Let Me

241 Words
"Lihat aku." Pria di depanku ini mengangkat kepalanya. Mata kami pun bertemu. Lalu aku menyadari suatu hal. Tatapan matanya tidak lagi seperti dulu. Dulu matanya selalu menyambutku dengan hangat dan gembira. Sekarang sudah tak lagi kutemukan rasa itu dari kedua matanya. Akulah yang pertama memutus kontak mata kami. Kuambil kedua tangannya lalu kugenggam erat-erat. Aku tersenyum getir saat menyadari tangannya tidak menggenggamku balik. Tetapi kubiarkan saja hal itu dan terus menggenggam tangannya. "Kamu mau menyudahi semuanya?" Dia diam. "Bisakah kamu menggenggam tanganku? Seperti aku yang menggenggam tanganmu saat ini." pintaku setelah tak kunjung mendapat jawaban darinya. Barulah kurasakan tangannya memegang erat tanganku. Meski dia mungkin hanya sekadar memenuhi permintaanku, aku tetap senang. Aku mengangkat wajahku dan tersenyum kepadanya. "Sebenarnya, tidak hanya dirimu. Aku pun juga merasakan kebimbangan itu." "Kamu juga?" "Aku sempat bertanya-tanya seorang diri 'Apa rasa sukaku kepadanya sudah memudar?'" Lalu kami diam. Karena itu yang kami takutkan. Hubungan kami rapuh bukan karena orang ketiga dan semacamnya, tetapi karena sudah tak ada lagi rasa itu. "Tahanlah sampai... bulan depan." "Bulan depan?" "Kau berjanji untuk mengajakku bermain kembang api bersama saat pergantian tahun baru kali ini." "...Aku ingat." jawabnya dengan nada rendah. Aku mengangguk. Kugenggam erat tangannya sekali lagi, berharap dia dapat merasakan bahwa sebenarnya aku masih menyayanginya. Dia balas menggenggamku. Lebih erat dari genggamanku. Seolah-olah tangan kami adalah satu-satunya penghubung di antara kami berdua. Aku melemparkan senyum sekali lagi ke arahnya. "Biarkan aku melepasmu usai kau memenuhi semua janjimu itu."

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD