bc

Cocktails

book_age16+
584
FOLLOW
3.6K
READ
revenge
dark
arrogant
mafia
drama
mxb
city
crime
mxm
naive
like
intro-logo
Blurb

WARN : CONTAIN SAME-s*x RELATIONSHIP [MxM/YAOI]

Drystan Levin lupa jika berurusan dengan penegak hukum itu berbahaya. Beragam peringatan telah ia dapatkan dari kakaknya. Tapi bodohlah ia, seorang detektif pekerja keras benar-benar menarik perhatiannya, dan Drystan benar-benar merasa tertarik dengannya. Entah rasa tertarik macam apa yang ia rasakan.

---

Edward Hoover niatnya hanya menjalankan tugas; menyeret seorang kriminal muda yang selalu lolos dari jerat hukum karena latar belakang keluarganya. Julukannya, "Si Berlian yang Selalu Lolos". Benar, dia susah sekali dikejar, sama susahnya seperti mengakui bahwa tujuannya sudah melenceng jauh dari sekadar menyeret kriminal itu ke jeruji besi.

chap-preview
Free preview
sparkling shappire
"Hanya ada satu cara untuk menarik Sang Kakak jatuh, tangkap berlian yang selalu lolos itu dan jebloskan ke penjara, maka Sang Kakak akan sekuat tenaga berusaha menolongnya." Edward Hoover menghela napas. Sudah berjam-jam ia mengamati atasannya menjelaskan misi rahasia ini. Ia berkali-kali memeriksa dokumen identitas targetnya. Mengapa pula ia harus mendapatkan pekerjaan ini? Sungguh benar-benar merepotkan. "Kau paham Edward?" Edward mengerjap dan berusaha memasang senyum sopan. "Ya, saya paham." "Bagus. Segera jalankan misimu itu." Ѡ Drystan Levin menyesap sebantang rokok, memilih tempat duduk paling ujung dari bar untuk menyamarkan dirinya. Oh tentu, dirinya bukan orang yang terkenal di kalangan masyarakat, ia hanya terkenal di kalangan polisi. Di tempat inilah Drystan membuat janji dengan kliennya, lebih tepatnya di ruangan khusus lantai dua bar Red Hand. Drystan tidak suka menunggu—sebenarnya, dan ini sudah lewat setengah jam dari waktu pertemuan. Sudah berbatang-batang puntung rokok tergeletak di asbak. Sejak tadi beberapa wanita mendekatinya, dan Drystan hanya perlu melirik mereka dari ekor matanya untuk membuat mereka menghindar pergi. Seorang pelayan muda mendekatinya, membisikkan informasi bahwa sang klien sudah datang dan sedang menunggu di lantai dua. Drystan mengangguk, sebuah seringai buas terpasang dan segera ia melangkahkan kakinya. Bar Red Hand sangat terkenal di area Upper East Side, kebanyakan pengunjungnya adalah kalangan eksklusif. Lantai bawah adalah area umum, dan mereka menyediakan lantai dua dan tiga dengan ruangan-ruangan mewah berlevel untuk kebutuhan para tamu, seperti pertemuan Drystan, contohnya. Drystan memasang kacamata dan memakai masker sebelum ia menekan bel ruangan 013. Seorang pria muda berusia dua puluhan membukakan pintu. Penampilannya tidak terlalu rapi, ia hanya mengenakan kemeja dengan dua kancing teratasnya yang dilepas. Lengan kemeja tergulung hingga siku, dan rambut pirang lurusnya yang jatuh menutupi dahi. “Selamat malam, Tuan.” Drystan memaksakan senyum—meski percuma saja karena ia menutup wajahnya dengan masker. “Saya kemari untuk membawakan pesanan anda.” “Masuk.” Drystan melirik ruangan yang dipesan kliennya, Lebih tepatnya, beberapa koper terbuka yang ada di atas ranjang. Ada banyak tumpukan kertas berserakan dengan gambar tak senonoh, anak-anak kecil telanjang. Drystan mual, dari sekian banyak hal gelap yang ia lakukan, ia paling jijik dengan hal-hal yang berkaitan dengan p********i anak. Berusaha mengenyahkan pikiran itu, Drystan meraih tas selempang miliknya. Ia menarik sebuah kotak seukuran buku tulis dan menyerahkannya pria di hadapannya. Di dalam kotak itu ada sebuah kalung dengan berlian ruby darah merpati. “He… lumayan.” “Ini batu ruby langka dari Khasmir, bisa dilihat dari kilauannya yang memukau, sangat cocok dengan anda yang bersinar.” Sedikit kalimat godaan untuk lebih meyakinkan. “Mulutmu pandai juga merayu.” Pria itu mendekatkan wajahnya pada Drystan yang membuatnya reflek mundur. “Biar saya bantu.” Drystan menarik maskernya turun, menampilkan senyum seduktif miliknya. Tak peduli laki-laki atau perempuan, Drystan selalu percaya bahwa tarikan kecil dari bibirnya mampu membuat mereka—setidaknya—terpana. Pantas saja Darren menyuruhnya, ternyata yang harus ia temui adalah laki-laki seperti ini. Kliennya berdiri di hadapan cermin seukuran tubuh. Drystan memasangkan kalung itu. Ia melingkarkan tangannya pada leher pria itu, bermaksud untuk membantu mengaitkan kalungnya. Sang klien terhenyak, menatap kilau safir di hadapannya. Ia mencengkram kedua lengan Drystan dan mendorongnya hingga terlentang di sofa. Drystan menyeringai samar, seperti yang ia duga. Mudah sekali menggoda seorang pria meski dirinya sendiri laki-laki. Sebelum pria itu sempat untuk menjamah tubuhnya, Drystan menghujam lehernya dengan satu gerakan. Jarum itu tepat menusuk titik lemah di lehernya yang membuat pria itu bahkan tak sadar kalau nyawanya baru saja direnggut dari tubuhnya. “Done.” Drystan menarik kalung yang melingkar pada leher kliennya dan kembali memasukkannya pada kotak. Jarum yang ia pakai untuk membunuh pria malang itu sudah kembali ia selipkan pada jaketnya. Drystan duduk di seberang kursi, bernapas lega. “Sayang sekali kau belum sempat menyentuhku.” Katanya main-main. Ya lagipula ia tidak mau disentuh olehnya, Drystan hanya sekadar bergurau. Setelah merapikan diri dan melakukan sedikit pembersihan agar tak ada jejaknya yang tertinggal di kamar dan tubuh pria yang baru saja mati akibat ulahnya, Drystan meraih tas selempangnya dan berjalan meninggalkan ruangan. Ѡ Jalanan di malam hari selalu ramai, seolah tidak benar-benar ada waktu untuk istirahat. Drystan merasa lelah dan ingin segera tidur. Sebenarnya, ada ruangan khusus yang disediakan di bar untuknya—soalnya memang Red Hand itu milik Kakaknya, Darren Levin. Tentu kepemilikan bar itu sangat menguntungkan untuk pekerjaan seperti ini. Drystan sudah menghabiskan waktu setidaknya satu jam hanya untuk berjalan seorang diri. Beberapa lagu pop mengalun di earphone yang sejak tadi ia pakai. Melodi yang cukup menyenangkan untuk sedikit menghilangkan penat. Paling tidak, mood Drystan sudah lebih baik karena tugasnya sudah selesai. Terlalu lama menunggu membuatnya kesal bukan main. Drystan menghela napas, mendadak ia ingat dengan wajah Darren. Pria itu pasti akan memarahinya karena berkeliaran sembarangan usai membunuh target. Terlalu terbiasa dengan hidup bebas membuat Drystan tidak suka diatur-atur. Kakaknya yang rigid itu agak menyebalkan kalau membicarakan soal aturan. Kaku, seperti wajahnya yang tak pernah tersenyum. Mata Drystan kemudian tertuju pada bar sederhana di ujung jalan. Cahayanya agak redup, benar-benar anomali dari Red Hand yang terang dan penuh hingar-bingar. Cukup aneh melihat ada bar kecil yang berdiri di ujung jalan di antara kafe-kafe eksklusif dan tentu saja bar mewah Red Hand. Karena merasa bosan dan malas juga menuruti omongan Kakaknya, Drystan segera masuk ke bar tersebut. Kedua bola mata Drystan bergulir, meneliti isi bar yang benar-benar berbeda dengan milik Kakaknya. Desainnya sederhana, lebih mirip seperti tempat nongkrong melepas penat daripada area bersenang-senang penuh keramaian. Tapi ini jauh lebih tenang. Drystan menarik earphone miliknya dan menyelipkannya pada saku celana. Ada papan menu seperti kedai kopi biasa, namun di belakang meja bar berderet botol-botol minuman beralkohol dengan berbagai macam jenis. Bola mata Drystan melebar, menyadari bahwa koleksi minuman beralkohol di bar kecil ini juga lumayan banyak. Bahkan, beberapa sampanye terkenal seperti Bollinger, Krug, dan Dom Perignon. Sudut bibir Drystan tertarik, membentuk senyum tipis dari balik maskernya. Puas sekali menemukan tempat yang cukup tenang untuk beristirahat dan kabur dari omelan Kakaknya. Drystan memutuskan untuk duduk di salah satu kursi di meja bar. Melirik pengunjung sebentar, Drystan akhirnya menurunkan maskernya. Beberapa polisi dengan jabatan tinggi pasti mengenalinya, tapi warga sipil umum tak akan tahu dengan wajahnya, jadi Drystan kira tak masalah membuka masker. Lagipula bar yang ia kunjungi cukup tenang dan hanya ada beberapa pengunjung saja. “Tenang sekali di sini.” Kedua kelopak mata Drystan menyipit seiring dengan senyum yang ia sunggingkan. “Biasanya ramai saat jam-jam istirahat bekerja.” Drystan mengangguk-angguk. Ia masih cukup kagum dengan suasana tenang di tempat itu. “Ada yang kau inginkan, Tuan?” Drystan mengangguk. Ia menunjuk botol Dom Perignon yang ada di ujung rak. “Itu.” “Baik.” Beberapa saat menunggu dan Drystan terus-terusan memperhatikan desain bar yang ia kunjungi. Bertahun-tahun ia berkeliaran di sekitar sini dan ia baru sekarang mengetahui keberadaan bar setenang ini? Drystan menghela napas, seandainya ia tahu lebih cepat. “Silahkan minumannya.” Bartender itu menyuguhkan pesanan Drystan tepat dihadapannya. Drystan asyik menyesap minumannya sembari sekali lagi memperhatikan bar ini. Ia terpikir mungkin Darren bisa membuat yang seperti ini untuknya? Sebuah gelengan lolos, mana mungkin Darren yang itu mau membuat bar mungil seperti ini. “Jagermeister, please.” “Coming.” Drystan melirik, seorang pria berpakaian setelan rapi duduk di sampingnya. Mata Drystan sedikit melebar ketika ia melihat sebatang pistol terselip di pinggang pria itu dan ia buru-buru menaikkan sedikit maskernya. “Silahkan, Mr. Hoover.” Pria yang dipanggil Mr. Hoover itu fokus meneguk liqueur di gelasnya. Drystan mulai merasa tak nyaman manakala pria itu beberapa kali meliriknya. Bukan pertama kalinya Drystan mendapati lirikan curiga. Melihat seorang pria dengan setelan rapi sambil membawa-bawa pistol cukup membuatnya tak nyaman. Bagaimana pun, ia baru saja membunuh. “Hm?” Drystan bergerak gelisah ketika pria itu benar-benar fokus menatapnya. Kerutan samar tercipta di dahi. “Sepertinya wajahmu tak asing.” Drystan terperanjat, ia memaksakan senyum. “Sorry, ini pertama kalinya aku kemari.” Pria itu masih nampak penasaran. Ia meraih tasnya dan membuka beberapa map dokumen. Drystan ingin sekali keluar dari sini, menyelamatkan diri rasaya lebih baik daripada nanti Kakaknya mengomel karena kecerobohannya. “Drystan Levin.” Deg Drystan melebarkan matanya. Patah-patah ia menoleh. “Sorry?” “Selamat malam, Tuan-selalu-lolos-setiap-kali-dikejar.” Drystan memaksakan senyum, kilau safirnya berkilat. Bagus, sepertinya ia dalam bahaya. Bartender di hadapannya memandang mereka bingung. Drystan nyaris mengeluarkan pistolnya juga sembari melirik apa yang akan dilakukan pria di hadapannya. “Edward Hoover, senang sekali bertemu dengan berlian incaran para penegak hukum.” Sebuah seringai terpasang, dan uluran tangan menggantung di hadapannya. Drystan memaksakan senyum lebar hingga matanya menyipit. Satu… dua… tiga… segera Drystan mengambil langkah seribu. Edward Hoover hanya diam tak mengejarnya, atau memang tak mau? Di pintu bar, Drystan melambai ringan. “Sampai jumpa kapan-kapan, Mr. Penegak Hukum.” Serunya keras disertai cengiran senang. Beberapa pengunjung menatapnya. Edward Hoover terkekeh. “Benar, kita akan bertemu lagi, targetku.” Ѡ

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LAUT DALAM 21+

read
290.0K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
928.9K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
308.4K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
571.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook