Chapter 22

1581 Words
“Bisa kau ulangi ucapanmu barusan?” Hani yakin dia salah dengar. Salah mengerti. Ah, atau mungkin es krim yang disantapnya itu membekukan otaknya sampai-sampai dia tidak bisa berpikir. Apa pun alasannya, Hani tidak bisa memercayai apa yang dikatakan oleh Keanu. Keanu tampak diam mengamati Hani. Menuruti permintaan Hani, ia pun mengulangi perkataannya. “Ada seorang temanku yang tertarik padamu. Apa kau mau bertemu dengannya?” ujar Keanu yang dengan sengaja melambatkan tempo ucapannya. Hani terdiam. Kali ini ia sudah memasanga telinganya lebar-lebar jadi hampir seratus persen yang didengarnya itu benar. Teman Keanu? Tertarik padanya? Bertemu? Siapa? Hani mencoba membuka mulutnya untuk membalas Keanu tetapi otaknya gagal membangun satu kalimat utuh yang baik. Ada banyak sekali pertanyaan yang berseliweran di kepalanya, sampai-sampai, Hani tidak tahu harus berkata apa. “Orang yang tertarik padamu adalah Rendra. Kita bertemu dengannya saat soft opening kafenya di Bandung beberapa bulan lalu.” jelas Keanu. Mata Hani terbuka lebar tidak dapat menahan keterkejutannya. Rendra yang aktor itu? Rendra Prayoga? Keanu meminum jus sirsak miliknya kemudian melanjutkan, “Ah, sebenarnya Rendra bertanya apakah kau mau bertemu dengannya untuk mengobrol. Kalau kau mau, aku akan memberi kontakmu ke Rendra.” Hani sulit memercayai apa yang didengarnya saat ini. Ia tidak dapat menghalau rasa curiga akan intensi Rendra yang mengajaknya bertemu. Kenapa dia? Bukankah ada banyak perempuan yang lebih cantik dari dirinya di sekitar Rendra? Apa yang diinginkan Rendra? Setelah mereka bertemu lalu apa yang akan dilakukan Rendra? Jentikan jari tepat di depan wajahnya membuyarkan pemikiran Hani yang melanglang buana ke mana-mana. Hani menyadari raut wajah si pemilik jari itu kini terlihat serius. “Tidak perlu memikirkan yang tidak-tidak. Kalau kau tidak mau bertemu dengan Rendra, tidak apa-apa.” ujar Keanu dengan nada tenang. Ekspresinya seperti menyakinkan Hani bahwa tidak apa-apa bagi perempuan itu untuk menolak hal yang tidak ingin dilakukannya. “Aku tidak mau bertemu dengan Rendra.” ujar Hina menolak tawaran Rendra dengan suara lirih. “Oke, akan kusampaikan kepada Rendra. Kau tidak perlu khawatir.” balas Rendra sembari menepuk-nepuk lengan atas Hani. Perempuan berambut selengan atas itu menghela napas panjang. Ia masih ragu jika Rendra benar-benar tertarik kepadanya. Di mata Hani, Rendra adalah seseorang yang tidak lebih dari sekadar temannya teman Hani. Jika bukan karena Keanu, mereka adalah orang asing bagi satu sama lain. Mereka kebetulan bertemu karena Hani mengekor Keanu pergi ke kafe & bar. Mengingat sekumpulan orang mabuk di bar membangkitkan memori tidak menyenangkan lain yang membuat Hani bergidik sendiri. Hani menggelengkan kepalanya kuat-kuat lalu menatap Keanu yang diam saja di depannya. Ia pun jadi teringat jika ia punya hal lain yang tak kalah penting, selain kesehariannya, yang harus disampaikan ke Keanu. “Aku juga ada sesuatu yang harus kuberi tahu kepadamu, kak.” “Apa itu?” Hani melihat sekelilingnya. Restoran keluarga yang mereka kunjungi memang memberikan ruang dari satu meja ke meja lainnya, tetapi posisi kursi mereka saling membelakangi. Hani tidak ingin mengambil resiko kecolongan saat sedang membagikan cerita yang cukup personal. “Apa kita bisa pindah ke tempat yang lebih sepi?” Keanu tampak berpikir sesaat. “Kudengar ada working space di mal ini. Sepertinya masih buka dan kurasa di jam malam seharusnya sudah sepi. Mau ke sana?” Hani mengangguk. Dalam hati ia memuji kecepatan berpikir Keanu menemukan solusi dalam sepersekian detik. Keanu tampak membuka ponselnya, mencari tahu letak working space tersebut di pusat perbelanjaan ini, lalu berdiri. “Ayo. Tempatnya ada di lantai lima.” ajak Keanu. Hani mengikuti Keanu setelah sebelumnya mereka berdua membayar makanan mereka. Keanu sempat meminta Hani untuk mentraktirnya, dengan alasan dia sudah bersusah payah mencarikan working space untuk Hani, yang dibalas Hani kalau dia akan memberi tahu Shaina tentang Keanu yang menjitak kepalanya. Keanu langsung menutup mulutnya dan pada akhirnya mereka membayar masing-masing. Sesampainya di working space, Keanu langsung menyewa ruang private. Hani sempat melongok ke ruang kerja bersama dan sekilas melihat masih ada sekitar dua tiga orang di dalamnya. Hani mengapresiasi Keanu yang tetap menyewa ruang private untuk menjamin kerahasiaan ceritanya. Keduanya memasuki ruangan yang kental bernuansa putih itu. Hani duduk di salah satu kursi kerja yang tersedia lalu meneguk air mineral dari tumbler yang dibawanya hari ini. Keanu sendiri asyik melihat-lihat ruangan itu dengan pandangan menilai. “Apa komentarmu tentang ruangan ini?” sahut Hani penasaran akan komentar Keanu.   Keanu mengelus-elus dagunya yang mulus. “Kosong. Sedikit ornamen di beberapa sisi akan mempercantik ruangan ini.” Memutar kursinya ke arah Hani berada, Keanu memosisikan dirinya tepat di sebelah kanan Hani. “Jadi, hal apa yang ingin kau sampaikan kepadaku?” tanya Keanu. Jari-jari Hani saling bergumul dan saling menekan satu sama lain. Tidak ingin lebih panik lagi dari saat ini, Hani mengangkat tangannya. “Beri aku waktu… lima menit. Beri aku kesempatan untuk menenangkan diriku terlebih dahulu.” Keanu mengarahkan kedua telapak tangannya ke arah Hani, sebuah gestur pertanda memberikan kebebasan kepada yang ditunjuk. Hani mengangguk lalu ia menarik napas pelan. ‘Mari tutup mulut dan tarik napas lembut melalui hidung dalam empat hitungan, lalu tahan napas sampai tujuh hitungan. Kemudian buang napas secara perlahan dalam delapan hitungan.’ tuntun Hani kepada dirinya sendiri untuk melakukan metode pernapasan 4-7-8. Lima menit berlalu dengan cepat ditandai dengan berbunyinya timer yang dipasang oleh Keanu di ponselnya. Hani menarik napasnya, merasa tidak sepanik sebelumnya, lalu membulatkan tekadnya untuk memberi tahu Keanu. “Aku… g-gejala traumaku muncul lagi, kak.” Hani pun akhirnya membeberkan saat gejala traumanya muncul lagi sehabis dari Bandung, bagaimana dia tidak kerap terjaga hingga pada akhirnya Hani memutuskan untuk menemui Asta untuk melakukan konseling sejak satu setengah bulan lalu. Semua hal tersebut Hani ceritakan dengan suara lirih. Menceritakan sisi terpuruknya kepada orang lain bukanlah hal yang mudah. Hani tidak pernah merasa percaya diri, ia selalu dibayang-bayangi ketakutan kalau-kalau orang yang mengetahui kisahnya itu akan pergi meninggalkan dirinya. Hening menyelimuti keduanya usai Hani selesai bercerita. Hani yang terduduk tegang dan Keanu yang terlihat menepuk-nepuk pundak Hani. Ia terlihat minta Hani untuk meminum air mineral dari tumbler milik perempuan itu agar Hani menjadi lebih rileks. Hani pun tampak tidak keberatan dengan permintaan Keanu. Keanu baru memberikan responsnya akan cerita Hani setelah perempuan tersebut menelan air mineral di mulutnya. “Pasti tidak mudah bagimu untuk menceritakan semua hal itu kepadaku.” kata Keanu. Mata pria tersebut menatap Hani lama lalu menyambung, “Terima kasih telah memberitahuku, Hani.” Mata Hani terasa panas sedari tadi, akhirnya tak mampu menahan air mata jatuh. Tangis Hani pecah setelah mendengar Keanu yang berterima kasih kepadanya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lalu dengan terbata-bata menuangkan segala isi hati yang ditahannya sedari tadi. “Ak-aku, uh, aku takut, kak. Aku t-takut kau akan menyalahkan dirimu sendiri.” Hani menangis tergugu namun tetap melanjutkan perkataannya. “Aku takut a-akan merepotkan dirimu. Maaf kak, maaf…” ucap Hani sembari menangis tersedu-sedu. Detik berikutnya, Hani bisa merasakan kepalanya bersandar pada tubuh Keanu. Rupanya, Keanu berdiri untuk memeluk kepala Hani seraya mengusapnya pelan. “Kau memang agak merepotkanku karena itu sebaiknya kau bertingkah baik kepadaku dan mulai mentraktirku kapan pun saat kita makan bersama. Bagaimana?” Hani tertawa pelan mendengar kelakar Keanu. Pria itu bercanda di saat yang paling tidak Hani duga membuatnya tampak aneh sendiri. Ia menangis tapi tertawa. Hani menarik napas untuk mencegah ingus keluar lebih banyak lagi lalu membalas, “Tawaranmu timpang sebelah. Beri aku kesepakatan yang lebih baik lagi.” Keanu menggumam terlihat seperti sedang benar-benar memikirkan penawaran yang lebih baik. Hani menarik dirinya dari pelukan Keanu lalu meninju pelan tubuh pria itu. “Wah, kak. Aku tidak menyangka kau benar-benar berpikir untuk membuat penawaran lain.” seru Hani heran yang diakhiri dengan gelengan kepala. Keanu hanya membalas dengan tawa jumawa. Ketika Keanu kembali duduk di kursinya. “Aku seharusnya mendengar ceritamu terlebih dahulu sebelum aku menyampaikan soal Rendra tadi.” tutur Keanu dengan nada datar. “Itu hanya soal urutan saja. Tidak perlu dipermasalahkan.” timpal Hani seraya menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya dengan ujung kemejanya. “Kau konseling dengan Asta bukan? Apa kliniknya masih berada di tempat yang sama seperti dulu?” “Iya, kliniknya masih berada di tempat yang sama seperti dulu.” “Aku bisa menemanimu pergi konseling.” Hani terdiam mendengar perkataan Keanu. Ucapan Keanu bukanlah sebuah tawaran melainkan sebuah pernyataan bahwa Keanu siap sedia untuk menemani Hani. Hani tersenyum tetapi senyum itu tidak mencapai matanya. “Terima kasih. Aku akan menghubungi Kak Keanu saat aku membutuhkan tumpangan.” sahut Hani kali ini sarat dengan nada jahil. “Kalau yang kau khawatirkan adalah merepotkanku, aku sudah bilang kau cukup dengan mentraktirku saja. Buang rasa sungkanmu itu dan traktir aku!” tandas Keanu setengah merengek. Hani dengan mata membelalak tidak terima langsung membalas, “Sadar diri, kak! Dompetmu itu lebih tebal dari milikku!” “Tetapi aku harus lari ke sana sini, Hani. Uhuhuhuhu…” elak Keanu lalu bibirnya mencebik ke bawah pura-pura menangis. Yang dimaksud Keanu harus lari ke sana sini adalah harus rajin mencari proyek sebab Keanu bekerja sebagai seorang desainer interior freelance yang tidak terikat instansi mana pun. Hani mengangkat kedua bahunya. “Itu ‘kan pilihanmu sendiri.” sahut Hani cuek. “Kejamnya temanku.” keluh Keanu. Hani mencibir balik. “Aku juga bisa menghitung dengan jemari tanganku berapa kali kau mentraktirku. Kesepuluh jari tanganku ini tidak akan terlipat semua, kak.” Keanu terkekeh mendengar cibiran Hani. Setelah beberapa saat, keduanya memutuskan untuk beranjak pulang ke rumah karena malam sudah semakin larut. Sebelum keluar dari ruang working space private itu, Hani mengucapkan sesuatu ke Keanu. “Terima kasih, kak. Terima kasih mau mendengarkanku dan masih menemaniku sampai saat ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD