Bab 2 Kata-kata yang menyentuh

1036 Words
Kelimanya tidak tahu jika saat itu salah satu bibi asisten rumah tangga yang tengah di tugaskan oleh papa Felisia untuk mengawasi kelakuan putrinya itu tengah mengadu pada tuan besarnya. "Tuan...non Fe membawa semua temannya yang urakan itu datang kembali ke rumah sekarang." Ucap bibi dengan aduannya dan tengah menjalankan tugasnya saat itu. Papa Felisia yang tengah berada di ruang rapat pun segera membuka layar CCTV yang ada di layar laptopnya, dari sana lelaki paruh baya itu pun segera tahu jika memang apa yang di katakan bibi padanya nyatanya benar semua. Saat itu juga papa Fe sangat marah, dan langsung membuarkan rapat yang tengah di adakannya. Papa Fe lalu segera pulang ke rumah untuk menemui sang putri, terlebih lagi untuk mengusir teman-teman yang tidak beradap menurut papa Fe itu. Hingga beberapa saaat lamanya, akhirnya papa Fe tiba di depan rumahnya, disana ia jelas melihat mobil tanpa plat yang tengah terparkir di depan rumahnya, saat itu ia langsung tahu jika teman-teman Fe yang urakan itu belum keluar dari rumahnya. Segera saja lelaki paruh baya itu turun dari mobilnya dan segera bergegas akan masuk kedalam, namun saat ia sampai di ambang pintu, ia sudah di sambut bibi yang tadi memberi informasi padanya. "Selamat datang tuan..." sapa si bibi pada tuan besarnya, dan disambut bibi yang lain yang tengah melakukan aktivitasnya di dapur. "Fe dimana bi?" tanya tuan besarnya itu. "Ada di kamarnya tuan..." ucap bibi tersebut pada tuannya, yang makin membuat papa Fe kian memuncak amarahnya. Segera saja papa Fe lalu bergegas menuju kedalam kamar anak gadisnya. Lelaki itu sengaja menghentikan langkah kakinya sejenak disana, ia tengah mematung diluar pintu kamar anak gadisnya hingga beberapa saat. "Dobrak!" perintah papa Fe pada orang yang sedari tadi tengah mengikutinya, sengaja memang diajaknya. Tanpa aba-aba, lelaki itupun langsung melakukan apa perintah bosnya itu. "Brak!!" suara dentuman keras yang terdengar saat lelaki itu menendang kasar pintu di depannya membuat pintu itu terbuka dengan paksa dan rusak dibagian kuncinya. Seketika semua orang yang ada didalam pun menoleh dan menatap kearah sumber suara. Papa Fe masuk dengan wajah merah padan dan tatapan nanar menatap ke segala arah, saat itu juga lelaki paruh baya itu tengah mencium bau anggur yang sangat menyengat disana, rupanya semua teman-teman sang putri tengah meminum beberapa botol anggur. "Fe...kamu sudah dewasa! apa yang kamu lakukan sekarang? kamu mau papa mengirim mu ke luar Negeri dan mengawasi mu selama dua puluh empat jam full?" ucap teriakan papa Fe yang melengking dan jelas di dengar semua yang ada di dalam sana. "Kalian, cepat pergi atau aku seret dengan paksa satu persatu?!" ucap bentakan papa Fe yang jelas terdengar sangat menakutkan untuk semua yang ada di dalam kamar tersebut. Lalu satu persatu semua teman Fe yang ada disana pun akan pergi meninggalkan kamar yang semuanya tempati. "Kalian! jauhi Fe, dan jangan pernah datang kesini lagi!" ucap ancaman papa Fe pada semua teman-teman anak gadisnya. Barulah Aldo dan teman-temannya pergi dari sana meninggalkan kamar itu. "Apa maksud papa sebenarnya? kenapa papa mengusir semua teman-teman aku tanpa mendengar penjelasan ku terlebih dahulu?" ucap Fe dengan kata-kata yang hampir berteriak kearah papanya. "Apa kamu tidak tahu Fe? anak papa hanya kamu satu-satunya, papa membesarkan mu tanpa mama sendirian Fe, apa ini yang kamu berikan pada papa? bisakah kamu mencari teman yang beradap dan tidak seperti itu tadi? mau jadi apa kamu nanti jika berteman dengan orang seperti itu?!" ucap papa Fe dengan dengusan marahnya, namun lelaki paruh baya itu tidak tahu jika saat itu Fe sengaja mengajak semua temannya minum anggur di kamarnya karena gadis itu menolak untuk diajak ke diskotek oleh teman-temannya, makanya Fe menyediakan anggur sendiri saja disana, namun saat itu pembelaan Fe pasti akan percuma, Fe hanya memilih untuk diam dan menerima semua kemarahan papanya yang di tujukan padanya. "Terserah papa lah...papa mau bagaimana juga." Ucap Fe saat itu yang lalu membuang muka menatap keluar jendela besar kamarnya yang menjadi pembatas antara kamar dan juga balkon yang ada di luar kamarnya. Hingga papa Fe terlihat mendengus beberapa kali baru mendekat ke arah sang putri. "Sayang...papa tahu kamu kesepian, papa tahu kamu tidak mudah tumbuh tanpa asuhan seorang mama, papa tahu semuanya, tapi...tahukah kamu kesulitan orang lain yang lebih parah dari kita? apa kamu tahu itu? papa hanya berharap kamu bisa mengerti apa yang papa inginkan, semua itu karena kebaikanmu, karena papa ingin kamu menjadi sosok yang bijaksana seperti mamamu dulu. Bisa memilih teman, teman yang merusak mu, dan mana yang mendukungmu. Paham? bisa saja papa mencari pengganti mamamu untuk mengasuh mu, bisa! sangat bisa, namun papa tidak menginginkannya, papa tidak ingin orang tersebut hanya baik denganmu saat ada papa, dan memusuhi mu saat papa tidak ada. Sampai sini harusnya kamu paham! papa hanya punya kamu nak...papa mohon...berpikirlah sebelum mencari teman." Ucap sang papa yang saat itu hanya bisa menatap punggung sang putri. Karena gadis itu hanya menatap kearah luar jendela kamarnya tanpa menoleh pada sang papa. Namun di hati Felisia, jelas kata-kata papanya itu mampu menyentuh hatinya, hingga membuatnya tersadar bahwa apa yang ia lakukan untuk mengusir kebosanan dan kesepiannya itu salah. "Yasudah...papa berangkat kerja lagi ya, papa langsung pulang meninggalkan rapat yang tengah berlangsung setelah melihat dari CCTV yang ada di rumah ini tadi. kamu hati-hati ya kalau di rumah. Papa pulang malam mungkin. Kalau makan malam, jangan menunggu papa." Ucap papa Fe yang lalu beranjak pergi dari tempatnya. Namun saat lelaki itu baru berada di ambang pintu kamar anak gadisnya. "Maaf pah..." ucap samar-samar Felisia yang ia tujukan pada papanya. Dan papanya pun bisa mendengarnya dengan jelas. Namun lelaki itu hanya menyunggingkan senyumannya dan berlalu pergi begitu saja dari sana. Malam di rumah Reiki. Semua berkumpul di meja makan saat itu, hanya tinggal menunggu sang papa disana yang belum pulang juga, padahal sudah waktunya makan malam, dan juga ia pasti tahu jika putranya saat itu sudah sampai di rumah. Hingga terlihat orang tua itu yang terlihat sangat lelah berjalan mendekat kearah semuanya. "Malam pah..." sapa Re pada papanya. Dan hanya disambut anggukan dari orang tersebut. Dan terlihat wajah Re yang seketika menjadi tidak senang atas tanggapan sang papa. Mama Re yang melihatnya hanya bisa mencoba mengalihkan perhatian dari kedua orang lelaki dewasa itu disana. "Sudah-sudah semua mari makan malam sama-sama ya..." ucap mama yang mencoba menengahi perasaan canggung kedua lelaki kesayangannya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD