Part 4

1022 Words
"Tut-tunggu! Kalian bilang ini hutan angker?" Bicara dengan suara tergagap. Gadis itu mengingat bagaimana dia melalui malam buruknya, lalu memutari hutan dan tidak mendapatkan petunjuk jalan kembali menuju tenda seperti sedang berada dalam labirin. Sandira mengusap tengkuknya karena mendadak bulu kuduknya meremang. "Iya gue bantuin." Sandira mulai mengemas barang-barang milik semua orang. "Kenapa Ra? Wajahmu terlihat aneh pagi ini." Tanya Serli seraya mengangkat barang memasukkan ke dalam mobil. "Ah, nggak apa-apa Ser, mungkin karena begadang semalam." Dira masih memikirkan apa yang akan terjadi jika dia kembali ke kota saat ini. Apakah vampir itu akan menemukannya. Dan bagaimana nasib teman-teman setimnya. Sandira takut jika mereka ikut terbawa sial gara-gara dirinya. Setelah semua barang-barangnya berhasil dikemas mereka menunggu seluruh orang berkumpul. "Sudah lengkap semuanya! ayo berangkat ke kota." Ujar salah satu rekannya memberi aba-aba pada semua orang. Sandira berada di dalam mobil Serli, karena rumah mereka berdua tetanggaan. Sandira terkejut saat melihat Derios menatap dingin ke arahnya sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. Pria itu berdiri di tepi jalan melihat kepergian dirinya dan juga semua rekannya. Sandira melongokkan kepalanya keluar jendela mobil Serly. Derios menatap tajam menusuk jantungnya. "Kenapa lagi Dira? Apa barangmu ada yang tertinggal di perkemahan?" Serli menoleh ke arahnya sambil menggaruk keningnya. "Tidak ada, cuma lihat kijang di tepi jalan." "Kamu bilang aku kijang!?" Berbisik di telinga Sandira. "Astaga! Setan! Ondel-ondel! Kampret!" Sandira sangat terkejut karena Derios sudah berada di belakang punggungnya, di dalam mobil. Serli menoleh kembali ke arahnya. "Kenapa sih Lo Ra? Aneh banget sejak tadi." "Hahahaha! Gak papa Ser, tadi kaget saja ada tanjakan." Pura-pura tersenyum. Sandira masih melirik ke kursi belakang, Derios bersandar pada sandaran kursi mobil seraya tersenyum lebar melihat wajah pucat Sandira. Sandira gemetaran, karena mata Derios tidak beralih sama sekali dari wajahnya sepanjang jalan. "Ni vampir mau nguntit terus kayaknya sama gue! Ahhh dunia indahku! Mimpi panjangku! Sia-sia gitu aja gara-gara mahluk gak jelas itu!" Bergumam lirih dengan rasa putus asa, seolah-olah terlempar ke luar angkasa karena bumi nolak kehadirannya sepenuhnya. "Ser, apa mungkin gue lahir di jam dan hari sial sedunia ya?" Menatap kosong keluar jendela. "Ngomong apa sih Lo? Sejak pagi ngelantur gak jelas." Sandira menyandarkan kepalanya, dia enggan melihat Derios lagi. Dua jam kemudian mobil Serlina sudah sampai di rumah miliknya. "Gue duluan ya ser?" Sandira menenteng ranselnya masuk ke dalam rumahnya. Derios mengikutinya dari belakang. Sandira menjatuhkan ranselnya di depan pintu rumahnya kemudian berbalik menatap wajah Derios dengan muka garang. "Lo ngapain sih ngikutin gue pulang?! Rumah Lo kosong ntar di huni hantu!" Teriaknya. "Aku juga hantu, jadi apa masalahnya? Aku ikutin istriku apa masalahnya? Kita juga belum melakukan malam pertama bersama." Berjalan mendekat sampai jarak lima belas sentimeter dari depan Sandira. "Aje gile! Malam pertama kepala Lo! Nikah saja belum dia bilang malam pertama! Sudah, pulang sana! Bosen gue lihat setan mulu." Keluhnya kesal lalu masuk ke dalam rumah. "Apa lagi?!" Menarik lengan Sandira memeluk pinggangnya dari belakang. Sandira menoleh ke samping, Derios tiba-tiba mencium bibirnya. Sandira meronta-ronta mencoba melepaskan tangan Derios dari pinggangnya. "Tenanglah sedikit, kalau kamu terus bergerak, aku semakin tidak tahan." Berbisik di telinganya. "Vampir b******k! Lepasin gue! Dasar m***m!" Derios masih memeluk pinggangnya langsung mengangkat tubuhnya masuk ke dalam rumah dan menurunkan tubuh Sandira di atas tempat tidurnya. "Lo mau ngapain?!" Sandira merangkak mundur menutupi tubuhnya dengan bantal. Keringat dingin mengucur deras dari kedua pelipisnya. "Sialan! Sepertinya vampir ini mulai gila dan gak bakalan mau ninggalin gue!" Mengumpat dalam hati. Derios merangkak naik ke atas tempat tidurnya, menekan tubuh Sandira berbaring ke belakang di atas tempat tidurnya. Sandira gemetaran saat pria itu mulai mendekatkan wajahnya. "Lo mau ngapain lagi sih!" Sandira menepis tangannya, saat dia menyentuh pipinya. "Kamu istriku! Apa salahnya menyentuh istri sendiri?" Mulai sedikit marah. "Tuan vampir! Asal Lo tahu ya! Sejak jaman kerajaan Majapahit gue itu punya takdir yang tertulis dengan sangat, sangat, sangat, sangat jelas! Kalau jodoh gue itu keturunan raja Kertarajasa jayawardhana! Bukannya vampir!" Menyeringai sambil menahan d**a Derios. "Semoga kebohongan gue ini, bisa bikin dia pergi dan gak balik-balik lagi!" Menutup matanya sambil berdoa dalam hati. "Kalau jodoh paten kamu keturunan raja Majapahit! Asal kamu tahu! Aku juga sudah nolak lamaran Rapunzel, sama Puteri salju!" Mengangkat kedua alisnya tersenyum melihat wajah kesal Sandira. "Pake bawa nama Puteri salju pula! Tuan vampir gue males banget debat sama Lo. Berapa kali sih gue mesti bilang kalau kita itu gak jodoh! Ibarat semut sama kutu air! Kita itu sangat berbeda luar dalam!" Masih menahan d**a Derios yang semakin menghimpit tubuhnya. "Kita buktikan saja dulu, kalau kita jodoh!" "Gak mau! Males gue!" Memalingkan wajahnya ke samping, leher jenjang Sandira terlihat jelas di depan mata Derios. Melihat sinar merah pada bola mata Derios, Sandira segera mendorongnya menjauh dari tubuhnya. "Sialan! Lo mau gigit gue! Gigit sandal sono!" Melemparkan sandalnya ke arah Derios, bersungut-sungut keluar dari dalam kamar. Sandira Winata tinggal sendirian sejak neneknya meninggal, kedua orang tua gadis itu transmigrasi ke Afrika Selatan karena bencana alam dan banjir bandang yang menimpa desa tempat tinggal mereka lima belas tahun lalu. Dan sejak saat itu dia tinggal bersama neneknya, karena orang tuanya sengaja ninggalin dia dengan alasan membuang sial. Dia sendiri juga bingung kenapa selalu dianggap sebagai pembawa sial, wajahnya sangat cantik, tapi sayangnya itu cuma menurut pandangan mata mahluk halus alias bukan mata manusia. Aslinya kulitnya mulus, cuma ada tompel di pipi kirinya segede jagung. Matanya sipit sayangnya bukan keturunan Korea. Rambutnya panjang lurus sepinggang, cuma kusut dan ketombean. Tubuhnya langsing sekali, saking langsingnya malah mendekati kurus kering kerempeng kayak kurang makan. Gadis itu masih milih-milih kampus karena dia juga ingin seperti teman-temannya punya masa depan gemilang. Liburannya ke gunung kemarin adalah masa liburan setelah kelulusan SMA. Awal baru yang merupakan musibah terberat dalam hidupnya. Derios masih termenung melihat Sandira meninggalkannya sendirian di dalam kamarnya. "Kenapa darah cewe manusia itu terus memanggilku untuk mencicipinya? Padahal aku sudah pensiun sepuluh tahun gak minum darah! karena rasanya gak lebih segar dari air kelapa!" Bergumam sambil menggaruk kepalanya sendiri. Sandira menyeret ranselnya dari luar rumah membawanya masuk ke dalam rumah. Gadis itu melihat Derios berdiri di ambang pintu kamarnya. "Lo gak ada kerjaan kan? Nih masukin baju gue ke dalam lemari!" Menyodorkan ranselnya pada pria di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD