Setelah perdebatan kecil dirumah akhirnya gue diizinin untuk kuliah di luar kota dengan syarat masuk asrama, gak ada ceritanya kost-kost an, kuliah dan masuk asrama atau tidak sama sekali, cuma itu pilihannya.
Setelah sepakat dengan keluarga gue, Mas Juna juga udah milihin gue asrama dan seminggu sebelum kuliah dimulai, gue dianterin keluarga gue untuk pindahan, cuma Mas Lana yang gak ada, Mas Lana masih diluar negeri lagi nyambung S2nya.
"Kamu baik-baik ya Dek, tar Kakak sering-sering deh ngajak Mas Juna buat jengukin Adek disini" ucap Kak Reina sembari memeluk erat pinggang gue.
"Iya Kak, Kakak juga harus nginep sama Adek disini, tar kita jalan-jalan" jawab gue sembari membalas pelukan Kak Reina.
"Jangan lupa shalat Dek, jaga diri baik-baik disini, inget satu lagi, hemat bukan berarti nahan laper, kabarin Mas kalau Adek butuh sesuatu" Mas Juna ngelus puncak kepala gue yang tertutupi jelbab tipis dan mencium kening gue sekilas.
"Iya Mas, maaf Adek selalu ngebuat Mas marah" cicit gue.
"Mas gak marah Dek, Mas cuma mau yang terbaik untuk Adeknya Mas, untuk Reina ataupun Adek sendiri, kalian berdua tanggung jawabnya Mas, ngingetin kalian tugasnya Mas" jelas Mas Juna yang gue angguki. Setelah pamitan dengan Mas Juna dan Kak Reina, gue beralih dengan Ayah dan Bunda, Ayah masih tersenyum hangat sedang Bunda selalu menundukkan wajahnya sebagai tanda ia bersedih.
"Maafin Adek ya Bunda, Bunda jangan sedih gini, Adek kan masih bisa sering pulang" ucap gue seraya membujuk Bunda, memang jarak antara asrama ke rumah gue cuma 3 jam kalau ditempuh dengan mobil, masih cukup dekat.
"Adek hati-hati disini, kuliah yang rajin biar cepet lulus, Bunda kesepian dirumah" dan Ayah hanya tersenyum memperhatikan gue dan Bunda.
"Iya Bunda"
"Sekolah yang rajin dan tepati janji Adek sama Ayah" ucap Ayah dan membawa gue dalam pelukannya, gue menggangguk pelan dalam pelukan Ayah. Gue melepaskan dekapan Ayah dan Ayah mencium kening gue singkat, "maafin Adek Bunda, maaf ngebuat Bunda sedih, Adek beneran minta maaf Bunda" gue melambaikan tangan menatap kepergian keluarga gue dan tanpa terasa air mata gue ngalir gitu aja, cengeng banget asli.
"Mau di bantu? Jangan sedih gitu, loe gak sendirian disini" gue menoleh dan mendapati seorang gadis yang sangat cantik, kutebak dia seusia gue.
"Uty, gue Uty, mau di bantu?" gue tersenyum dan mengusap pelan air mata gue "Aya" ucap gue sembari menjulurkan tangan terlebih dahulu. Uty menyambut uluran tangan gue dan membantu gue untuk membawa barang-barang gue masuk.
"Kamar kita bersebelahan, sering-sering main ke kamar ya Ay, tar gue kenalin sama teman sekamar gue yang lain, Icha" Uty menepuk pelan bahu gue dan berlalu keluar "makasih Ty".
Gue masuk dan mulai beberes diri, gue sebenernya juga punya teman sekamar, tapi berhubung teman sekamar gue lagi liburan jadi gue sendirian doang, setidaknya untuk sekarang.
"Pletukk" bunyi dentingan yang dari notifikasi handphone gue, gue menyampirkan handuk gue dan beralih meriksa notif yang masuk.
+26812629837** add you to keluarga besar asrama putri, gue men scroll makin kebawah dan kalimat terakhir yang gue baca adalah.
"Assalamualaikum Ukhty semua, hari ini kita semua kedatangan keluarga baru, ucapkan selamat datang untuk adik kita, Ayaka Hnayaaa, teruntuk adikku, selamat datang dan semoga bahagia, semoga Allah selalu melindungi kita semua, kakakmu, Alvira"
.
.
.
Seminggu setelahnya, gue mulai memasuki dunia perkuliahan, bak orang linglung, gue sama sekali gak tahu apapun disini, tarbiyah gedung A lantai tiga ruang lima, gue terus menghitung nomer di pintu masuk gedung yang sedang gue pijaki sekarang dan ini ruangnya. Gue mengucapkan salam pelan dan disambut dengan beberapa senyum dari wajah yang masih asing "Namanya siapa?" tanya gadis yang tanpa gue sadar udah duduk disamping gue sekarang. "Aya" jawab gue menyambut uluran tangannya.
"Gue Ara" balasnya "Ara?" tanya gue sedikit kurang yakin "nama gue Aradhia Fitri" ulangnya setelahnya tertawa kecil, cantik sekali.
Gue melewati kelas pertama dengan cukup berkesan, hari pertama kuliah tidak seburuk itu, setelah perkuliahan selesai gue sama Ara udah berencana untuk langsung pulang sampai satu suara mengintruksikan kami semua untuk balik duduk dikursi masing-masing.
"Assalamualikum, Maaf sebelumnya, berhubung ini hari pertama kita, alangkah lebih baik kalau kita semua saling berkenalan" ucap seorang mahasiswa yang sudah berdiri didepan kelas sekarang, sayup-sayup gue mulai mendengar kalau beberapa mahasiswi disini mulai membicarakan mahasiswa tersebut karena ketampanannya, ya mahasiswa yang berdiri di depan kelas sekarang memang cukup tampan sih.
"Perkenalkan nama saya Ghalih Ahmad Syarif, semoga kita semuanya bisa menjalin hubungan ukhuwah yang baik" dan lagi-lagi senyum para mahasiswi disini kembali mengembang.
"Adapun maksud saya berdiri di depan teman-teman semua sekarang adalah untuk membicarakan masalah komisaris untuk unit kita, untuk para teman-teman laki-laki apakah ada yang ingin mencalonkan diri, jika ada silakan maju kedepan" lanjutnya. Gue melihat ada dua orang mahasiswa yang ikut berdiri didepan, mereka mulai memperkenalkan diri, yang memakai baju koko abu-abu, tinggi, dan hitam manis bernama Amal Fitrah dan yang memakai kemeja kotak-kotak biru, tinggi dan putih bernama Fahri Ali.
"Kak Ghalih gak nyalonin?" tanya salah seorang mahasiswi dari barisan paling pojok sebelah kanan,
"Ra, kok Ghalih dipanggil Kak? Memang gak seumuran sama kita?" tanya gue mulai penasaran.
"Setahu gue Kak Ghalih memang lebih tua dari kita Ay, Kak Ghalih lulusan pasantren yang baru mulai kuliah tahun ini, katanya Kak Ghalih ustadz muda gitu loh Ay, anak yang punya pansantren pula" jelas Ara yang ngebuat gue cuma bisa manggut-manggut kepala, lulusan pasantren sama ustadz toh ternyata.
"Kenapa Ay? Ganteng ya?" tanya Ara mulai ngegodain, Ahhh baru sehari kuliah saja udah di godain kaya gini.
"Ganteng sih, tapi gue udah punya pacar, he" jawab gue sedikit bangga, sekilas Ara malah keliatan kaget mendengar penuturan gue, tapi ya memang itu kenyataannya.
"Pacar kamu kuliah disini juga Ay?" tanya Ara balik. "Enggak, dia kuliah di kampus daerah" jawab gue datar, lagian gue lagi gak mau ngebahas pacar, gue sama Kak Ardit lagi berantem, kita berdua berantem cuma gara-gara gue lebih milih kuliah dikota bukan malah masuk dikampus yang sama dianya.
"Jadi kita mau milih siapa?" tanya Ara sambil menyerahkan selembar kertas kecil untuk gue, lah memang calonnya siapa aja?
"Kamu milih siapa Ra?"
"Aku kayanya milih Kak Ghalih deh, memang sih Amal juga keliatan pemuda sholeh tapi kalau untuk umur bukannya kak Ghalih lebih tua? Ngehormatin yang tua ajalah" gue malah tersenyum tipis dengan pilihan Ara.
"Kok senyum gitu Ay?" tanya Ara heran memperhatikan gue, gue mencubit pipi Ara pelan untuk menggodanya, "kamu milih bukan karena mau modus kan Ra?" tanya gue sambil mengedipkan mata.
"Gaklah, ngapain modus, bukan muhrim, sini gue isiin punya loe, milih Kak Ghalih juga ya" maksa ni ceritanya? Dan lagi-lagi gue hanya bisa tersenyum dengan teman baru gue ini, lucu banget.
"Baiklah teman-teman, terimaksih untuk waktunya hari ini, semoga ilmu kita berkah dan hati-hati dijalan" Kak Ghalih balik duduk bareng temannya dan gue juga pamit sama Ara untuk pulang.
"Nanti gue chat ya Ay?" gue mengiyakan dan melihat Ara mulai melambaikan tangan dari mobil yang ditumpanginya, gue sendiri juga beralih jalan ke parkiran untuk ngambil motor.
"Pletukkkk" gue merogoh tas yang gue pake sekarang dan membuka notif yang barusan masuk.
From Kak Ardit
Apa setelah kuliah dikota kamu melupakan Kakak?