Missing You

2225 Words
Raein Jung POV Seminggu berlalu... Aku berada di sebuah supermarket yang berdekatan dengan kontrakanku. Setelah kejadian pemerkosaan itu, aku putus asa dan mencoba menghilang dari kehidupan ini. Aku sempat pergi ke Ulsan guna menenangkan diri. Menghindari seluruh aktivitas yang berbau luar ruangan, bahkan aku rela bolos kuliah selama seminggu untuk menjernihkan pikiranku. Aku juga telah menonaktifkan seluruh sosial media milikku, mengganti nomor ponselku dan bahkan berencana pindah dari kontrakan lamaku ini. Semua ku lakukan demi menghindari lelaki yang telah menghancurkan hidupku. Hwang Hyunjin, bocah sialan yang sukses memutar balikkan hidupku menjadi lebih sengsara. Ting Bunyi microwave menghabur lamunanku, nasiku telah panas, aku pun membawanya ke meja yang telah ku siapkan untuk menyantap makan malam hari ini. Makan malam di supermarket, seakan telah menjadi rutinitas yang sempat aku lewatkan seminggu ini. Aku merindukannya, sangat merindukannya, lelaki yang biasa menemaniku menyantap makan malamku disini. Aku membuka media sosial ** dan melihat Minho memasang sebuah foto. memperlihatkan Minho yang menggunakan masker dengan berpose sedang duduk di dalam mobil. "Raein Jung??" Tanpa sengaja, aku menekan tombol love untuk postingannya. Sial!! Aku menoleh ke sumber suara yang memanggilku, seorang lelaki berambut blonde ikal yang duduk tepat di belakangku. "Bang chan?" Aku mengenalinya. Ia adalah teman sekampus Minho dan kami sering hangout bersama. Aku tak menyadari keberadaanya di sekitarku tadi. "Bagaimana kabarmu? Lama tak bertemu," tanya Bangchan memulai pembicaraan diantara kami. Ia tersenyum ramah padaku, "Aku baik-baik saja," Jawabku tak ingin memperpanjang omongan ini. Ku ulaskan senyum terbaikku guna menutupi segala kekacauan dalam diriku. "Makan yang banyak!" Ucapnya. Aku hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan makanku. Aku masukkan terlebih dahulu handphone milikku ke dalam saku celana jeansku. Lalu menyuapkan nasi itu ke dalam mulutku. 5 menit berlalu.. Aku makan sambil dibayangi ketakutan terus menerus terhadap orang-orang di sekitarku. Sudah ku putuskan, besok aku akan pindah kontrakan yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal Minho. Aku telah bertekad untuk menghindari Minho dan Hyunjin, walau aku tahu tindakan yang ku lakukan ini tidaklah benar. Aku hanya ingin melupakan kejadian buruk malam itu dan melepaskan diri dari keduanya. Aku tahu Hyunjin adalah salah satu sahabat terbaik Minho, jadi aku tidak mau merusak pertemanan mereka. Lebih baik aku yang pergi dari kehidupan keduanya. Ku suapkan sendok terakhir makan malamku hari ini, Kring! " Raein !!" Terdengar suara lelaki yang memanggil namaku. Aku sangat mengenal suara lelaki itu, ku telan makananku dengan susah. "Kau kemana saja eoh?" Benar saja!! Dia Minho, berjalan menghampiriku. Aku refleks bangkit dari dudukku, mengambil seluruh barang-barangku lalu berniat meninggalkan tempat ini, tetapi tertahan oleh pelukan yang sangat aku rindukan. Tubuhku berdesir, ingin membalas pelukan lelaki itu. "Lepaskan!!" Aku memberontak, Minho malah semakin mengeratkan pelukannya. Kami telah menjadi pusat perhatian di supermarket ini. Aku yakin Bangchan yang memberitahu tentang keberadaanku disini. Aku merutuki kelalaianku itu. "Ada apa? Apa aku melakukan kesalahan padamu?? Katakan  Raein! Jangan perlakukan aku seperti ini.." Ia mengatakan itu dengan suara yang bergetar. Kejadian ini mengingatkanku tentang insiden yang penah melibatkan kami, dua tahun yang lalu. Saat itu, orang tua kami memergoki kami sedang berhubungan badan di kamar Minho. Mereka berniat memisahkan kami, tetapi kami memohon untuk tidak melakukannya. Dan suara Minho saat ini terdengar sangat mirip dengan kejadian saat itu. Kami saling mencintai, bahkan hingga detik ini. Rasa cinta itu begitu dalam, hingga membuat kami lupa dengan orang sekitar, sehingga kami memutuskan untuk tak mengikat diri di dalam suatu hubungan hingga saat ini. "Bukan tempat yang tepat, Minho.." Aku berusaha melepaskan pelukan Minho yang begitu erat. Ia akhirnya melepaskan pelukannya tetapi ia tetap menahanku dengan mencengkram lenganku. "Baiklah, ayo ke apartemenku. Lalu jelaskan segalanya padaku." Ajaknya. Aku menahannya, tempat itu adalah tempat yang paling aku hindari di muka bumi, saat ini. "Aniyo!! Aku tak mau!!" Minho terdiam, kami saling bertukar tatapan sebentar. Mata Minho berkaca-kaca, kesedihan tak bisa di tutupi dari wajahnya. Membuat tubuhku lemas, biasanya aku akan menenangkan lelaki itu dengan memberikan kecupan di sisian wajahnya. Memberikan kata-kata penyemangat hingga tak jarang aku rela melakukan apa saja demi menyenangkan hatinya. "Wae?? Ada apa denganmu??" Tanya Minho, aku tertunduk. Tak mungkin mengatakan yang sebenarnya terjadi di tempat seperti ini. Kring Aku harus mencari alasan untuk membuat Minho meninggalkanku. Walaupun aku harus tersiksa dengan perasaan ini. "Hyung!" Suara itu! " Raein  nuna, kau darimana saja?" Lelaki b******k itu muncul tanpa rasa bersalah sedikitpun di depanku. Aku menatapnya nanar, muak dan ingin menampar wajah tampannya itu. Tetapi, tertahan oleh keberadaan Minho disini. Setelah ku dapatkan waktu lengah, langsung ku lepaskan tangan Minho dan melangkahkan kaki meninggalkan keduanya. "f**k you!! Berhenti bersandiwara!!" teriakku begitu emosi saat Hyunjin yang kini menahan lenganku. Aku berusaha melepaskan diri dari iblis itu, "Ada apa??" tanya Minho meminta penjelasan. Aku dan Hyunjin hanya diam dan saling menatap nanar, setelah aku rasa mereka lengah lagi, langsung saja aku berlari keluar dari supermarket ini. Aku tahu, Minho mengikutiku di belakang. Aku harap Hyunjin sadar dengan sikapnya itu. . . . . Aku telah sampai di dalam kontrakanku, bersama Minho yang sebelumnya mengekoriku hingga sampai di dalam sini. Lelaki itu duduk di tepi ranjangku. Kontrakan ini, adalah rumah kedua bagi Minho karena kami juga banyak menghabiskan malam bersama, disini. "Aku merindukanmu.." Gumam Minho bersamaan pecahnya tangis dari lelaki itu. Minho memliki hati yang lembut, tak seharusnya aku menghilang seminggu ini. Aku sungguh menyesal telah meninggalkan bagian dari hidupku ini. Aku pun mendudukan diri tepat di sampingnya. "Aku lebih merindukanmu Minho," balasku dengan berusaha menenangkan lelaki itu. Aku sangat merindukannya. Minho adalah kebiasaan yang akan sangat sulit aku tinggalkan. Aku mengusap wajah tampan Minho yang telah basah karena air mata, "Lalu, mengapa kau menghilang? Apa aku menyakiti hatimu? atau tanpa sadar aku melukaimu? Soal game itu, aku hanya-" Tanpa sadar, aku mendekat dan memberikan kecupan pada bibir ranumnya itu, aku tak suka melihat Minho sekacau ini. Tetapi hatiku juga sakit, jika harus mengingat tentang kejadian malam itu lagi. Aku ingin melupakan segalanya terkecuali kenangan manis yang aku lewati bersama Minho. Aku berbohong, jika semua akan berjalan lebih baik jika kami tak bersama. Aku berbohong jika tidak merindukan lelaki itu, Minho sangat berarti bagiku, aku mencintainya melebihi apapun yang ada di dunia ini. Sangat mencintainya hingga aku rela menghilang dari hidupnya demi tak membiarkan ia terluka, tetapi aku tak pernah menyangka ia akan sekacau ini tanpaku. "Gwenchana.." lirih Minho. Kami berpelukan cukup lama, saling menguatkan diri kami masing-masing. Walaupun kami bertengkar, kami tak pernah berpisah selama ini tanpa kabar diantara kami. Semua ini salahku, karena tak ingin jujur dengan Minho tentang apa yang menimpaku malam itu. "Maafkan aku Minho-ya.." lirihku melepaskan pelukan kami. "Aku juga minta maaf jika tanpa sadar menyakitimu." Minho menangkup wajahku. Tatapan kami bertemu, aku tak bisa menyembunyikan ini selamanya. "Ada apa?? Cerita saja.." tanya Minho, sukses membaca isi pikiranku. Aku membuang tatapan darinya, menelan ludahku susah. "Aku tak bisa cerita tentang ini.." ujarku. "Masalah keluargamu?" tanya Minho berusaha menebak. Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya. "Kau hamil anakku lagi?" Aku menggeleng lagi, "Bukan." gumamku. "Lalu apa sayang?" Minho tak patah semangat. "Aku tak bisa cerita.." Ucapku agar ia berhenti menduga hal-hal yang aneh lagi. "Kau mengugurkan anak kita lagi?" pertanyaan Minho itu sedikit mengangguku. Aku tak memiliki niat untuk mengugurkan anak kami saat itu, semua terjadi begitu saja tanpa bisa aku prediksi. Aku bahkan tak tahu jika aku hamil anaknya saat itu. Sedikit membuatku menyesal, "Aniyo Minho-ya.." "Maka dari itu, ceritalah.." Minho mengelus punggungku lembut. Aku yakin kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama, tetapi.. Aku tertunduk, di penuhi kekhawatiran akan terluka Minho setelah mengetahui kebejatan yang dilakukan oleh sahabatnya itu. Aku begitu takut hingga tanpa sadar kecemasan itu tak mampu lagi aku kendalikan. "Minho.." Tubuhku bergetar hebat. "Kau ingat janji kita, bukan?" Aku mengangguk dalam diam. Aku berusaha menahan tangisku yang ingin pecah, mengingat kejadian pemerkosaan itu. "Tak ada rahasia diantara kita, tak ada hubungan dengan lelaki lain dan.. Ah, kau bosan denganku??" Duga Minho yang semakin membuatku tak habis pikir. Ia mengangkat wajahku ingin melihat kejujuran dari jawaban yang akan aku lontarkan. Sedikit membuatku gugup. "Bukan itu, kumohon jangan memaksaku menceritakan ini. Aku tak ingin merusak pertemananmu." Ucapku berusaha menghindari kontak mata dengannya. "Pertemananku??" Oh tidak! Aku keceplosan mengenai hal itu. "Ah! Itu..." Aku salah, aku harus mencari alasan lain.. "Tentang Hyunjin yang menyukaimu??" Tanya Minho. Aku hanya diam, tak membenarkan, tak pula menampiknya. Aku tak yakin, jika Hyunjin yang menceritakan sendiri kejadian malam itu pada Miho. "Dia menyukaimu sejak pertama kali kalian bertemu." Tambah Minho sedikit menambah kejutan bagiku. Kini, aku memberanikan diri menatap atensi Minho. Jantungku berdegup kencang, tatapan itu adalah tatapan penuh telisik seolah ingin menelanjangiku. "Darimana kau tahu?" Tanyaku berusaha se normal mungkin. "Dia yang cerita sendiri denganku." Aku mengangguk mengerti, aku tak perduli dengan perasaan palsu yang selalu Hyunjin utarakan ke para korbannya itu, termasuk aku. Penjahat kelamin sepertinya, tak boleh hidup tenang di tengah masyarakat!! "Kalian menjalin hubungan?" Tok tok Baru aku ingin menjawab pertanyaan Minho itu, "Itu pasti Hyunjin, biar aku saja yang buka." Aku ingin menahannya, tetapi keduluan dengan lelaki itu yang bangkit dan berjalan menuju pintu depan kontrakanku. Aku mengelap air mataku kasar, aku harap tebakan Minho itu salah. Aku tak ingin melihat lelaki b******k itu lagi! Dan setahuku, Hyunjin bahkan tidak mengetahui letak kontrakanku. Jadi aku yakin itu bukanlah Hyunjin. "Apa yang kau lakukan disini Hyunjin?" Napasku tercekat, jantungku memacu sangat kencang saat ketakutan mendalam mulai menyelimutiku. "Aku ingin bertemu dengan Raein nuna," Aku menoleh ke arah mereka dan memberanikan diri bangkit guna menghampiri keduanya di muka pintu kontrakanku. "Kalian berpacaran?" Tanya Minho penuh telisik setelah melihat gelagat aneh yang kami tunjukkan. "Ne!" "Aniya!" Teriakku cepat. Minho diam sambil terus memperhatikan kami. Seketika, tangisku pecah saat Hyunjin berjalan perlahan menghampiriku. Aku memundurkan langkahku, sambil menggelengkan kepalaku. Mengingatkanku dengan kejadian buruk yang terjadi di malam itu, "Minho, aku berani bersumpah. Kami tak ada hubungan apapun!!" Ucapku parau berusaha menjelaskan yang sebenarnya pada Minho. Aku merasa terpojokkan sekarang. "Lalu mengapa? Mengapa kau takut merusak pertemanan kami?" Tanya Minho, lelaki itu menahan Hyunjin saat ia ingin masuk lebih dalam ke dalam kontrakanku. "Nuna.." Hyunjin memanggilku, ingin meraih tubuhku. "Dia memperkosaku!!" Aku menunjuk Hyunjin dengan penuh kemarahan. Minho terdiam, begitu terkejut dengan apa yang aku ucapkan, sedangkan Hyunjin malah menyunggingkan senyum remeh padaku. Ekspresi Hyunjin berubah dalam waktu setengah detik saja. Ia memang penjahat yang memiliki seribu intrik untuk menutupi segala kejahatannya. "Bukankah nuna juga menikmatinya?" Aku ingin sekali menghajar wajah tampannya itu! "Kau memaksaku b******k!! Berhenti bersandiwara!! Jangan berpura-pura baik di depan Minho, tetapi saat dibelakangnya, kau mengutuknya!!" Bentakku penuh emosi, Hyunjin hanya tertawa pelan dan semakin berjalan mendekatiku. "Sudah cukup aku menutupi segala keburukanmu itu Hwang Hyunjin!! Kau bukanlah teman yang baik bagi Minho! Kau memanfaatkan kepolosan Minho hanya untuk kepentinganmu semata!! Aku tahu benar, tapi Minho memang sudah menganggapmu sebagai sahabatnya dan aku tak ingin ia terluka!!" Aku telah sampai di batas kemampuanku. Aku bersender pada dinding di belakangku, tubuhku lemas setelah menumpahkan seluruh emosi yang telah lama aku pendam. "Haha, nuna lucu sekali. Aku semakin menyukaimu." Hyunjin akhirnya dapat meraih tubuhku. Lelaki itu nekat menangkup wajahku dan hendak menciumku sebelum akhirnya dihentikan oleh Minho. Bugh!! Dengan membabi buta Minho memukul wajah Hyunjin hingga lelaki itu tersungkur ke lantai, dengan wajah yang berlumuran darah. Semua terjadi begitu cepat, aku bahkan tak menyangka Minho akan melakukan hal ini kepada sahabatnya sendiri. "Keluar dari sini.." Geram Minho ingin melayangkan pukulan lagi, tetapi aku tahan dengan cara memeluk lelaki itu. Hyunjin mengelap darah di sudut bibirnya lalu bangkit dengan sisa tenaga yang ia punya. "Hyung, asal kau tahu saja-" "Keluar dari sini b******k!!! Sebelum wajah tampanmu itu aku rusak!!!" Bentakan Minho memenuhi seisi kontakan ini. Tangannya mengepal kuat, refleks ku dorong Hyunjin agar keluar dari kontrakan ini sebelum Minho gelap mata lagi dan memukulnya habis-habisan. Brakk!!! Ku kunci pintu kontrakanku itu. Sempat ku membuang napas lega, sebelum akhirnya membalikkan badanku guna melihat Minho yang mematung di ruang tengah. Tangan kanannya bersimbah darah, Ia menatapku penuh kesedihan. Aku merasa bersalah padanya, dari dulu memang aku selalu menyusahkannya seperti ini. "Jadi kau menghindar dariku karena ini?" Tanya Minho pelan. Aku berjalan menghampirinya, tangisku ingin pecah lagi saat menatap Minho yang kini mengelap darah di tangannya. Kini, aku tak mampu menahan segalanya lagi. Aku mengangguk dan berusaha menghampus air mataku kasar. "Aku minta maaf, bukannya aku tak percaya lagi denganmu dengan tak menceritakan masalah ini," Chu~ Ia menciumku lembut, berusaha menenangkanku melalui ciumannya itu. Hanya sebentar, sebelum akhirnya ia membawaku lagi ke dalam pelukannya. Hangat dan sangat nyaman. Aku merindukannya. "Kita tak bisa terus seperti ini.." Ujar Minho. Aku dapat mendengar degup jantungnya yang memacu kencang, sama sepertiku. Apa ia berniat meninggalkanku? "Aku harus cepat-cepat menikahimu.." Ujar Minho penuh keyakinan. "Minho.." Lirihku begitu terkejut dengan niatnya itu. Niat yang selama ini selalu aku tahan-tahan dengan alasan ingin melanjutkan pendidikanku. "Tak ada penolakan Raein!! Kau lihat, karena kita tak memiliki status yang kuat, orang lain hampir merebutmu dariku!!" Aku mengangguk lalu melepaskan pelukan kami. Ku lingkarkan tanganku pada tubuhnya tanpa membuat jarak diantara kami. Aku sedikit mendongak guna mensejajarkan wajah kami. "Minho, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.." Ucapku diakhiri kecupan-kecupan di sisi wajahnya. Senyuman akhirnya terukir di wajahku, setelah sekian lama. Kini aku menyadari bahwa kebahagiaanku yang sebenarnya adalah kehadiran Minho di dalam hidupku. Aku tak ingin menutupinya lagi. "Aku lebih mencintaimu Raein." Ucapnya penuh kasih sayang. Kami kembali berciuman, saling melepas rindu yang sempat tertahan seminggu ini. Kini, aku dapat bernapas lebih lega. Aku tak perlu takut lagi akan kejamnya dunia jika bersama lelaki itu. Kami bisa melewati segala macam cobaan jika kami bersama. THE END

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD