47. Karma

1774 Words
Sheryl tengah berjalan di lorong kelas. Dia terlihat menyembunyikan wajahnya dengan tudung hoodie. Di sepanjang perjalanan, dia sudah merasa hawa di sana sedikit berbeda dari biasanya. Semua orang menatapnya dengan random bahkan sesekali dari mereka tak segan menggunjinginya secara terang-terangan. Sheryl sudah bisa menebak dia akan dirundung seperti itu. Cewek itu mengeluarkan airpods dari saku rok-nya lalu menyumbatkan benda itu ke telinganya agar dia tidak mendengar perkataan-perkataan dari semua orang yang terus menjelekkannya saat itu. Itu membuatnya terganggu. Sampailah Sheryl di lemari lokernya. Namun, tampaknya ada yang aneh di sana. Lemari loker itu penuh dengan kertas-kertas dengan tulisan kebencian, bahkan saat Sheryl membuka lemari itu ada banyak sampah bekas minuman kaleng dan beberapa kertas yang bertuliskan menjelekkan dirinya. Sheryl menghela napas. Dia sadar dirinya tengah ditatap oleh beberapa pasang mata di sana. Mereka sesekali berbisik sambil melirik Sheryl dengan jijik. Sheryl hendak kembali ke kelasnya, namun ada seseorang yang dengan sengaja menabrak pundaknya sampai cewek itu terjerembab ke lantai. Sheryl mengaduh kesakitan ketika siku lengannya tergores. Dilihatnya ada 3 cewek yang tengah menatap Sheryl dengan penuh intimidasi. Sebut saja mereka adalah Windy, Rachel dan Valosha. "Oopss... Maaf, gak sengaja." Ucap Rachel dengan nada yang seolah mengejek Sheryl di sana. "Sepertinya kita punya bahan bully-an baru. Anak dari seorang pembunuh ini harus dikasih pelajaran." Sheryl menatap Rachel tak kalah sinis. Cewek itu berusaha berdiri dan harapannya dia ingin segera pergi dari sana karena tidak ingin membuat masalah. Sheryl hendak melangkah, namun Sheryl malah tersungkur ke lantai lagi usai Valosha menghadangkan kakinya. Sontak semua orang menertawai Sheryl yang terjatuh. "Lemah banget lo sekarang?" Valosha mengejek. "Gak kayak dulu lagi jadi jagoan sebagai ratu pembully. Sekarang malah lo yang dibully. Gimana rasanya? Enak?" Sheryl menghela napas sembari mendelik sinis. Lalu cewek itu berdiri lagi dan balik menatap Valosha tak kalah tajam. "Memangnya siapa kalian? Kalian lagi nyoba buat merundung gue? Gue sama sekali gak takut. !" Rachel tersenyum miring lalu menghampiri Sheryl lebih dekat lagi. Cewek itu menempelkan telunjuknya tepat di dahi Sheryl dan mendorong kepalanya sampai Sheryl termundur beberapa langkah. "Jangan sok berani deh lo. Sekarang lo bukan siapa-siapa lagi. Lo cuma seorang anak dari pembunuh Karan dan Fany. Renita Adinatya, ibu lo, adalah seorang pembunuh!" Perkataan Rachel memancing emosi Sheryl. Sheryl mendorong tubuh Rachel ke belakang sampai cewek itu tersungkur ke lantai dengan sangat keras. Sontak suasana pun menjadi ricuh ketika Rachel balas menampar pipi Sheryl sampai suaranya terdengar sangat jelas karena gema di ruangan itu. Tak hanya Rachel, kedua temannya Valosha dan Windy ikut menghajar Sheryl kala itu. Windy menarik kerah pakaian Sheryl sampai cewek itu terjinjit lalu dia hempaskan Sheryl begitu saja sampai cewek itu terjerembab ke pojok ruangan. Windy hendak menginjak perut Sheryl dengan sepatunya, namun aksinya berhasil terhenti ketika seseorang berseru di ujung sana yang membuat perhatian semua orang tertuju padanya. "Berhenti!" Akriel baru saja berseru, dia lalu menghampiri Sheryl yang kini bersimpuh lemah di atas lantai. Windy, Rachel, Valosha maupun Sheryl dan semua orang yang ada di sana menatap bingung pada Akriel yang tiba-tiba datang ke sana. Laki-laki itu lalu mengulurkan tangannya ke arah Sheryl mencoba mengundanya untuk berdiri. Namun, Sheryl malah geming dan dibuat kebingungan. "Ayo pergi dari sini." Kata Akriel pada Sheryl masih setia mengulurkankan tangannya. Sheryl sadar dirinya tengah ditatap oleh semua orang. Namun, pada akhirnya cewek itu menerima uluran tangan Akriel dan langsung berdiri kemudian mereka pergi dari tempat itu. Akhirnya Sheryl berhasil terbebas dari Rachel dan kawan-kawan berkat Akriel. "Kenapa lo ngebantu gue?" Sheryl langsung melontarkan pertanyaan pada Akriel dengan nada datar. "Tidak ada alasan khusus kenapa saya membantu kamu," jawab Akriel. "Setidaknya saya senang karena datang tepat waktu untuk menyelamatkan kamu." Sheryl seketika geming di tempatnya. Dia merasa tercekat dan baru kali ini dia merasa dipedulikan oleh seseorang, yaitu Akriel. "Saya harus pergi." Kata Akriel pamit dan segera melangkah pergi meninggalkan Sheryl di sana. Sementara Sheryl masih mematung di tempatnya berdiri. Dia geming selama beberapa detik menatap kepergian Akriel. 'Apa lo emang sebaik itu?' Bisik Sheryl dalam benaknya. *** Sekolah baru saja usai, Dara diketahui telah kembali lagi ke sekolah seperti biasa. Tak hanya sampai di situ, tiba-tiba saja semua orang mendekatinya dan menaruh respect pada cewek itu setelah sekian lama dirinya dikucilkan oleh mereka akibat termakan omongan Sheryl. Dalam waktu yang singkat pula, Dara akhirnya punya banyak teman dan dia bisa bergaul lagi dengan semua orang tanpa batas. Berbeda dengan Sheryl, justru cewek itu yang kini malah dibully oleh semua orang dan dirundung tanpa henti. Semua orang balik mengucilkan Sheryl dan melakukan hal yang seperti yang dialami Dara dulu. Roda kehidupan memang akan terus berputar. Akriel dan Dara sengaja pulang paling terakhir setelah kelas mereka usai. Di kelas itu hanya menyisakan mereka berdua saat ini. Dara tampak sudah selesai membereskan semua barang-barangnya ke dalam tas. Mereka hendak pulang. "Mau sampe berapa lama lagi lo di sini terus?" Dara tiba-tiba bertanya ketika Akriel tak kunjung cabut dari tempatnya dan malah diam di kursi sambil memperhatikan Dara yang baru saja memakai tas. Namun, akhirnya laki-laki itu berdiri juga dan siap keluar dari ruang kelas itu. Dara memutar kedua bola matanya lalu pergi lebih dulu diikuti Akriel yang mulai mensejajari langkahnya. "Kamu, tidak akan berencana pindah sekolah lagi, kan?" Akriel tiba-tiba bertanya dan membuat Dara menoleh padanya. "Nggak, bentar lagi ujian. Gue gak punya banyak waktu buat berpikir pindah sekolah." Jawab Dara kemudian. Entah kenapa Akriel malah menyunggingkan senyum saat mendengarnya. Namun, senyumnya terpaksa sirna ketika Dara memergokinya tengah tersenyum kala itu. Akriel jadi kaget. "Ngapain lo senyum-senyum?" Akriel sontak tercekat dengan pertanyaan Dara, matanya sampai sedikit membulat. Laki-laki itu menggeleng. "Saya tidak senyum." Dara berdecak. "Lo pikir gue buta apa? Jelas-jelas gue liat pake mata lo lagi senyum-senyum sendiri." "Mungkin kamu hanya berhalusinasi." Dara hampir menepuk jidatnya. Cewek itu agak kesal dengan jawaban Akriel. "Sinting, ya!" Dara kembali berjalan dan meninggalkan Akriel di sana. Setelah sekian lama Dara tidak ketemu Akriel, tapi sekalinya ketemu laki-laki itu malah bikin Dara stres duluan. "Kamu tidak tinggal di asrama lagi?" Akriel bertanya. "Nggak. Gue tinggal sama bapak gue." Jawab Dara tanpa menoleh ke arah Akriel sedikit pun. Akriel ber-oh kecil. "Sepertinya kamu senang dengan kehidupan kamu yang sekarang. Kamu tidak seperti dulu lagi yang selalu menyendiri atau anti sosial dengan banyak orang. Kamu sangat berbeda dari Dara yang dulu." Dara sedikit menyunggingkan senyum. "Gue juga gak tau. Apa ini yang namanya roller coaster?" "Mungkin." Akriel merespon. "Tapi, apa kamu tahu kalau sekarang Sheryl dirundung oleh beberapa siswa?" Mendenganrnya, Dara langsung mengernyitkan dahi dan menoleh ke arah Akriel. "Sheryl dibully?" Akriel mengangguk. "Kamu tidak tahu? Tadi saja saya memergoki Sheryl yang tengah dirundung saat di lorong dekat lemari loker." Dara nyaris tercekat. Cewek itu menggigit bibir bawahnya seraya memikirkan sesuatu. "Gue gak tau kalo Sheryl dirundung." "Tapi, bukannya itu seperti terkesan berkebalikan?" "Maksudnya?" Dara mengernyit lagi. "Dulu kamu yang dirundung oleh semua orang, dan Sheryl punya banyak teman saat itu. Tapi, sekarang kalian malah berkebalikan. Di saat kamu yang sekarang mendapat banyak teman, Sheryl malah dirundung dan dikucilkan." Dara menghela napas. Dia benar-benar baru tahu kalau Sheryl telah dirundung dan dibenci oleh semua orang. "Itu namanya karma. Dia akhirnya mendapat balasan yang pantas buat dia." Akriel diam saja mendengarnya. Mereka sama-sama tertegun, namun keheningan kala itu tak berlangsung lama ketika sebuah mobil baru saja berhenti di depan mereka. Dan diketahui pemilik mobil itu adalah Dimas yang hendak menjemput Dara dari sekolah. "Itu ayah gue. Gue pulang duluan kalo gitu." Pamit Dara pada Akriel. Akhirnya cewek itu masuk ke dalam mobil dan tanpa menunggu waktu lama Dimas pun langsung menjalankan mobilnya lalu memasuki jalanan ibukota. Setelah mobil itu tak terlihat lagi, Akriel tetap tak berkutik dari tempatnya. *** Renita terbaring lemah di atas lantai penjara yang hanya beralaskan tikar. Dia tengah mati-matian menahan hawa dingin yang menusuk kulitnya karena tidur hanya dengan beralaskan tikar serta selimut yang tipis. Pendengarannya terusik ketika seorang petugas polisi baru saja memanggil namanya hingga membangunkan Renita yang setengah tertidur. Renita mencoba menelisik siapa yang terus memanggil namanya, siapa tahu dia hanya salah dengar di malam hari seperti ini. "Renita, ada seseorang yang ingin mengunjungi Anda." Dan ternyata benar saja polisi itu memang tengah berbicara padanya. Renita berdiri dan menghampiri sang polisi yang tengah membuka pintu jeruji besi tersebut. "Anda memanggil saya?" Renita mencoba memastikan. "Iya, ada orang yang ingin menemui Anda. Ayo ikut saya." Akhirnya Renita pun menurut untuk mengikutinya. Sampailah dia di tempat yang dimaksud dan dia langsung tercekat ketika mengetahui siapa orang yang ingin mengunjunginya. Itu adalah Dimas. Dia bisa melihat pria itu ada di balik kaca pembatas. Entah apa lagi inisiat Dimas sehingga ingin mengunjunginya di sini. Renita masih terdiam ketika dia duduk berhadapan dengan Dimas meskipun terdapat kaca pembatas yang menghalangi keduanya. Matanya datar dan sayu menatap mantan suaminya tersebut. "Apa yang membawa kamu kemari?" Tanya Renita dengan ekspresi datar. Dimas menyunggingkan sedikit senyum. "Aku cuma pengen tau gimana kabar kamu." Namun, hal itu membuat Renita mendelik. "Apa kamu senang aku telah dipenjara seperti ini? Apa dengan melihat aku hidup secara terbatas dan kesusahan membuat kamu bahagia sampai kamu ingin tahu kabar aku?" "Aku gak bilang seperti itu." Renita memalingkan wajahnya dari hadapan Dimas. Wanita itu sangat kesal dibuatnya. Rasanya dia telah menyesal harus menemui Dimas saat itu. "Aku juga mau menyarankan agar kamu lebih baik segera meminta maaf pada Tsania." Mendengarnya, Renita lantas tersenyum miring. "Untuk apa aku harus minta maaf sama dia? Wanita itu bahkan udah gak ada di dunia ini." "Maka dari itu, kamu harus segera meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kamu lakukan kepada Tsania di masa lalu." Ucapan Dimas terdengar sangat serius sampai membuat Renita sedikit tersentak. "Dia memang udah meninggal dan harusnya kamu sadar kalau dia udah pergi, kamu harus mengakui kesalahan kamu dan meminta maaf. Kamu banyak membuat Tsania sakit hati." Renita melipat kedua lengannya di depan d**a. "Kamu memaksaku untuk meminta maaf. Apa kamu sendiri gak sadar kalo kamu juga telah membuat dia sakit hati?" "Setidaknya aku udah minta maaf sama dia di detik-detik terakhirnya. Meskipun itu gak cukup buat menembus semua kesalahan aku sama dia, setidaknya aku udah memohon sama dia secara langsung. Sekarang, giliran kamu yang harus meminta maaf sama Tsania." "Itu hanya akan membuang-buang waktuku. Sampai kapan pun aku gak akan pernah memohon maaf pada Tsania." Ucap Renita sambil tersenyum miring. "Aku rasa pertemuan kita sudah cukup sampai di sini. Kamu mengganggu waktu tidurku." Renita hendak beranjak dan berniat kembali ke sel tahanannya meskipun sejujurnya dia sangat muak dengan tempat tidurnya yang hanya beralaskan tikar yang akan membuat tubuhnya sakit kalau terus-terusan tidur di sana. Namun, langkahnya terpaksa tercekat ketika Dimas bersuara lagi. "Mungkin sekarang belum. Tapi, suatu hari nanti kamu pasti akan bersujud di depan nisan Tsania." Ucap Dimas dengan penuh keyakinan sampai membuat Renita geming di tempatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD