7. Bahasa Inggris

1748 Words
Sejauh yang Akriel lihat tentang Dara, cewek itu tidak ada bedanya dengan manusia patung yang suka berkeliaran di Kota Tua. Meskipun jujur, Akriel belum pernah lihat manusia patung di Kota Tua. Tapi begitulah Dara menurut sepengamatannnya, dia sudah diajak ngobrol tetap geming seperti manusia tidak dikasih nyawa. Akriel sempat mengira kalau Dara itu b***k karena meskipun dipanggil tidak pernah menoleh entah pada siapa pun. Kecuali kalau dia ditonjok mungkin baru dia mau menoleh. Tapi, siapa juga yang mau menonjoknya? Akriel bingung banget di kelasnya tidak ada teman, sejauh di Bumi orang-orang yang Akriel tahu hanya Saka, Kasa, dan Kisa. Tapi, entah kenapa tiga anak itu malah dapat kelas yang berbeda dengan Akriel. Akriel sempat diajak bergaul dengan para cowok di kelasnya, tapi karena merasa tidak klop jadilah Akriel lebih suka menyendiri. Soalnya teman-temannya itu berantem mulu, tadi saja saat main di lapangan mereka rebutan main bola. Padahal Akriel lihat ada banyak bola di dalam kardus dekat pojokan, tapi teman-temannya yang berjumlah belasan tetap berantem rebutin satu bola sambil digiring-giring. Kenapa manusia suka menyusahkan diri sendiri ya? Siang itu Akriel sedang pelajaran di kelasnya, dia mumet dengan orang yang berbicara entah apa di depan kelas. Kata temannya sih itu pelajaran bahasa Inggris. Akriel suka cepat bosan saat di kelas. Akriel belum sempat belajar menulis dengan baik dan benar, tadi saja dia disuruh menyalin materi ke bukunya, tulisannya tidak karuan. Bisa dibilang dalam bahasa umumnya, tulisannya sebelas dua belas sama ceker ayam. Mungkin kalau dibandingkan dengan anak SD yang baru belajar nulis, tulisan Akriel jauh di bawah mereka. Akriel melirik Dara di sampingnya yang sepertinya fokus-fokus saja mendengarkan guru yang mengoceh. Sesekali dia manggut-manggut paham. Teman di samping Dara tiba-tiba manggil-manggil namanya sambil berbisik, tapi Dara tetap tidak menoleh, malah Akriel yang menoleh. Yang memanggil lalu memerintahkan Akriel supaya menggebrak Dara agar menoleh kepadanya. "Orang di sampingmu memanggil." Kata Akriel. Terdengar Dara menghela napas. "Lebih baik lo tutup tuh mulut. Jangan ganggu gue!" Katanya dengan nada pelan tapi terdengar begitu kuat dan tegas. Tak lama kemudian, terlihat guru yang diketahui adalah kepala sekolah masuk ke kelas Akriel. Kedatangan Pak Bondan Taksadana alias Pak Botak langsung merampas perhatian seruangan. "Saya mau panggil Akriel sebentar." Katanya melihat ke arah Akriel tangannya begerak seolah berkata 'sini'. Akriel beranjak dan segera menghampirinya. Pak Bondan mengajaknya mengitari sekolah. Mereka mengobrol sambil berjalan-jalan di pelataran sekolah. "Ada apa, Pak?" Akriel bertanya. "Nggak, saya gabut aja pengen ngobrol sama kamu." Pria itu terkekeh. Akriel sedikit keheranan. Kening cowok itu mengernyit. "Kamu tinggal di London, kan? Ngomong-ngomong bapak kamu kerja apa?" "Raja." Pak Bondan langsung melotot. "Kamu anaknya Raja Inggris?! Tolong bilang kamu lagi bercanda!" "Memang." Pak Bondan mendengkus, agak lega."Terus yang bener pekerjaan bapak kamu itu apa tah?" "Bapak saya seorang ketua RT." Pak Bondan tak bisa untuk lagi-lagi tak melotot sampai bola matanya nyaris ambrol dari rongganya. Dia benar-tak habis pikir dengan Akriel. Apakah anak itu memang jago melawak? "Loh, di London ada ketua RT juga ya?" Akriel manggut-manggut sampai kepalanya mau copot. Pak Bondan berasa jadi gila sekarang karena mengobrol dengan Akriel yang selalu menjawab ngaco. "Kalo ibu kamu, dia seorang apa?" "Dia sudah lama tidak ada." "Kamu punya anggota keluarga lain selain bapakmu? Adik atau kakak barangkali?" "Saya punya 4 orang adik." "Mereka di London?" "Iya." "Kenapa kamu mau ke Jakarta? Padahal mah mending di London dibanding Jakarta yang panas, hareudang, suka macet lagi." "Saya juga maunya begitu. Tapi, ada hal yang harus saya lakukan di sini." Pak Bondan menyipit. "Kamu mau melakukan apa emangnya?" Akriel menyeringai dengan percaya dirinya. "Belajar bahasa tidak formal." Pak Bondan lagi-lagi dibuat ternganga. "Kamu jauh-jauh dari London ke Jakarta jadi cuman mau belajar bahasa tidak formal?!" Akriel terkekeh. "Tidak juga. Kata Kasa saya perlu bicara pakai bahasa non formal. Katanya omongan saya terlalu kaku seperti robot kehabisan baterai." Pak Bondan berdecak. "Itu mah gampang. Anak kecil juga bisa. Kamu tahu anak SD di seberang sana, ngomongnya udah pake lo, gue I, you, we, they?" "Jadi, saya harus belajar sama anak SD?" Pak Bondan hampir menepuk jidatnya sampai kepalanya mau meletus. "Ya nggak gitu juga. Ngomong bahasa non formal itu sebenernya gak perlu belajar juga bisa sih. Kamu harus banyak bergaul aja sama anak-anak yang suka ngomongnya begitu. Nanti juga kebawa suasana sendiri." Akriel manggut-manggut. Pak Bondan tiba-tiba menyeringai menatap Akriel, ekspresinya menjanjikan seperti habis kejatuhan ilham berupa ide super bagus yang baru saja melintas di kepalanya. "Kamu bergaul sama trio semprul itu, kan?" "Trio.... apa?" Akriel mengernyit. "Saka, Kasa sama Kisa." Akriel ber-oh sambil mengangguk pelan. "Kamu sering-sering aja ngobrol sama mereka. Lama-lama kamu bakal terbiasa kok nantinya." "Baik." "Kamu balik lagi sana ke kelas. Lagi pelajaran, kan?" Akriel malah menghela napas lelah. "Saya malas. Saya bahkan tidak mengerti alur pelajarannya bagaimana." Pak Bondan mengernyit. "Tadi tuh pelajaran Bu Andin, kan? Itu pelajaran bahasa Inggris?" Akriel berdecak. "Kok bisa kamu gak ngerti bahasa Inggris? Kan kamu tinggal di London. Di London pakai bahasa Inggris dong." "Saya di London tidak pakai bahasa Inggris." "Lalu?" "Bahasa tubuh." Rasanya Pak Bondan mau ledakin bom nuklir sekarang juga. *** Saka dan Akriel itu sekamar. Hari sudah semakin larut, Saka sudah tidur nyenyak sedari tadi. Berbeda dengan Akriel yang justru masih terjaga. Diliriknya jam kecil yang berdiri di tas meja di samping kasurnya menunjukkan pukul 11 lebih 20 menit. Akriel tiba-tiba tidak bisa tidur, laki-laki itu memutuskan untuk berjalan-jalan ke luar sebentar. Dia belum juga menemukan gadis bertanda sayap malaikat itu hingga kini, padahal waktu yang dia punya cukup terbatas dan terus berjalan. Besok tepat hari ke-3 ia berada di Bumi. Kisa bilang, dia sudah memasang iklan di berbagai platfrom sosial media tapi sampai sekarang belum ada kabar lebih lanjut. Akriel tidak mengerti hal seperti itu, jadi dia pasrahkan semuanya pada mereka yang kayaknya lebih paham. Jujur, Akriel pengin cepat-cepat pulang ke Flat. Soalnya lama-lama di Bumi bisa bikin dia stres sampai bangkotan kayaknya. Seharian ini, Akriel belum melihat batang hidung Kasa. Saat di kantin saja, dia hanya makan bareng Saka dan Kisa saja. Entah ke mana cewek itu, Akriel tidak tahu karena Saka maupun Kisa tidak memberitahunya apa-apa. Laki-laki itu akhirnya sampai di pelataran taman. Namun, dia tak sendiri. Setelah ditelisik rupanya ada seorang gadis yang lagi duduk-duduk di kursi taman sendirian. Akriel bisa melihat rupanya dia sedang membaca buku di bawah lampu taman yang cahayanya samar-samar. Cewek itu tak lain dan tak bukan adalah Dara. Akriel berpikir apakah cewek itu saking tidak punya waktu di siang hari sehingga membaca saja harus di jam yang hampir tengah malam? Apa dia tidak takut kesurupan jurig malam di tempat sepi seperti ini? Meskipun Akriel tidak tahu kesurupan itu bagaimana dan seperti apa. Akriel berdeham membuat Dara menoleh. Laki-laki itu lalu duduk di kursi yang berbeda dengan Dara. Selama beberapa menit, tidak ada yang bersuara. Mereka malah saling diam membuat suasana semakin horor. "Ngapain lo di sini?" Dara bertanya tanpa menoleh dan tetap fokus pada kegiatan membacanya, Akriel sedikit tersentak ketika sebuah pertanyaan tiba-tiba terlontar dari mulut cewek itu. "Anda bertanya pada saya?" Terdengar cewek itu baru saja berdecak. "Ck. Gak usah pake bahasa anda-anda, gue bukan sejenis Presdir atau CEO." "Lalu saya harus pakai apa?" Dara mendelik. "Gak usah sok elite ya lo pura-pura gak tahu bahasa lo-gue." "Saya tidak suka bahasa begitu." Dara berdecak lalu menyandarkan badannya di punggung kursi. Bersikap bodo amat pada Akriel. "Baru kali ini gue ngobrol sama orang yang ternyata menderita autis," pelannya sambil membuka halaman buku selanjutnya. Akriel masih memperhatikan Dara. "Apa tidak takut sendirian di sini?" "Gue gak sendirian, kan sekarang ada lo." Kening laki-laki itu keriput. "Maksudnya sebelum saya datang ke sini, Anda masih sendirian tadi." "Emang napa? Tiap malem juga gue ke sini." Akriel manggut-manggut. "Kamu tidak takut?" Dara berdecak. "Takut sama apaan? Hantu? Yang ada hantunya yang bakal ngibrit kalo ngeliat gue." Akriel malah terkekeh. Dara bingung. "Kenapa lo ketawa? Ngehina gue ya?" "Tidak, saya heran saja. Anda selalu tuli dan anti sosial saat di kelas, malah lebih sering menyendiri, tapi sekarang Anda malah mengajak saya mengobrol. Rasanya aneh." "Gue cuman mau ngobrol sama orang yang gue anggep gak nyebelin aja dan sefrekuensi sama gue." "Memangnya saya tidak menyebalkan?" "Banget!" Dara menukas. "Lalu, kenapa kamu mengobrol dengan saya?" "Kasian aja gue ngeliat lo, yakali gue kacangin lo di sini. Malah nanti lo serem sendiri ngeliat gue kalo gak ngomong sama sekali, bisa-bisa dikira setan ntar. Kan katanya setan tuh kalo diajak ngobrol gak pernah ngerespon." "Memang begitu ya?" "Mana gue tahu. Kan itu katanya." Dara tiba-tiba mengemasi barang-barangnya dan hendak beranjak. "Udah, gue mau cabut dulu." "Anda mau pergi?" "Iyalah. Udah malem mau tidur. Lo juga emangnya gak tidur?" "Saya belum mengantuk." Dara mulai berjalan tapi berhenti lagi dan menoleh ke arah Akriel. "Oh iya, kalo lo gak suka sama lo-gue, lo bisa pake aku-kamu sebagai ganti anda-saya." Kini Akriel hanya bisa menyaksikan punggung gadis itu yang semakin berjalan menjauh. Akriel menghela napas, lalu memutuskan untuk kembali ke asramanya. Meskipun rasa kantuknya belum juga datang, dia tidak bisa untuk berlama-lama di tempat sepi seperti ini. Saat berjalan di sepanjang lorong yang sepi, dia sedikit bergidik, pasalnya udara dingin mulai menyeruak menembus lapisan kulitnya. Tepat saat berjalan di belokan, Akriel tidak pernah mengira dia akan mengalami kejadian yang membuatnya pertama kali merasakan jantung yang nyaris melorot dari tempatnya. Dia ikut kaget ketika ada seorang cewek yang berteriak ketika melihatnya, mungkin Akriel dikira hantu olehnya. Beruntung teriakan cewek itu tidak sampai mendatangkan satpam yang lagi bertugas kala itu. Bisa-bisa Akriel dan cewek itu diintrogasi kenapa malam-malam begini masih berkeliaran. "Mermed?!" Ternyata itu Kasa. Cewek itu terus menghela napas lelah serasa habis lari maraton mengelilingi Gelora Bung Karno saking kagetnya. "Kasa?!" "Ngagetin aja lo!" "Kamu sedang apa di sini?" Tanya Akriel. "Kepo!" Kasa mendelik lalu tiba-tiba menyipit. "Eh, coba ngomong sekali lagi!" Akriel mengernyit. "Ngomong apa?" "Tadi yang barusan?" "Ngomong apa?" "Yang tadi anying, yang sebelumnya tuh." Akriel cengo. "???" Kasa memutar bola mata. "Sejak kapan lo ngomong pake kamu-kamu?" Akriel berpikir sejenak. "Sejak sekarang dan beberapa menit yang lalu." Kasa menyipit. "Tumben." Akriel menyeringai. "Ada orang yang menyarankan pada saya untuk pakai sapaan itu." Kening Kasa keriput membentuk perempatan di Ciomas. "Siapa?" "Seseorang yang saya temui beberapa menit lalu." Kasa melirik-lirik ke tempat yang sekiranya habis dikunjungi Akriel beberapa waktu lalu. "Seseorang? Mbak Kun maksud lo?" "Mbak Kun siapa? Saya tidak kenal, yang jelas bukan dia." Kasa curiga orang yang baru saja ditemui Akriel adalah Mbak Kun yang konon katanya digadang-gadang sebagai penghuni pohon kencur di dekat sekolahnya. Cewek itu jadi bergidik ngeri. Lalu bergegas masuk ke kamar asramanya buru-buru meninggalkan Akriel sendirian di lorong itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD