bc

BLANC

book_age0+
2.0K
FOLLOW
18.3K
READ
revenge
possessive
escape while being pregnant
love after marriage
fated
pregnant
drama
tragedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

SPIN OFF Just U

Ketika Naura diangkat oleh Theresia dan Philip, dia pikir itu adalah karena keduanya merasa kesepian karena putra satu-satunya mereka memilih tinggal di Jerman. Naura terlalu naif dan polos untuk mempercayai apapun yang terjadi dalam hidupnya dalah sebuah kebetulan dan takdir. Hingga ketika kebenaran terungkap, dia tidak bisa membedakan yang terjadi antara dia dengan Ravael apakah sebuah sebuah susunan rencana atau sebuah takdir.

Sampai akhirnya dia membuat keputusan yang salah. Kesalahan yang akan disesalinya seumur hidupnya.

chap-preview
Free preview
BLANC 1
“Besok Naura bisakan pulang lebih awal dari kampus?" Pertanyaan dari Theresia membuat Naura yang tadinya sibuk dengan irisan sayurnya berhenti sesaat sambil menghadapkan tubuhnya pada Theresia. "Tentu saja bisa tante, kenapa tidak? Memangnya tante mau aku pulang jam berapa?" Jawab Naura pada Theresia dengan tambahan petanyaan. "Eum sekitar jam 3 sore." Balas Theresia setelah terlihat mengingat-ingat sesuatu. "Bisakan kalau tante jemput kamu dari kampus jam segitu?" Naura tersenyum lebar, kemudian dia mengangguk. "Iya tan, nggak apa-apa kok. Toh Naura udah habis jam kuliahnya jam segitu." "Bagus deh kalau begitu, itu artinya tante nggak ngeganggu kuliah kamu hanya demi ngejemput Ael." Wajah tersenyum Naura sontak berubah menjadi wajah kebingungan yang tidak begitu kentara. Tapi sepertinya hal itu tetap disadari oleh Theresia, makanya wanita yang mengangkatnya sebagai salah satu bagian dari keluarga Utama itu menjelaskan maksudnya. "Ael yang tante maksud itu Ravael, anak satu-satunya tante yang kuliah di Jerman ituloh." Kepala Naura mengangguk. "Tapi kenapa kak Ael pulang tante? Bukannya bulan lalu tante sama om Philip baru dari Jerman buat ketemu dia?" "Ohhh... waktu itu tante ama om ke Jerman buat menghadiri kelulusan dia. Nah karena tante nggak tahan jauh-jauh dari dia, tante minta dia pulang ke Indonesia. Soal pendidikan keahlian anak itu, kami minta dia lanjutkan di Indonesia saja." Jelas Theresia sambil tersenyum bahagia. Naura bisa memaklumi itu, mengingat bagaimana orang yang diceritakan oleh Theresia tadi adalah anak satu-satunya yang dilimiliki oleh Theresia dan Philip. "Memangnya kak Ael mau tante? Bukannya kata tante dulu kak Ael pengen banget menyelesaikan semua pendidikan kedokterannya di Jerman?" Naura bertanya karena dia ingat cerita Theresia dulu, saat pertama kali dia dibawa Philip dan Theresia ke rumah ini. "Awalnya sih nggak mau, tapi tante maksa. Udah cukup deh 6 tahun ini tante harus jauhan sama dia. Nggak sanggup tante kalau harus jauhan lagi sama Ael." Naura tersenyum tipis, benar-benar mengerti dengan keluhan yang dikatakan oleh Theresia karena dia tau betapa tidak enaknya merindu. "Ih... Tante benar-benar nggak menyangka deh udah 6 tahun aja Ael tinggal di Jerman, itu artinya kamu udah 5 tahun juga ya tinggal sama om dan tante." Lagi-lagi Naura tersenyum. Tangannya yang awalnya sudah berhenti bekerja, kini kembali sibuk dengan sayuran mentah dihadapannya. "Iya tan, udah 5 tahun." Jawabnya pelan, lalu tanpa sadar kembali mengingat-ingat tentang masa kecilnya. Umur Naura 7 tahun saat itu, saat dimana dia kehilangan kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan. Naura merasa dunianya hancur saat itu karena dia tidak punya siapa-siapa lagi setelah kepergian mama papanya. Itulah kenapa akhirnya dia berakhir di panti asuhan sebelum akhirnya Theresia dan Philip mengangkatnya. Bukan sebagai anak, tapi tetap sebagai bagian dari keluarga Utama karena Naura sendiri yang mengajukan permintaan ini. Makanya, Naura tidak memanggil Theresia dan Philip mama dan papa, tapi om dan tante. Bicara soal Ael atau Ravael, Naura sama sekali tidak tau tentang anak satu-satunya Theresia dan Philip ini. Karena saat dia pindah ke kediaman keluarga Utama, Ael sudah pergi dan tinggal di Jerman untuk kuliah kedokteran. Ravael juga tidak pernah pulang ke Indonesia, selalu Theresia atau Philip yang datang kesana untuk menjenguk pria itu. Bukan karena Ravael tidak mau pulang, tapi karena disana Ravael harus menjaga nenek dari pihak papanya. Akhir tahun lalu nenek Ravael baru meninggal, mungkin itu jugalah alasannya kenapa Ael akhirnya mau diminta untuk kembali ke Indonesia. Hanya sebatas itu saja yang Naura tau tentang Ravael, jadi jangan heran kalau Naura masih sedikit gamang dengan keturunan satu-satunya keluarga Utama ini. "Oh iya Ra, bagaimana dengan kampus barumu? Apakah menyenangkan? Kamu sudah punya teman disana?" Theresia kembali bertanya, membuat pikiran Naura yang tadinya melayang kemana-mana kembali keasalnya. "Belum begitu bisa adaptasi sih tante, tapi kampusnya enak kok, dosennya juga baik-baik. Soal teman, Naura belom punya banyak teman disana, hanya ada 3 orang saja." "Kalau pacar?" Tanya Theresia dengan wajah dan suara menggoda. Kepala Naura menggeleng cepat, wajahnya memerah. "Naura nggak punya pacar tante." "Hehehe..." Theresia terkekeh, geli dengan reaksi berlebihan dari Naura. "Kalau orang yang disukai bagaimana?" Wajah Naura semakin merona, dia semakin salah tingkah sehingga dia tidak sengaja mengiris tangannya. "Auhhh..." katanya meringis, langsung menghisap jarinya yang teriris. Theresia terkejut, dengan cepat dia mengambil obat merah dan juga handsaplast. "Aduh Ra, maaf ya. Gara-gara tante kamu terluka begini." Ucap Theresia benar-benar terlihat menyesal. Melihat itu tentu Naura tidak nyaman karena dialah yang salah disini, dia tidak hati-hati ketika mengiris bawang merah tadi. "Nggak papa kok tante, ini salah Naura karena nggak hati-hati. Lagian ini hanya luka kecil, sebentar langsung sembuh kok." Menghembuskan napasnya, Thersesia melihat Naura dengan wajah yang masih terlihat merasa bersalah. "Ya udah kalau begitu kamu obati luka kamu ini dulu. Soal masaknya, biar tante sama bi Rina yang menyelesaikannya." "Tapi tante..." "Dengarin tante Ra, kamu lakuin apa yang tante minta, Nanti kalau luka kamu nggak segera diobatin, takutnya infeksi." Kali ini Theresia bicara dengan serius dan itu artinya Naura harus menurutinya. Sambil mengobati lukanya, Naura menyesali kebodohannya karena bisa-bisanya dia panik tadi hanya karena pertanyaan bercandaan dari Theresia. Padahal dia sendiri tau kalau tante angkatnya itu pasti bercanda tadi ketika bertanya padanya. Tidak mungkin Theresia tau tentang perasaannya itu karena dia tidak pernah mengatakannya pada siapapun sebelumnya. Ya, perasaannya pada David hanya dia saja yang tau tentang itu karena dia masih cukup sadar diri siapa David dan siapa dirinya. Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah cocok karena David adalah putra dari keluarga berada. Sedangkan dia hanyalah seorang anak yatim piatu yang dulunya tinggal di panti asuhan, sebelum akhirnya Theresia dan Philip mengangkatnya. Lagipula sejak awal dia menyukai David, Naura tidak berniat memberitahukan perasaannya pada pria itu. Dia hanya ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri selamanya karena Naura tidak yakin kalau David mengenalnya.  BLANC Melakukan hal yang sama dengan Theresia, Naura memegang sebuah kertas besar yang bertuliskan nama Ravel. Menurut tante angkatnya itu, dia sengaja menyiapkan ini agar putranya itu bisa langsung menemukan mereka. Padahal menurutnya sendiri, itu tidak perlu karena orang yang menunggu di pintu kedatangan tidak begitu banyak. Naura tidak malu melakukannya hal itu, meski banyak yang menatap mereka dengan pandangan mencemooh. Dia justru senang melakukannya untuk Theresia karena dia memang selalu menyukai cara tantenya itu menunjukkan rasa sayangnya pada Ravael. Walau cara menunjukkannya terkesan berlebihan tapi Naura bisa melihat ketulusan disetiap apa yang dilakukan Theresia untuk putra tunggal keluarga Utama tersebut. "RAVAEL...!!!" Seruan tiba-tiba dari Theresia membuat Naura mengarahkan matanya ke arah tantenya itu sebelum kemudian dia ikut melihat ke arah yang sama dengan sang tante angkat. Dan saat itu, Naura tidak tau apa yang terjadi padanya karena tiba-tiba saja dia merasa ada yang salah dengan dirinya. Makanya dia hanya berdiri mematung seperti orang bodoh ketika melihat sosok nyata dari Ravael. Sungguh sejak awal dia sudah tau kalau Ravael sangat tampan. Selain karena Theresia dan Philip mempunyai wajah yang terbilang cantik dan tampan, Naura juga pernah melihat foto kakak angkat tidak langsungnya itu. Hanya saja Naura tidak menyangka kalau Ravael yang nyata akan membuatnya sampai begini. "Ra, Naura..." Panggilan dari Theresia, mengembalikan indera Naura sehingga dia bisa menguasai kembali dirinya. "Eum yah tante," jawabnya sambil tersenyum untuk menyamarkan rasa malunya karena sudah ketahuan terkagum-kagum dengan sosok Ravael. "Kenalin ini Ravael," kata Theresia dengan senyum lebar. Senyum yang menunjukkan betapa bahagianya dia saat ini karena putra kesayangannya akhirnya mau pulang dan menatap di Indonesia. Mengalihkan tatapannya dari Naura, Theresia kini melihat Ravael dan katanya lagi, "Ael kenalin, ini Naura." "Oh..." Terlihat datar dan tenang, Ravael menatap Naura sambil mengulurkan tangannya. Lalu, "Ravael." Katanya lagi mengucapkan namanya untuk memperkenalkan dirinya. Meski tidak ada senyuman di wajah Ravael, Naura menyambut tangan pria itu dan menyalamnya sambil menyebutkan namanya. "Naura kak..." balasnya canggung karena dia merasa ada sesuatu yang aneh pada dadanya ketika berjabat dengan tangan dingin Ravel. Itulah kenapa dia segera menarik tangannya ketika dia merasa kakak angkatnya itu sudah melepaskan genggamannya. Matanyapun segera Naura alihkan pada Theresia karena dia merasa tidak akan sanggup berhadapan dengan tatapan Ravael. Bola mata biru gelap kakak angkatnya itu benar-benar sanggup membuat Naura merasa terintimidasi hanya dengan melihatnya. "Ael udah makan belom?" Entah sadar dengan rasa canggung yang Naura rasakan atau karena memang sudah merencanakannya dari awal, Theresia akhirnya membuka suaranya. "Kalau belom, biar kita makan di luar dulu sebebelum pulang." Tawar Theresia. "Nggak usah deh ma, kita makan di rumah aja biar bisa bareng papa." Jawab Ravael setelah melihat jam tangannya "Ael juga capek, mau langsung istirahat." Lanjutnya sambil mengangkat koper besar miliknya. Theresia mengangguk, lalu merangkul lengan Ravael dan berkata, "Baiklah kalau kamu maunya begitu." Melihat itu Naura tersenyum. Dia memang sangat menyukai interaksi ibu dan anak itu karena sedingin apapun sikap Ravael yang dia tangkap, pria itu tetap hangat kepada mamanya. Buktinya Ravael tidak langsung berjalan tadi, dia seolah tau dan menunggu Theresia merangkul tangannya. Membiarkan keduanya berjalan duluan, Naura berjalan sedikit di belakang keduanya karena merasa dia akan mengganggu kalau berjalan sejajar dengan Theresia dan Ravael. Kalau boleh jujur sebenarnya Naura merasa sedikit iri dengan Ravael karena apa yang didapatkan kakak angkatnya itu tidak akan pernah dia dapatkan lagi. Kedua orang tuanya telah meninggal, jadi tidak mungkin dia mendapat perhatian dan rasa sayang yang seperti Ravael dapatkan dari Theresia. "Naura... Naura..." Naura langsung kembali dari alam pikirannya ketika dia mendengar Theresia memanggilnya. "Eum oh, iya tante kenapa?" Jawab Naura kebingungan. Dilihatnya Theresia dan Ravael bergantian untuk mendapatkan jawaban kenapa dia dipanggil. Tapi tentu saja dia tidak mendapatkan jawabannya dari Ravael karena pria itu hanya menatapnya biasa tanpa emosi apapun. Mengalihkan tatapannya pada Theresia, dia mendapati tantenya mengulurkan tangan padanya dan katanya, "Kamu ngapain di belakang? Sini jalannya samaan sama kita." Sesaat Naura tertegun, dia sedikit tidak menyangka karena dia pikir Theresia akan sedikit melupakannya karena keberadaan Ravael. Tapi ternyata tidak, tantenya itu tetap mengingat keberadaannya disana. Tersenyum Naura kemudian mengambil tangan Theresia dan menggenggamnya. "Maaf tante, tadi aku melamun." Ujarnya memberi alasan yang untungnya langsung diterima tantenya begitu saja tanpa bertanya lagi. Sepanjang perjalanan pembicaraan dalam mobil di d******i oleh Theresia karena Ravael memilih untuk tidur, sedangkan Naura dan pak Tono, sopir keluarga Utama menjadi pendengar. Pendengar yang sekali-kali jawaban jika ditanya dan memberi tanggapan kalau perlu. Semua cerita Theresia itu didengarkan Naura dengan baik. Selain karena menghormati tantenya itu, dia juga tertarik dengan cerita Theresia soal Ravael yang belum pernah dengar sebelumnya. Contohnya soal Ravael yang hanya punya dua teman dekat sejak SD sampai kuliah, terus Ravael yang tidak suka ruang privasinya dimasuki orang lain. Lalu tentang Ravael yang ternyata masuk dalam kategori genius karena memiliki IQ yang ternyata diatas orang normal. "Tapi tante nggak senang tau dia punya IQ segitu." Ucap Theresia dengan wajah masam yang menunjukkan kalau dia serius dengan perkataannya. "Karena dari buku yang tante baca orang yang punya IQ tinggi itu cenderung susah bergaul dan mengekspresikan perasaan mereka." Lanjut Theresia lalu melemparkan tatapannya pada Ravael. Begitupun Naura, dia juga melihat ke Ravael yang hanya tampak dari belakang saja karena Ravael berada di sebelah pak Tono. "Jadi Ra, nanti kalau kamu merasa tidak nyaman dan benci karena sikap dingin Ravael tante harap kamu jangan tersinggung atau salah menaggapi ya." Ternyata omongan Theresia tadi masih berlanjut. Memberikan senyum lebar, Naura lalu mengangguk. "Iya tante, Naura janji nggak akan merasa begitu." Jawabnya mudah tanpa beban karena tidak menyangka kalau Ravael itu tidak sesederhana yang diceritakan Theresia. BLANC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Satu Jam Saja

read
593.4K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.4K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook