Part 3

1033 Words
"Masih mau nolak, wajahmu kenapa pucat sekali?" Tersenyum bangga, berfikir tidak akan ditolak lagi. "Iyalah nolak, malah makin parah nolaknya! Awalnya gue pikir cuma setan! Ini malah vampir, gue lihat nyamuk yang kecil aja kesel! Apalagi lihat yang segede elo!" Sandira berbalik memunggunginya, mulai memakai bajunya satu persatu, tangannya masih gemetar. "Berikan alasanmu kenapa kamu menolakku? Padahal aku sudah jujur bicara yang sebenarnya tentang diriku." Duduk di depan Sandira mengguncang kedua bahunya dengan wajah penuh kesedihan. "Apaan sih Lo? Lo kan vampir, nikah ya sama vampir! Masa sama gue? Gue makan nasi Lo minum darah. Kita itu beda ras, beda golongan, beda dalam segala hal. " Melepaskan tangan Derios dari kedua bahunya. "Tapi aku menyukaimu dik Suminem. Hatiku seluruhnya cuma untukmu." Masih memelas. Sandira berbalik lagi masih berusaha memakai pakaiannya kembali. "Ini vampir versi terkini kali ya? Ngeyelnya minta ampun. Oi tuan vampir, yang pasti gue gak mau nikah ataupun pacaran sama elo. Sudah anggap saja kita itu cuma teman yang sedang bersimpangan jalan." Sandira mencoba menjelaskan bahwa mereka berdua tidak jodoh sekaligus cuma bertemu tanpa sengaja. "Kamu lupa sudah melihat jimatku? Itu artinya kamu tidak punya hak untuk menolaknya! Kamu harus menikah denganku, jika kamu menikah dengan manusia suatu hari nanti aku akan datang dan menghabisi nyawanya!" Menatap tajam ke arah Sandira. Mendengar pernyataan tersebut Sandira semakin erat menggenggam selimutnya. Gadis itu gemetaran ketakutan, dan memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Terasa wajah Derios sedang berada di depan wajahnya. Sapuan nafasnya yang begitu lembut dan dingin menerpa telinga juga pipinya. "Sial! Ni vampir gak pergi-pergi! Malah kayaknya mau gigit gue. Wajahnya kenapa begitu dekat? Seperti kucing sedang mengendus mangsa!" Mengumpat kesal di dalam hati. Derios mendaratkan sebuah ciuman di bibir Sandira. Spontan Sandira segera membuka matanya, dia ingin menjauhkan kepalanya. Tapi Derios segera menahan kepalanya dengan lengannya. "Sial! Bibirnya lembut banget! Kue pancake pun kalah lembutnya." Mulai terlena dalam kulumman bibirnya. Sandira belingsatan saat ciuman pria itu turun pada lehernya. Ada kengerian membuncah mengaduk relung hatinya. "Jangan gigit gue please, gue masih kangen sama emak gue dan belum pengen ketemu nenek gue sekarang!" Bisiknya lirih di telinga Derios. Derios tersenyum menatap Sandira yang hampir meledakkan tangisnya. Gadis itu merengek sambil meremas kedua lengannya seolah pasrah menyerahkan dirinya kecuali darahnya. Derios menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Sandira belum sempat memakai bajunya karena Derios terus merundungnya sepanjang waktu. Ciuman Derios turun menjelajahi tubuh mulusnya. "Ini vampir, atau artis porno sih! Ahli banget bikin gue belingsatan!" Bergumam kecil sambil meremas punggungnya. "Cukup!" Teriak Sandira saat Derios membuka bajunya sendiri. "Kenapa? Bukannya kamu sangat menikmatinya?" "Gue! Gue, kenapa malam begitu panjang? Gak pagi-pagi, capek gue ngoceh sama dia." Bergumam sendiri. Memungut pakaiannya dan mulai memakainya tidak perduli dengan Derios yang terus melihatnya juga menatap seluruh tubuhnya. "Terserah deh! Lagian dia juga sejak awal melihatnya." Ngedumal kesal. "Kamu menantangku?" Memegang lengan Sandira sambil mendengus kesal. "Menantang?! Apaan? Gue cuma pakai baju gue kok!" Tinggal kaos santainya yang belum dipakai. "Kamu memperlihatkan tubuhmu di depanku! Lalu menolak menikah denganku! Apa kamu mempermainkanku? Aneh sekali kenapa manusia menjadi tidak bermoral seperti ini!" Menatap penuh ancaman. "Woi! Tuan vampir, siapa yang mau pamer! Lo dari sore yang terus-menerus muncul kayak jalangkung! Disuruh pergi malah mepet terus, sekarang malah nyalahin gue sih! Terus apa itu moral-moral? Lo sejak kapan sekolah bab kewarganegaraan? Udahlah, Lo cari sana putri vampir yang sejenis sama Lo! Udah capek gue lapar juga." Sandira keluar dari tenda mendekati teman-teman rekannya. Anehnya mereka sudah pada tertidur pulas di atas tikar di tepi api unggun. Gadis itu meninggalkan Derios di dalam tenda kemping. "Aneh? Kok pada tidur semuanya?" Derios duduk di atas batu di depan api unggun sedang membakar daging ayam. Sandira mencium aroma harum makanan secepat kilat berlari menuju ke arahnya. "Kenapa?" Melirik ke arah Sandira sambil mencium ayam bakar pada genggamannya. "Darimana itu, ayam?" Sandira hampir melelehkan air liurnya. "Aku itu ahli menangkap binatang, kamu mau makan apa saja aku kasih! Bagaimana sudah mau menikah denganku? Ini ayamnya aku kasih buat kamu!" Nyengir menatap Sandira. "Astaga! Masa status lajang gue cuma ditukar sama ayam bakar? Miris banget hidup gue! Gak mau!" Melengos ke arah lain. "Yakin gak mau?" Memamerkan ayamnya di depan wajah Sandira. "Iya gak mau! Gak bakalan gue mau! Setelah nikah pasti gue diajak tinggal di dalam gua, terus tidurnya di dalam peti mati!" Mengeluh sambil memeluk lututnya mencoret-coret tanah di bawah kakinya. "Ya sudah kalau gak mau, aku makan sendiri! Aaaaa.." Sandira merebutnya dan memakan ayam bakar Derios dengan rakus. "Jadi kamu setuju nikah sama aku?" Tersenyum menggeser duduknya lebih dekat dengan Sandira. "Nggak mau!" "Nah itu ayamnya kenapa dimakan?" "Cuma ayam doang! Perhitungan amat jadi vampir!" Gak perduli terus mengunyah ayamnya. "Apa mukaku jelek banget ya?" Menatap Sandira menunggu jawaban. "Ganteng banget kok, tapi sayangnya vampir." Jawabnya jujur. "Kalau aku bukan vampir?" "Mana mungkin bukan? Udah jelas kamu bilang tadi vampir." Cuek terus menyantap ayam bakarnya. "Dik Suminem, model cowok seperti apa yang dik Suminem suka?" "Kaya kamu itu, tapi..." "Tapi apa?" Bertanya penuh rasa penasaran. "Tapi minimal miliarder!!" "Dasar matre!" "Iyalah nikah seumur hidup satu kali doang masa milih cleaning kebon? Sekalian kan cari miliarder? Siapa tahu ada satu dari seribu yang nyangkut ke gue!" Bicara lantang. "Sorry mas cleaning-cleaning gue cuma bercanda, jangan nyumpahin gue gak laku! Please! Ini cuma buat si vampir supaya batalin lamarannya!" Berdoa di dalam hati sambil menutup matanya. "Kamu mau uang banyak? Aku kasih! Rumah megah aku kasih." "Grooooookkkk! Fiuuuuuh! Groook! Fiuuuh." Sudah berbaring di atas tikar dan tertidur. "Dik Suminem! Ingat janjiku! Aku pasti akan menemukanmu, sekalipun kamu minggat ke ujung dunia pasti aku kejar! Kalaupun ke laut juga aku beli kapal buat ngangkut kamu! I love you dik Suminem." Mendaratkan ciumannya di kening Sandira. "Plaaakkk! Nyamuknya gede banget sih! Grooook! Fiuuuh!" Mengigau dalam tidurnya. "Akkkh! Pipi tampanku! Gak papalah asalkan yang mukul kamu dik Suminem." Derios melompat kemudian menghilang di telan kegelapan malam. Keesokan harinya... Melihat seluruh teman-teman setimnya sudah pada merobohkan tenda. Mengerjapkan matanya menatap heran ke arah mereka. "Ada apa ini? Bukannya baru satu hari kita kemping?" "Dira.. sebetulnya kita baru dapat kabar kalau ini itu hutan gak pernah dilewati oleh manusia! Alias angker!" Ungkap Reina salah satu temannya. "Jleg!" Mendadak Sandira membeku seperti es lilin. "Woi bantuin dong! Malah bengong!" Teriak Toni padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD