bc

(Bukan) Perawan

book_age18+
2.0K
FOLLOW
17.1K
READ
escape while being pregnant
friends to lovers
mate
badgirl
sensitive
drama
office/work place
friendship
lonely
friends
like
intro-logo
Blurb

Claire mendekap tubuh kecilnya dengan kedua tangan, gadis berusia sepuluh tahun itu duduk di sudut ruangan yang gelap di sisi ranjang. Claire terisak, ia bahkan tidak berani mengangkat kepala.

Di sana, di atas ranjang seorang pria muda berusia tiga puluh tahun tengah terbaring letih dengan d**a terbuka, seorang pria yang biasa ia sebut paman.

Pria itu mendengus kesal mendengar Claire yang terus saja menangis, sebuah kenikmatan bejad baru saja menjalar dari tubuhnya. Beberapa menit yang lalu ia menodai gadis itu, gadis yang seharusnya ia jaga seperti putrinya sendiri. Gadis yang begitu suci dan polos, bahkan payudaranya-pun belum tumbuh. Claire memang ditakdirkan lahir dengan wajah yang cantik, kulit putih lembut dan rambut panjang hitam yang indah, tapi salahkah ia jika kelahirannya mengundang nafsu bejad pamannya sendiri, adik kandung dari ayahnya itu.

Joe beranjak dari tempat tidurnya, menatap Claire yang sekarang juga menatapnya takut, pria itu kemudian membelai rambut Claire yang berantakan, membenahi bajunya dan membantunya berdiri, ia membawa Claire ke dalam pelukannya, memeluk erat tubuh kecil yang gemetar dan merintih kesakitan. Joe mendekatnya bibirnya ke telinga Claire dan berbisik, “Kau tidak boleh memberitahu siapapun tentang ini, ini rahasia kita berdua, kau mengerti?”

Claire diam, ia tidak berani membuka suara, yang ia inginkan hanyalah pulang, pulang ke rumah dan tidak akan kembali lagi. Claire tidak akan menginap di rumah pamannya lagi sekalipun bibi Sarah memintanya tinggal. Claire tidak akan pernah mau.

Satu kali sudah cukup membuat Claire berbeda. Ia kehilangan masa itu, ia tumbuh tanpa rasa percaya terhadap siapapun. Ia membenci laki-laki, kalaupun ia mau itu hanya sebatas permainan. Claire tidak tahu rasanya mencintai dan dicintai karena baginya semua pria adalah pamannya. Claire hanya menginginkan kebebasan dan membawa rahasia itu sampai mati, demi istri pamannya. Wanita yang ditakdirkan tidak pernah memiliki keturunan.

chap-preview
Free preview
part 1,2,3,4
Satu Claire meliukkan tubuhnya mengikuti hentakan musik yang menggema, ia tidak peduli ketika para pria dengan sengaja menyentuh tubuh rampingnya itu. Gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja menyelesaikan masa SMU-nya dengan terpaksa, begitu menikmati dentumam lagu yang memekakkan telinga. Di sela jarinya terselip benda berasap yang berulang kali ia hisap tanpa ragu, menguar dari bibir indah yang terpulas lipstik warna cokelat gelap. Ketika Claire sedang larut dengan dirinya sendiri, seseorang mengusap tubuhnya dengan lancang, tubuh yang hanya terbalut t-shirt pendek dan celana Jeans di atas paha. Pria itu mengusap perut Claire yang ramping, hampir saja menyentuh p******a-nya yang membulat kalau saja ia tidak segera mundur. Claire menatap pria itu, pria yang sekarang tersenyum lebar penuh kepuasaan. Dan dalam hitungan detik, tangan lembut Claire sudah berada di pipi pria tersebut dan meninggalkan rona merah di sana. "Hey, kau menamparku!" teriak pria bertubuh gempal dengan mata terbuka lebar dan siap membalas perbuatan Claire. Ketika tangan pria itu terangkat hendak memukul Claire, seorang pria muda berhasil menahan lengan pria bertubuh gempal dan mendorongnya hingga jatuh, " jangan sentuh kekasihku." pria itu berbicara dengan nada tenang, namun cukup untuk membuat si pria gempal berbalik dan keluar dari gedung diskotik itu. Pria muda berdarah perancis dengan mata biru itu menatap cemas ke arah Claire yang terlihat begitu mengenaskan. Wajah cantik gadis itu memerah, jelas terlihat amarah sudah berada di puncak kepalanya, namun Claire tetap saja tersenyum, berbalik dan meninggalkan Luc, si pria bermata biru itu. "Hei, Claire..." Luc mengikuti Claire yang berjalan menuju bar dengan acuh, gadis itu duduk di kursi tinggi dan meneguk sisa minuman-nya tadi, "berikan satu gelas lagi," pintanya kepada Luc. Pria itu berjalan ke belakang meja bar dan memberikan apa yang Claire minta. "Kau tidak ingin pulang?" tanya Luc sembari membersihkan meja bar. "Siapa aku? Dan siapa peduli, berikan lagi satu gelas." Claire menyodorkan gelas kosongnya. "Sudahlah, kau mulai mabuk. Jangan buat dirimu menderita." Luc Menyingkirkan gelas kosong Claire. "Apa kau mencintaiku, Luc? Aku dengar tadi, kau sebut aku kekasihmu." Claire tertawa, membayangkan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Luc menyeringai kecil menanggapi lelucon itu, "aku kekasih sahabatmu, Claire." Claire mengibaskan tangannya kesal, "dia akan memberikan apapun yang kuminta." "Aku bukan barang, aku mencintainya." Luc menegakkan tubuhnya, tersenyum kecil terhadap celoteh gadis di hadapannya. Claire hanya tersenyum menanggapi ucapan Luc, gadis itu menatap punggung Luc yang tegap, pria itu kembali menuang minuman ke dalam gelas-gelas kosong yang langsung berpindah tangan ke penikmat musik penuh energi. "Kau harus selalu bersamanya, Luc." teriak Claire yang kemudian menyambar satu gelas minuman dengan sebongkah es. Meneguknya hingga habis dan tertidur begitu saja di meja bar. ............… "Luc, apa yang terjadi?" Caress membuka pintu rumahnya dengan mata menyipit. Waktu menunjuk pukul dua dini hari. Luc bersama Claire, dan gadis itu bergelayut di lengan Luc yang memeluk pinggangnya. "Maafkan aku, sayang. Claire mabuk di tempatku bekerja dan aku hanya bisa membawanya ke sini." "Biar aku saja yang membawanya, kau bisa pergi." Caress meraih Claire, dengan tergopoh membawa gadis itu masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa dengan kasar. Caress menatap nanar sahabat kecilnya itu, apa yang ia rencanakan sekarang? "Caress, kau butuh bantuanku?" tanya Luc yang masih berada di luar. Caress berjalan menghampiri pintu, dengan senyum terpaksa ia-pun menggeleng, "tidak, kau pergilah. Dia aman di sini." Tanpa menunggu jawaban, Caress menutup pintu dan Luc terdiam di balik pintu itu. ... Dua Claire terbaring di sofa, perutnya yang ramping terpapar dengan jelas, rambut ikal panjang kecoklatan terurai acak, dan tubuhnya menguarkan aroma alkohol nan pekat. Caress menatap gadis itu, usia mereka hanya terpaut satu tahun, namun Caress berbeda, dia gadis yang hidup di dalam aturan. Keluarganya selalu memantau ke manapun Caress pergi, apa yang gadis itu lakukan, dan dengan siapa ia bergaul - itu yang mereka sebut cinta. Sekalipun sekarang Caress memilih untuk tinggal sendiri di usianya yang kesembilan belas, ponselnya tidak pernah berhenti berdering. Ibunya berkunjung setiap akhir pekan, membawa semua barang yang ia anggap penting untuk putrinya. Semua itu karena mereka sangat mencintai Caress. Caress menghela napas panjang, mengamati Claire yang begitu pulas, gadis itu begitu bebas. Ia bahkan tak lagi pulang ke rumahnya sejak lulus SMU, hidup berkelana di malam hari, menyanyi dan menari di cafe untuk beberapa dollar. Ia bahkan tak memiliki tempat tinggal yang tetap. Claire mengeliat, mengusap wajah cantiknya dengan telapak tangan. Matanya perlahan terbuka dan samar, mulai melihat Caress yang berdiri menatapnya. Gadis malam itu tersenyum, mencoba duduk dengan tubuhnya yang belum sepenuhnya sadar. "Hei," sapa Claire dengan senyum kecil di bibir. "Sampai kapan, Claire?" Caress mengernyit. Terlihat kekuatiran di dalam tatapannya. Claire terkekeh mendengar pertanyaan sahabatnya itu, "berapa tahun kau mengenalku, Caress? Kau yang paling tahu aku. Aku sangat mencintaimu melebihi siapapun." Claire menarik Caress ke dalam pelukannya, "maukah memandikanku lagi?" Claire berbisik. "Kau bukan anak kecil lagi, bersihkan dirimu, kau bau sekali." Caress mendorong perlahan tubuh Claire yang bergayut manja. Gadis itu terkekeh dan meraih handuk yang dilipat di atas tumpukan baju. "Pakai baju yang pantas, hari ini ibuku datang." Caress berteriak. Gadis itu kembali sibuk dengan tumpukan baju yang belum dilipat. "Pinjamkan aku bra-mu. Aku belum mencuci bra-ku kemarin." Claire keluar dari kamar mandi dengan rambut basah yang digulung handuk, ia tidak menutupi tubuhnya, hanya menggunakan jeans selutut yang sobek di berbagai tempat. "Kau sudah gila, ya! Pakai handukmu!" teriak Caress sambil melempar bra miliknya. Claire terkekeh dan mendekap bra yang berukuran lebih besar dari miliknya, "kau biasa melihat, kan? Handukku cuma satu dan itu untuk kepalaku." "Dasar, bocah!" Caress menggelengkan kepalanya, tak mengerti dengan sikap acuh sahabatnya itu. "Waoooo, kulkasmu penuh makanan, ibumu sangat mencintaimu, ya." "Makan semua yang kau mau. Dia akan membawa lebih banyak lagi." Caress menuang teh dan memberikan segelas untuk Claire. Kedua gadis itu duduk di meja bundar. "Seandainya ibuku seperti ibumu, mungkin aku akan menjadi Claire yang berbeda." "Di mana dia sekarang?" tanya Caress dengan mata lurus menatap Claire. Claire mengangkat bahu, "entahlah, terakhir bertemu dia sudah menikah lagi, aku harus membayar biaya pendidikanku sendiri. Wanita itu tidak pantas hidup di bumi ini. Dia bahkan meninggalkan bekas luka di tubuhku." Claire mengusap bekas luka di lengannya, luka karena pukulan yang sering ia terima ketika usianya masih kanak-kanak, kehadiran Claire merupakan bencana bagi ibunya. Claire tidak pernah dicintai, ia tidak pernah mengenal ayahnya. Mungkin mereka tidak pernah menikah sehingga kelahiran Claire merupakan aib bagi ibunya. "Kalau begitu, lupakan saja dia. Kau jangan pernah mencarinya, ya." tegas Caress sembari menyuapkan sepotong roti untuk Claire. "Tidak akan. Aku tidak memiliki ibu. Aku hanya memilikimu." Claire mencubit gemas pipi Caress. Dan mereka tertawa, sesekali saling menyuapi bahkan melempar roti. Tiga "Hai, Claire, kau di sini?" wanita berusia empat puluh tahun itu meletakkan beberapa barang di meja. Penampilan fisiknya masih terlihat segar, tak kalah cantik dengan dua gadis yang menatapnya penuh simpati. Claire mengangguk, dengan cekatan membantu wanita itu menata barang bawaannya dan menyimpan beberapa makanan di lemari es. "Kau tinggal di mana sekarang, Claire? Ibu dengar kau tidak pernah pulang ke rumah lagi. Ibumu pasti cemas. Kau lihat, kan, ibu sangat mencemaskan Caress. Kenapa gadis ini tidak mau tinggal bersama kami." "Bu," Caress menarik ibunya perlahan dan menuntunnya duduk di sofa, "ibu mau segelas teh?" "Oh, tentu, sayang. Ibu akan memanaskan makanan dulu, ibu memasak makanan kesukaanmu." "Caress, aku harus pergi." Claire tersenyum dan berniat mengambil jaketnya tapi Caress menahan lengan Claire, memberi isyarat untuk tetap tinggal. "Kau mau ke mana, Claire? Makanlah bersama kami. Kau kurus sekali, ibu juga mencemaskanmu." Yuna, ibu Caress berteriak dari dapur. Caress tersenyum, "kau dengar itu, Claire. Sejak mengenalmu ibuku sangat menyukaimu. Kau bagian dari kami, Claire." Claire memeluk Caress, mengecup pipi gadis itu, "aku mencintaimu, Caress." ...….. "Ini untukmu, Claire, kau suka daging ini, kan?" Yuna meletakkan beberapa potong daging ke piring Claire, gadis itu tersenyum. Ibu Caress memang sangat baik kepadanya, hanya saja terkadang ia mengatakan sesuatu yang tidak ingin Claire dengar. "Kau sudah mendaftar ke universitas, Caress? Kapan ujian masuknya?" Yuna menatap manik mata Caress lurus, bagi Yuna pendidikan Caress sangatlah penting. Tentu saja, Yuna menginginkan masa depan yang cerah untuk putri semata wayangnya itu. Apapun akan ia lakukan untuknya. "Hmm, aku sudah mendaftar. Bulan depan pengumumannya." "Good. Kau memang putriku." Yuna menatap Claire, dan gadis itu tahu apa yang sedang dipikirkan wanita di hadapannya. "Aku tidak kuliah, aku bekerja." jawab Claire tanpa menunggu pertanyaan. "Aku mengerti, Claire. Apapun pekerjaanmu lakukanlah dengan baik. Jadi, di mana kau tinggal?" tanya Yuna sambil meneguk teh-nya. "Aku hanya menyewa sebuah kamar, itupun berpindah-pindah. Tergantung berapa uang yang kudapatkan hari itu." Claire menjawab dengan tegas tanpa mengalihkan pandangannya dari Yuna. "Oh, begitu rupanya, " Yuna kembali tersenyum, "mengapa tidak tinggal di sini. Caress pasti sangat bahagia jika kau bersamanya. Bagaimanapun juga kau ini perempuan, kau harus tinggal dengan baik. Kalian bisa saling menjaga, bukan?" Caress dan Claire saling menatap, senyum mengambang di kedua bibir gadis itu. "Ibu mengizinkan?" ulang Caress bahagia. Yuna mengangguk, "Claire gadis yang baik. Ibu tahu itu." "Oh, thank you, mom." Caress memeluk ibunya, dan wanita itu menepuk-nepuk punggung Caress lembut. "Aku akan menjaga Caress sebaik mungkin, ibu jangan cemas. Terimakasih, bu." Yuna mengusap rambut Claire. Sejak mengenal gadis itu beberapa tahun yang lalu, Yuna bersimpati padanya, ia berpura-pura tidak tahu tentang kehidupan gadis itu, ia tidak ingin Claire semakin terluka. Gadis itu sudah menjalani kehidupan yang cukup berat. Bagi Yuna, Claire seperti putrinya sendiri. Mereka tumbuh bersama, dan menjalani hidup hampir bersama setiap waktunya. "Apa kabarnya Luc? Ibu jarang bertemu dengannya lagi." Yuna mengalihkan topik, wanita itu kembali menghabiskan tehnya. "Umm, Luc baik-baik saja, dia sibuk bekerja. Kau tahu, bu, dia yang mengantar Claire tadi malam." celoteh Caress yang membuat Yuna hampir tersedak. "Luc bersama Claire tadi malam?" Yuna memperlambat kalimatnya, memastikan pendengarannya tidak salah. "Tidak, kami hanya bertemu di jalan, kebetulan kami akan menemui Caress, jadi kami pulang bersama." Claire menendang kaki Caress dari bawah meja, dan gadis itu mengaduh kecil, ia telah mengucapkan sesuatu yang salah di hadapan ibunya. Yuna mengangguk dan bergantian menatap kedua gadis itu," Ah, baiklah, kuharap hubunganmu dengan Luc baik-baik saja, Caress. Dia pemuda yang baik, ibu percaya padanya. Ibu ingin setelah kau lulus kuliah, kalian segera menikah dan meneruskan usaha kami." Yuna berdiri dari kursinya, sekali lagi menatap Claire yang menunduk tengah memainkan sendoknya. Ucapan Yuna tak lain merupakan sebuah peringatan untuk gadis itu. Dan Claire dengan perasaannya yang sensitif tahu apa arti semua ini. "Claire, kapan kau akan membawa kekasihmu kepadaku? Kenalkan dia kepada ibumu ini, ya!?" Claire tersenyum kecil menjawab ucapan itu. Luc untuk Caress. Itulah yang Yuna ingin katakan kepadanya. Setelah mengucapkan itu, Yuna meraih tas-nya dan sekali lagi mencium kening kedua gadis itu. Berjalan ke luar sembari mengucapkan selamat tinggal untuk kedua gadis yang berdiri di ambang pintu. Empat Caress menepuk bahu Claire. Caress bahkan mampu membaca pikiran gadis itu. Claire hanya tersenyum untuk membalas tatapan penuh simpati dari sahabatnya. "Ibuku memang begitu, jangan kau pikirkan. Itu karena dia terlalu cemas." Caress merapikan meja, membawa piring-piring kotor ke dapur. "Biar aku saja yang mencuci, Caress. Kau duduk saja di sana." Claire mengambil tumpukan piring dari tangan Caress, namun Caress menolak, "kita cuci saja bersama-sama, ok." "Ok, kau memang selalu begini." Caress tertawa, "ini tempat tinggal kita sekarang, kau mengerti?" "Tentu saja, dan aku akan ikut membayar sewa, yeah...walau hanya sedikit." Claire menyatukan jari telunjuknya dengan ibu jari. .....…. "Pagi ini aku dan Luc akan jalan-jalan. Kami ingin mengunjungi taman bunga, kudengar bunga-bunga mulai mekar musim ini." Caress melipat jaketnya dan meletakkannya di dalam ransel, ia akan memakainya nanti ketika sampai di sana. "Oh, bersenang-senanglah kalau begitu. Aku akan tinggal dan membersihkan rumah." "Tidak, ikutlah bersama kami. Aku akan sangat bahagia jika bersamamu." "Kalau begitu, ayo kita berangkat, Luc sudah datang." Claire begitu bersemangat melebihi Caress. Gadis itu berlari mendahului Caress dan berdiri tepat di depan Luc. Tersenyum dengan mata berbinar. "Hai, Luc. Terimakasih sudah membawaku pulang tadi malam." Claire mengedipkan sebelah mata, entah isyarat apa yang dimaksudkan gadis itu. Luc tersenyum melihat tingkah lucu Claire yang selalu ke kanak-kanakan di matanya. "Jangan minum terlalu banyak, itu tidak baik untukmu." Luc mengusap kepala Claire dan Caress menatap mereka dari belakang. Caress tidak pernah curiga terhadap siapapun, terlebih Claire. Caress yakin hubungan gadis itu dan kekasihnya hanya sebatas persahabatan, sama seperti ia dan Claire. "Hai, maaf kau menunggu lama. Aku harus berkemas sebentar tadi." Caress tersenyum kecil, sudut matanya memperhatikan Claire yang terlihat sangat bahagia. Begitu senang, seolah dia yang mau pergi berkencan hari ini. Luc terlihat begitu tampan hari ini, polo hitam dan celana jeans begitu pas untuknya. Dan selama perjalanan Luc lebih banyak bercanda dengan Claire ketimbang Caress. Mereka menceritakan bagaimana Luc membelanya ketika pria-pria itu mencoba melecehkan Claire di bar, dan tergelak ketika mengingat pria itu jatuh tersungkur karena lengan Luc yang kekar. Caress terdiam, hanya sesekali ikut tersenyum mendengar cerita mereka. Hingga pada menit ke dua puluh perjalanan, Caress baru membuka suara. "Aku ingin ikut ketika kau bekerja, Luc. Aku ingin bersamamu." Luc menoleh ke samping, di mana Caress duduk. Seketika hening. "Umm, tapi kau tidak terbiasa dengan bar, sayang. Kepulan asap, aroma alkohol, keributan dan dentuman musik. Kau tidak menyukainya. Dan aku harus bekerja untuk meracik minuman. Apa kau tidak keberatan?" tanya Luc lembut. Jemarinya perlahan mengusap rambut lurus sebahu Caress. Luc merasa heran, selama ini kekasihnya itu selalu menolak setiap kali ia mengajaknya ke bar sekalipun hanya untuk duduk dan melihatnya bekerja. Caress menyukai ketenangan. "Tidak masalah, aku akan terbiasa nanti. Lagipula Claire juga berada di sana, kan? Aku tidak akan sendirian." "Aku hanya menyanyi dua kali, selebihnya aku akan bersamamu. Tapi Caress, apa kau yakin?" tanya Claire dengan wajah teduh dan prihatin. Caress tersenyum dan membalas tatapan Claire dari kaca spion di hadapannya. "Kalau kau bisa, seharusnya aku juga bisa, kan? Aku bosan setiap malam sendiri di rumah. Sesekali keluar dan melihat dunia malam tidaklah salah." Caress bergeming, sekalipun ia sama sekali tidak ingin pergi. Namun demi Luc, dan demi persahabatannya dengan Claire, Caress berusaha masuk ke dalam dunia mereka. "Well, kalau itu maumu. Aku dengan senang hati akan menjemputmu. Bagaimana kalau besok malam?" ucap Luc. "Aku tinggal bersama Caress sekarang, kita bisa pergi bersama, kan?" "Ouch, benarkah? Kalau begitu kau bisa ikut dengan mobilku, Claire." "Tentu." jawab Caress singkat. Dan mobil mereka menepi di samping taman bunga. Tepat enam puluh menit perjalanan mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.7K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.5K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
54.7K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.9K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K
bc

HYPER!

read
558.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook