SEMBILAN

1210 Words
"Siapin baju dong, aku mau mandi" ujar Nico sambil membuka kemeja kerjanya dan melempar kasar ka laundry basket. Tanpa menjawab, Maira segera menyiapkan pakaian ganti untuk Nico.  Setelah itu ia masuk ke kamar mandi untuk menyalakan water heater.  Melihat laundry basket yang sudah penuh dengan pakaiannya dan Nico, Maira segera mengangkatnya dan membawanya keluar.  Namun saat Maira mendekap laundry basket, ia mencium wangi parfum wanita dari pakaian Nico.  Parfum itu bukan miliknya. "Pasti dia abis ketemuan sama pacarnya" ujar Maira. "Kayaknya emang perlu di omongin deh, gak lucu kan kalo orang lain tau. Dia nikahnya sama gue, tapi malah jalan sama cewek lain" ujar Maira. Iya, dia harus membicarakan ini dengan Nico   "Ada yang perlu kita omongin" ujar Maira dengan nada dingin. "Apaan?" tanya Nico. “Soal kamu sama pacar kamu” jawab Maira. Nico menghela napas dan berbalik badan menatap istrinya. “Kenapa? Kamu mulai cemburu?” tanya Nico sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. “Bukan. Aku gak cemburu urusan kamu sama pacar kamu. Yang jadi masalah adalah kamu yang terus-terusan nemuin pacarmu sedangkan kamu udah nikah sama aku. Apa kata orang kalo liat kamu malah jalan sambil mesra-mesraan sama pacarmu?” tanya Maira langsung pada inti masalah. Nico hanya bisa menghela napas lagi. “Aku kan selalu hati-hati, lagipula, selama ini gak pernah ketauan kok. Udahlah, tenang aja” ujar Nico sambil mengibaskan tangannya tak peduli. “Please berhenti temuin dia, ini demi kamu juga” ujar Maira sedikit memohon. “Berhenti temuin Hilda?” tanya Nico dengan nada yang tinggi. Hmm jadi Hilda namanya gumam Maira dalam hatinya. “Mustinya juga kamu, berhenti ngurusin urusan aku!” ujar Nico kasar, lalu keluar kaamr sambil membanting pintu. Maira terkejut mendengar suara pintu yang tertutup begitu kencang. “Urusan kamu, urusan aku juga Nico. Meskipun aku gak cinta sama kamu, tapi beda cerita karena kita udah menikah” ujar Maira   Pagi ini, nampaknya Nico masih kesal dengan pertengkaran mereka semalam. Maira tidak mau ambil pusing. Baginya, ia sudah menyampaikan apa yang harusnya ia sampaikan. Ini demi nama baik Nico dan keluarga suaminya itu. Tanpa menunggu Nico, Maira langsung mengambil tas kerjanya dan langsung keluar dari kamar untuk segera sarapan. Saat ia sampai di lantia satu, Maira melihat ayah mertuanya yang tengah duduk di ruang makan sambil menyantap sarapan paginya. Maira menatapnya jengah, dan memutuskan untuk pergi ke garasi terlebih dahulu untuk menaruh tasnya di mobil. Berharap saat ia kembali dari garasi, sudah ada suami atau adiknya atau ibu metuanya yang menemani ayah mertuanya.   “Istrimu mana?” tanya Nitya saat melihat Nico yang sudah duduk di meja makan tanpa Maira di sampingnya. “Gatau, tadi sih udah turun duluan” ujar Nico cuek dan menyeruput kopinya. Maira tiba-tiba menarik kursinya dari belakang. Membuat suaminya kaget karena suara kursi yang terseret dengan kerasnya. Nico melirik kesal pada istrinya. “Darimana?” tanya Nico. “Dari mobil” jawab Maira santai sambil menuangkan teh ke cangkirnya dengan santia lalu mencomot sepotong roti.   Setelah selesai sarapan, Maira dan Nico berpamitan pada Sutedja dan Nitya untuk berangkat ke kantor. Sutedja memperhatikan punggung anak dan menantunya yang pelan-pelan mulai menjauh dari ruang makan. “Laporan yang Dennis bilang beneran Ma?” tanya Sutedja. “Beneran Pa. Nico masih ketemuan sama Hilda. Mama gak abis pikir, anak itu otaknya dimana? Apa dia gak mikir? Dia itu udah nikah” ujar Nitya gemas.                                                                                         *** Maira menyempatkan diri untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Meskipun setiap hari bertemu dengan  ayah dan adiknya, namun ia rindu suasana rumahnya.   “Kamu mampir kemari emangnya udah bilang sama Nico?” tanya Agung. “Kenapa emangnya?” tanya Maira balik pada Agung. “Ya dia kan suami kamu, masa pergi gak ngomong-ngomong sama dia?” tanya Agung. “Aku kan mampir ke rumah orang tua. Bukan ke rumah mantan” jawab Maira sekenannya. “Masih aja itu mulut seenaknya” ujar Dito sambil mmebawakan segelas soft drink untuk ayah dan kakaknya itu. “Mertua kamu gimana kabarnya?” tanya Agung. “Alhamdulillah baik Pa” ujar Maira setelah meneguk minuman kaleng itu. “Suami kamu? Baik-baik aja?” tanya Agung lagi. Seketika Maira teringat akan keributan kecilnya dengan Nico tadi pagi. “Baik-baik aja kok dia. Anteng-anteng aja” ujar Maira lagi. Ketiganya menceritakan banyak hal. Maira merindukan momen-momen seperti ini. Di rumah mertuanya, ia hanya berkomunikasi dengan ibu mertua, pembantu dan supir. Jangan sekali ia dan Sutedja berinteraksi. Dengan Nico hanya seperlunya, sedangkan dengan adik iparnya tidak terlalu sering, Arya lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. “Pa, aku balik ke kantor ya” ujar Maira sambil merogoh kunci mobilnya dari kantong celananya. “Papa gak balik ke kantor?” tanya Maira. “Gak, Papa lagi kurang sehat” jawab Agung. “Papa sakit apa?” tanya Maira yang batal masuk ke dalam mobil. Maira menutup pintu mobilnya dan berjalan ke arah adiknya. “Lu kenapa gak bilang-bilang gue Papa lagi kurang sehat?! Malah diem-diem aja!” Maira memukul bahu adiknya itu. “Heh! Santai kenapa! Lagian Papa sendiri yang bilang cuman kurang istirahat doang! Kenapa jadi lu ngomelin gue sih?” tanya Dito tidak terima di pukul oleh kakaknya itu. Maira gemas sendiri. “Ya kan yang tinggal sama Papa sekarang cuman lu doang! Gimana sih?!” Maira semakin kesal pada adiknya. Agung melerai kedua anaknya itu. “Sudah-sudah, Papa gak apa-apa kok. Cuman kecapean aja. Sudah-sudah kamu jangan marahin adikmu dong” ujar Agung mencoba menengahi. Dito menjulurkan lidahnye meledek kakaknya. “Awas lo ya!”                                                                                          *** "Nico belum pulang?" tanya Nitya pada menantunya yang baru selesai memasak. "Belum Ma, Nico juga gak bilang apa-apa ke aku" ujar Maira sambil mengeringkan tangannya. "Biasanya sih Nico sellau bilang Ma, jam berapa pun dia pulang.Coba aku cek handphone aku sebentar" ujar Maira yang langsung berjalan menuju kamarnya untuk memeriksa apa ada pesan dari suaminya. Maira mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan langsung membukanya. Mencari pesan atau mungkin missed call dari suaminya. "Tumben banget ini orang gak ngabarin apa-apaan" ujar Maira heran sendiri.  Maira Balik jam berapa kamu? Setelah mengirim pesan, Maira pun menaruh ponslenya di meja nakas di samping tempat tidurnya, lalu turun ke ruang keluarga. "Gimana? Nico udah ada kabar?" tanya Nitya dengan nada agak cemas. "Belum Ma" jawab Maira. "Mungkin Nico ada urusan mendadak, jadi gak sempat ngabarin. Udah gapapa kok Ma" ujar Maira menenangkan ibu mertuanya. Nitya hanya takut jika putranya itu melakukan hal nekad dengan Hilda. Ia benar-benar tidak siap jika sampai akhirnya nanti Maira mengetahui hubungan Nico dan Hilda yang masih terus berlanjut meskipun Nico sudah menikah, Nitya tidak ingin menyakiti Maira, beban yang di pikul Maira sudah cukup banyak. Menantunya itu sudah cukup menderita atas hal-hal yang tidak seharusnya ia tanggung.  Hal ini benar-benar menjadi ketakutan bagi Nitya sendiri, namun tidak bagi suaminya. Sutedja  hanya takut Nico berbuat di luar batas dengan Hilda. Ia tidak memikirkan perasaan menantunya yang pasti hancur mengetahui perbuatan putranya ini.  "Maira, Papa dan Mama mau istirahat ya. Kamu kalo mau tungguin Nico, di kamar aja" ujar Sutedja pada Maira. Nitya nampaknya masih ingin tetap duduk di ruang tamu, menunggu putranya. "Sudah Ma, kan ada Maira. Ini sudah malam. Kita istirahat aja" ujar Sutedja.  "Yaudah, kalo Nico udah pulang kalian langsung istirahat ya" ujar Nitya kahwatir. "Iya Ma" ujar Maira yakin. Awas lo ya Nico! Bikin seisi rumah panik!      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD