Drystan terbangun nyaris terkejut. Ia mengernyit ketika merasakan fabrik lembut di sekitar tubuhnya dan bantalan empuk di kepalanya. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya sadar bahwa dirinya tak lagi terbaring di sofa ruang tamu melainkan berada di atas ranjang kamar tidur. Drystan ingat Edward pernah mengatakan bahwa hanya ada dua kamar di rumahnya, dan salah satunya digunakan untuk menampung adiknya ketika pulang. Kemungkinan besar, Drystan sedang berada di kamar itu.
Segera Drystan bangun dan keluar dari kamar itu. Ia melihat Edward tengah duduk di sofa yang sebelumnya ia tiduri dengan berbagai kertas-kertas berserakan di sekitarnya.
“Kau—“
“Ah, sudah bangun.”
Drystan mengangguk. “Kau sepertinya memang bukan orang yang cukup peduli dengan kerapihan.”
Edward terkekeh. “’Kan ada kau.”
“Hah? Aku kemari bukan untuk menjadi pesuruhmu kalau kau ingat.”
“Memang, tapi kau berinisiatif sebelumnya. Lagipula, aku tidak sekumuh itu ‘kan? Kemari, duduklah.”
Drystan menurut dan duduk di hadapan Edward. Sejak tadi kedua bola matanya bergerak-gerak menatap apa yang sebenarnya tengah dilakukan oleh pria di hadapannya. Tentu, ia tahu pasti semuanya berhubungan dengan kasus yang baru-baru ini begitu heboh di Upper East Street dan Upper West Street. Bukan hal baru baginya melihat seorang Edward Hoover menekuri tumpukan dokumen-dokumen di hadapannya sembari sesekali mengerutkan dahi. Ngomong-ngomong, Edward cukup menarik dengan posisi seperti itu.
Drystan menggeleng pelan, mengusir secuil pikiran tidak jelas yang dengan santainya mampir di dalam kepalanya.
“Jadi, apa yang sedang kau lakukan?”
Edward menyodorkan sebundel dokumen kepada Drystan. “Coba bacalah, itu data nama-nama anak yang dibunuh belakangan ini.”
“Bukankah ini dokumen yang kau tunjukkan padaku sebelumnya? Aku sudah tahu.”
Edward mengangguk. “Baca lagi.”
Drystan mengernyit, namun ia tidak lagi membantah dan menuruti apa yang Edward katakan. Kedua bola matanya bergerak, menelusuri tiap kata dan juga beberapa foto yang tertempel pada dokumen itu. Beberapa menit ia lakukan untuk meneliti dengan seksama kertas-kertas itu hingga kedua bola matanya melebar ketika menyadari sesuatu.
“Ini—“
Edward mengangguk, menatapnya lurus dengan pandangan tajam. Drystan cukup bergidik memandang tatapan itu karena Edward lebih sering mengusilinya daripada bertingkah serius. Dan sejujurnya, Drystan lebih suka Edward versi usil. Cukup, lupakan.
“Aku juga baru menyadarinya ketika k****a ulang. Selama beberapa hari belakangan, aku terus berpikir bahwa ada yang salah dengan penyelidikanku dan juga beberapa tim kepolisian. Tidak ada perkembangan yang signifikan dan malah cenderung tidak ada hasil. Belum lagi dengan beragam tekanan yang membuat kami semakin stress dan beberapa malah mengundurkan diri dari kasus ini dan lebih memilih menangani kriminal biasa. Tapi ternyata, semua masalah ini ada karena kurangnya ketelitian kami—atau aku sebenarnya.”
Drystan tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya memandangi Edward dan dokumen di tangannya secara bergantian.
“Aku ingat saat terakhir kali kau mengatakan telah membunuh orang yang kemungkinan besar memiliki koneksi dengan seluruh kejadian ini, jika dikaitkan, timeline dari pembunuhanmu dengan salah satu anak yang meninggal di hari itu sangat cocok. Bukan tidak mungkin jika ia yang melakukan, atau kemungkinan lain dia terlibat dan ada orang lain yang melakukannya.”
Drystan menggigit bibir bawahnya sekilas, ragu-ragu menatap mata Edward. “Kau tahu, aku membunuhnya karena itu tugasku berkat suruhan kakakku tentu saja.”
Edward menarik senyum tipis. “Aku tahu, kurasa terakhir kali aku bertindak cukup gegabah dan membuatmu tidak nyaman, jadi maafkan aku. Yeah, aku hanya tertekan dan kurasa hal itu agak mempengaruhi perilakuku.”
Drystan menunduk, sama sekali tidak menyangka pria di hadapannya akan mengucap maaf atas hal itu. Sebenarnya, Drystan tidak begitu masalah, dan lagipula apa yang Edward lakukan juga bukan hal yang salah. Drystan mungkin tidak mengerti apa yang dirasakan Edward dengan banyaknya tekanan dari atasan dan juga publik sendiri, tapi setidaknya Drystan bisa mengerti dengan melihatnya bahwa pria di hadapannya ini sedang berada pada fase di mana emosinya kurang terkontrol akibat banyaknya tekanan yang menghantamnya dari sana-sini.
“Sebenarnya kau tidak perlu minta maaf.” Cicit Drystan.
Edward bangkit dan mengacak surai pirang Drystan hingga menuai protes dari pemuda itu.
“Jadi, selama kau dibawa oleh kakakmu, apakah ada informasi menarik yang kira-kira berkaitan dengan masalah ini?”
Drystan menggeleng, dan ia melihat wajah kecewa Edward sejelas ia melihat wajahnya. “Sorry.”
“Yeah, bukan tanggung jawabmu juga lagipula.”
“Darren mengurungku!”
“Huh?”
Drystan meremat ujung pakaiannya. “Aku tidak punya informasi bukan karena aku tidak mau mencari, tapi karena kakakku mengurungku di markas besar dan menempatkan banyak penjaga di sekitarnya. Aku bahkan harus merelakan beberapa pria mengendusi tubuhku agar aku bisa keluar dari markas.”
Edward melebarkan matanya. “Kau serius?”
“Tentu saja kau tidak akan percaya, tapi aku mengatakan yang sebenarnya.” Drystan tersenyum masam.
“Aku tidak tahu kakakmu memperlakukanmu agak….” Edward memandang Drystan ragu. “…. Kau tahu, kukira hubungan kalian begitu baik mengingat dia begitu bekerja keras untuk membuatmu terbebas dari jeruji besi.”
Drystan terkekeh. “Tentu saja, membebaskanku bukan karena ia menyayangiku, lagipula aku ragu dia menganggapku adiknya. Darren tidak mungkin melepaskanku hidup-hidup bahkan untuk kepolisisan, bisa-bisa organisasinya berantakan. Kudengar, kalian memiliki sesi interogasi yang berat. Apakah benar?”
“Aku tidak tahu, Drystan, lagipula itu bukan bagianku. Kalau kau bertanya sesi interogasiku, aku hanya berusaha menanyai mereka dan mendapatkan jawaban. Itu saja.”
“Kau tidak menyiksa?”
Edward melebarkan matanya. “Mengapa bayanganku begitu menyeramkan tentangku?”
“Tidak juga sih, aku hanya penasaran. Kau tahu, berjaga-jaga jika nanti aku tertangkap, aku akan langsung bunuh diri saja daripada aku mengalami siksaan berat.”
“Aku akan melindungimu.”
“Huh?”
“Aku sudah berjanji ‘kan?”
Drystan menggaruk tengkuknya, salah tingkah dengan tatapan lurus Edward kepadanya. “Um, yeah. Aku hanya memikirkan rencana cadangan jika kau mungkin berubah pikiran.”
“Kau tidak percaya padaku?”
“Bukan begitu! Tapi hati manusia selalu berubah, kurasa aku hanya perlu mempersiapkan segalanya. Bukan karena aku tidak mempercayaimu, tapi untuk mempersiapkan diri kalau-kalau, hal itu mungkin terjadi. Lagipula, kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Um, maaf aku terlalu banyak bicara.”
Edward tidak bisa untuk tidak tersenyum. Ia meletakkan dokumen-dokumennya dan berpindah untuk duduk di samping Drystan, membuat pemuda itu reflek menggeser tubuhnya sendiri.
Edward menarik bahu Drystan dan membuat pemuda itu merapat kepadanya sementara Drystan bergerak gelisah, agak tidak nyaman dengan posisi sedekat itu.
“Apa yang kau lakukan?”
“Tidak ada. Menenangkanmu mungkin?”
Drystan memutar bola matanya, berusaha menarik diri namun sayangnya ia tak cukup kuat untuk melawan Edward.
“Kau pikir aku kenapa?”
“Khawatir?”
“Cih, lepaskan aku, i***t!”
Edward tertawa dan segera melepaskan rangkulannya. “Tenang saja, aku sudah berjanji akan melindungimu ‘kan? Kau bisa percaya padaku.”
Drystan tidak menjawab apa-apa. Ia rasa, ia cukup percaya dengan Edward, tapi tidak memikirkan rencaan lain terasa salah. Drystan sudah terbiasa hidup dengan beragam masalah yang membuatnya harus benar-benar siap dengan banyak rencana atau ia sendiri yang akan mendapatkan bahaya.
Kali ini, apakah sebuah keputusan yang benar jika ia mempercayai begitu saja janji yang Edward berikan?
Ѡ