Beberapa lama setelahnya, Rey dan Caramel masuk ke dalam rumah dan bergabung dengan para orang tua. Caramel selalu saja tersenyum dan tidak pernah melunturkannya lantaran merasa menang dari seorang lelaki yang kini merasa kesakitan. Tepatnya sakit karena bokongnya telah berciuman dengan batu tumpul dan membuatnya seakan merasa kehilangan bokongnya yang indah itu.
Rey tidak lagi berjalan seperti orang biasa. Berjalan sedikit, ia memegang kembali pinggangnya. Saat sampai di ruang keluarga dimana merupakan tempat berkumpulnya para sesepuh baik dari keluarga Moccasizo maupun keluarga Agenta, Rey menjaga image-nya dan berjalan seperti biasa. Namun, rasanya itu adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Ia memang berhasil sampai di depan para orang tua, namun sebelum itu ia sudah menjadi pusat perhatian dari semua orang terkecuali Caramel. Entah itu adalah rencananya atau tidak, tapi yang penting adalah ia berhasil membuat putra Moccasizo merasa terhina.
Hera yang melihat putranya kesakitan, bergegas menghampirinya dan menanyakannya. Ia tidak hanya kasihan melihat anaknya kesakitan, tetapi ia juga merasa tergelitik dikarenakan ini adalah momen yang langka dimana jarang-jarang anaknya bisa dipermalukan seperti ini. Tidak hanya dari keluarga Moccasizo saja, bahkan keluarga Agenta juga menahan tawa mereka. Benar-benar perpaduan dua keluarga yang sama-sama unik dan seklek.
"Mama kok kayak nahan ketawa gitu sih liat Rey kesakitan kayak gini?"
Rey semakin merasa sebal lantaran mamanya sendiri ikut menertawakannya meski semua orang terlihat menahan untuk mensemburkan tawa mereka.
"b****g kamu kenapa, nak?"
Tidak menjawab pertanyaan anaknya, ia malah mengalihkannya dengan berpura-pura perhatian. Sedangkan Juan tidak tahan untuk tidak tertawa. Alhasil, ia pun tertawa dan disusul oleh semua orang.
"Tau ah. Kalian semua sama, bikin Rey sebel" Rajuk Rey.
Rey merajuk dan duduk di samping Caramel. Melihat Rey yang kesusahan tuk berjalan ke arahnya, ia semakin terbahak dan tidak menjaga imagenya untuk menjadi perempuan yang elegan. Tidak ada pagi kesan cantik, elegan, dan menawan dari Caramel saat ia menertawakan tingkah Rey yang kesusahan berjalan dan selalu memegang pinggangnya kesakitan.
"Lo juga!. Lo biang kerok semua ini!"
"Lah, kok gue!?"
Tanya Caramel pura-pura tidak tahu-menahu masalah ini. Mendengar perkataan Caramel yang pura-pura, Rey memiringkan senyumnya, bersikap cuek dan mencoba duduk.
Mau di apakan lagi. Pusat kesakitan Rey adalah b****g dan sekarang ia berusaha untuk mendudukkannya kembali, alhasil kesakitan lah yang harus ia dapatkan kembali.
"Awww...." Teriak Rey kesakitan.
Rey berteriak kencang di kala ia mempertemukan b****g indahnya dengan sofa nan lembut itu. Mendengar Rey berteriak begitu kesakitan, semua orang tidak lagi menertawakannya melainkan ikut merasa ngilu.
"Rey, jaga image kamu" Sahut Frans tidak mengenal kondisi.
"Kakek pikir Rey cuma drama!?. Ini beneran sakit kek" Sahut Rey tidak terima.
"Sepertinya kakek harus merasakan apa yang Rey rasakan supaya gak ngomong ngelantur kayak gitu" Bisik Rey pelan.
***
"Bagaimana dengan perjodohan ini?"
Deon menanyakan kejelasan selanjutnya dari prosesi yang mereka lakukan sekarang. Menurutnya, kedua keluarga sudah cukup membicarakan ini-itu cukup lama hingga sore hari.
"Kita udah sepakat untuk membuat mereka saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu, hasil akhir nanti tergantung mereka. Tapi menurutku mereka akan saling jatuh cinta satu sama lain dalam waktu dekat ini" Ujar Frans menyambung.
Pokoknya kalau masalah jodoh menjodohkan, semangat Frans bisa melebihi pahlawan yang perang untuk memerdekakan bangsa dulu. Ia harus memilih calon cucu menantu yang terbaik untuk cucu satu-satunya itu. Meski ia sudah tau kalau Caramel adalah gadis yang tidak bisa merias diri, namun entah kenapa hatinya sangat yakin kalau cucunya itu akan berjodoh dengannya.
"Ih, semangat banget si papa" Ujar Juna.
Mendengar gerutuan Juna, para orang tua tertawa sedangkan Caramel dan Rey masih saling pandang dengan aura musuhan.
"Baiklah. Kalian setuju kan kalau berteman dulu?" Tanya Gisella penasaran.
Hera kegirangan dan penasaran dengan jawaban anak muda itu. Tidak hanya dia saja, Juan, Deon bahkan Frans juga sangat penasaran. Saking penasarannya, mereka sampai memajukan tubuh mereka lebih dekat dengan Rey dan Caramel.
"Kalau kalian kayak gini, aku gak bisa jawab. Hehe" Bisik Rey pada mereka.
Alhasil, bubar. Mereka kembali ke kursi masing-masing dan memperbaiki image mereka yang tadinya terlihat buruk karena saking penasarannya mereka.
"Kalau Rey sih gini, om, tante. Mama sama papa juga denger Rey, apalagi Kakek. Rey hanya menginginkan yang terbaik saja. Lagipula kalian sudah berjanji pada kami berdua kalau kalian tidak akan memaksakan kehendak kami. Jadi, berteman juga oke sih menurut aku" Ujar Rey.
Sambil Rey berbicara mengenai pendapatnya, ia melihat semua orang, termasuk juga Caramel. Ia memandang Caramel tidak seperti sebelumnya yang mana ia canggung dan tidak bisa berkata-kata.
"Nah!. Kalau yang begini-begini, aku seneng banget nih. Aku setuju banget. Kalau kamu nak Caramel?" Tanya Frans pada Caramel.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Frans, Caramel juga melakukan hal yang sama dengan Rey. Ia juga melihat semua orang bergantian.
"Sebenarnya Caramel keberatan untuk berteman dengan Rey. Dia itu ora--"
"Amel!" Seru Gisella menyela ucapan Caramel sebelum ucapan anaknya itu kebablasan dan membuat keluarga Moccasizo kecewa padanya.
Mendengar seruan dari mamanya, Caramel hanya nyengir dan memberikan senyum manisnya pada si mama supaya lebih tenang dan menyerahkan urusan ini padanya.
"Becanda, ma. Kurang lebih pendapat Caramel sama dengan Rey, lelaki yang baru saja bokongnya kesakitan karena jatuh ke batu besar" Ujar Caramel dan tertawa.
Rey merasa tidak terima dan berniat menyela ucapan Caramel. Namun sebelum ia menyemprot gadis itu dengan ocehannya, ia terlebih dahulu dihentikan oleh tangan di depan wajahnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Caramel seorang.
"Tapi Caramel juga punya syarat dalam perjodohan ini. Caramel mau Keluarga Moccasizo menerima keluarga Agenta dengan tulus, apalagi Caramel. Caramel harap keluarga Moccasizo menerima Amel dengan baik tanpa ada maksud tersembunyi. Kedua keluarga kita sama-sama menginginkan hal yang sama. Sama-sama menginginkan ketenangan dan kedamaian serta kenyamanan. Jadi Caramel punya hak untuk membatalkan perjodohan ini jika Rey bertindak di luar batas dan membuat Caramel tidak nyaman dengannya" Ujar Caramel panjang lebar. Semua orang terdiam dan tersenyum mendengar ucapannya, termasuk Rey. Ia tidak terlalu kentara mengungkapkan perasaan kagumnya. Ia hanya memandang Caramel dengan cara yang berbeda dari sebelumnya.
Diam-diam kau terjatuh juga, Rey. Terjatuh dalam pesona Caramel.
***
Keluarga Moccasizo akan pulang. Gisella, Deon dan Caramel mengantar mereka sampai ke depan.
"Terima kasih banyak ya Gisella atas jamuannya. Terima kasih juga pada Deon karena melayani kami dengan baik" Ujar Hera.
"Sama-sama. Tentu saja kami melayani kalian dengan baik. Bukannya sebentar lagi kita akan menjadi besan" Bisik Gisella di kalimat terakhirnya.
Setelah acara bisik-bisikkan, Gisella dan Hera cekikikan bersama. Mereka terlihat sangat senang. Sedangkan Frans dan Juna sudah masuk ke mobil. Khusus untuk Rey, karena ia datang sendirian, ia menunggu semua orang masuk mobil, baru ia akan jalan pulang.
"Oh iya, Caramel sini nak" Panggil Hera ketika melihat Caramel hanya menunduk memandang kakinya.
Mendengar dirinya di panggil, ia berjalan menghampiri Gisella dan Hera yang sedang tersenyum padanya.
"Ada apa, tante?" Ujarnya ketika sudah berada di depan Gisella dan Hera.
"Duh, jangan panggil tante dong. Panggil mama aja, bentar lagi kan tante jadi mama Caramel. Sering-sering main ya ke kediaman Moccasizo. Tante boleh minta satu permintaan gak untuk hari ini?" Ucap Hera.
"Apa tante?" Ucap Caramel.
"Tolong dong kamu samperin Rey sebentar ke mobilnya dan bilang hati-hati ya nyetirnya. Kaya gitu. Bisa gak?" Ujar Hera penuh harap. Begitu juga dengan Gisella. Kedua mama di depannya ini sama-sama memasang wajah memelas kepada Caramel. Alhasil, ia tidak punya pilihan lain selain menurut dan pergi ke mobil Rey.
Sampai disana, Caramel mengetuk kaca mobil agar pemiliknya menurunkan kaca tersebut. Setelah kaca dibuka oleh Rey, alangkah terkejutnya laki-laki itu. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Caramel akan menghampiri mobilnya.
"Kata tante Hera, aku disuruh bilang ini sama kamu" Ucap Caramel pada Rey.
Sungguh pembicaraan yang dipaksakan!.
"Bilang apa?" Tanya Rey penasaran.
"Kata tante, kamu nyetirnya hati-hati" Ucap Caramel dengan wajah yang B aja.
Meski Caramel merasa B aja, namun tentu saja berbeda dengan Rey. Entah mengapa, ia merasa kupu-kupu berkumpul di perutnya. Pipinya serasa panas. Hatinya merasa berbunga-bunga. Ia merasa salah tingkah meski itu hanyalah ucapan yang dipaksakan dari mamanya sendiri.
"Ayo kita jalan besok" Ujar Rey tiba-tiba sebelum Caramel meninggalkan mobilnya. Mendengar hal itu, Caramel berhenti dan melihat ke arah Rey. Dengan buru-buru Rey kembali menutup kaca mobilnya.
Kenapa Caramel B aja sedangkan Rey yang salah tingkah?. Benar-benar pasangan aneh.