalan sama perempuan lain di saat udah nikah sama gue Maira menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk membuang pikiran jelek yang mulai berkembang di otaknya. “Non? Kok diem aja?" tanya pembantu yang melihat Maira hanya mematung di wastafel dapur. "Eh gak apa-apa kok" jawba Maira.  Di satu sisi, ia kepo dengan identitas kekasih suaminya ini. Ia ingin tahu bagaimana kisah mereka dan mengapa keluarga suaminya kompak menyembunyikan ini darinya.  Dengan pikiran yang masih berkeliaran sana sini, Maira mencoba untuk tetap fokus membantu memasak. Mencoba mengalihkan perhatian dari pembicaraan ibu mertuanya di luar sana.  "Yasudah, nanti Mama telfon lagi" tutup Nitya sambil memasuki area dapur. Ia terkejut saat melihat menantunya itu sudah berada di dapur.  "Halo Ma!" sapa Maira hangat, bersikap seolah ia tidak mendengar pembicaraan Nitya tadi. "Eh kamu, mau masak apa sayang?" tanya Nitya berusaha menutupi kegugupannya. "Tumis, aku masakin sayur sop mau gak? Ada bahannya, sayang juga kalau gak kepake" ujar Maira sambil membuka kulkas. "Ohhh boleh-boleh. Sebentar ya, Mama taruh ponsel Mama di kamar, nanti Mama balik lagi ikut masak" ujar Nitya buru-buru meninggalkan dapur dan bergegas menuju kamarnya. Setelah melangkah agak jauh, Nitya mengintip sedikit ke dapur berharap Maira tetap fokus memasak bersama pembantunya. "Untung Maira gak denger yang Dennis bicarakan" ujar Nitya sambil mengelus dadanya lega. Ia dan keluarganya belum memberi tahu Maira tentang Nico yang masih memiliki kekasih, hal ini sebenarnya membuatnya tidak tega pada Maira, di tambah lagi dengan sikap tulus Maira selama ini. Nitya benar-benar tidak tega.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD