Bab 2 - Pekerjaan Untuk Mollie

1140 Words
Mollie tengah berjalan kaki menuju ke sebuah pusat perbelanjaan di kota Caracas. Memerlukan keberanian yang lebih untuk bisa keluar dari rumah, karena ada banyak sekali roh yang ia temui di tempat-tempat tertentu. Seperti saat sedang melewati tong sampah yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Di atas penutup sampah itu ada roh seorang nenek, duduk dan sering memukul penutup tong sampah dengan keras jika ada yang melewatinya pada malam hari. Meski sudah terbiasa, tetap saja Mollie selalu terkejut saat nenek itu menyapa. Prang … “Astaga! Nenek, kau mengagetkan aku!” seru Mollie. Mollie kembali melanjutkan langkahnya, dan ia masih melihat nenek itu tengah duduk dan tersenyum dengan bibir yang robek sampai ke telinga. “Jangan tersenyum seperti itu, kau terlihat mengerikan Nenek,” gumam Mollie. Sampai akhirnya Mollie menggunakan angkutan umum berupa bus untuk ke kota. Saat ingin masuk ke dalam bus, Mollie di hadang oleh roh seorang pelajar. Sampai pengemudi bus marah dan justru menyuruh Mollie segera naik. “Maaf, aku naik bus yang selanjutnya saja, Pak.” “Sialan kau ini!” ujar supir bus. Mollie kembali duduk di halte, dengan perasaan takut dan juga ragu. Akhirnya ia menghubungi sang kakak untuk mengantarkannya. “Halo, Kak?” “Ada apa?” tanya Will. “Bantu aku, apa kau bisa mengantarkan aku ke kota?” tanya Mollie. “Aku sedang sibuk, mungkin Arlo akan menjemputmu.” “Apa? Tidak! Sebaiknya aku menggunakan bus saja.” “Baiklah.” Mollie memang tidak terlalu dekat dengan Arlo, Kakaknya. Arlo lebih pendiam daripada Will, dan ia memiliki cara sendiri untuk menunjukkan kepeduliannya pada Mollie. “Kenapa harus Arlo?” Mollie kembali menunggu bus untuk bisa ke kota, hingga beberapa menit kemudian ada satu bus yang datang. Akhirnya ia bisa naik bus itu dan menuju ke kota. Selama perjalanan, Mollie terlihat aneh karena beberapa kali seperti melihat ada banyak roh yang terbang ke atas. Semakin ia melihat, tiba-tiba bus itu berhenti. “Maaf, kenapa bus ini berhenti?” tanya Mollie pada seorang penumpang. “Ada kecelakaan di depan. Sepertinya korbannya banyak,” jelas orang itu. Mollie menelan ludahnya dengan kasar. Ia duduk kembali dengan menggenggam kalung salib yang dikenakannya. “Astaga … kenapa ini terjadi padaku? Kakak, aku takut!” gumam Mollie. Tiba-tiba saja tangan Mollie seperti ada yang menarik, dan ia mengikuti langkah orang yang membawanya keluar dari dalam bus. “Arlo?” “Kenapa kau tidak menunggu? Bukankah Will sudah mengatakan jika aku akan menjemputmu?” “Maaf, aku hanya tidak menyangka jika kau akan benar-benar datang,” ujar Mollie. Mollie memilih menurut pada kakaknya itu, dan ia pun masuk ke dalam mobil Arlo dengan segera. “Sebaiknya jangan ke kota, kita cari pekerjaan di sekitar rumah saja. Bukankah di sana ada beberapa perusahaan kecil yang bisa kau jadikan batu loncatan?” “Iya, kau benar. Terlalu jauh juga jika aku ke kota.” Arlo mengemudikan mobilnya kembali ke rumah, ia menyuruh Mollie untuk beristirahat saja di dalam kamar, dan membantunya memasukkan lamaran pekerjaan yang sudah dibuat. “Sebaiknya kau mulai dengan desain, bukankah kau sangat suka desain dulu?” tanya Arlo. “Ya, kau benar. Aku akan kembali mencoba membuka blog yang lama tidak tersentuh. Dan mungkin sudah ada sarang laba-laba atau bahkan sudah menjadi rumah mereka,” ujar Mollie sembari tertawa. Hanya saja … Arlo bukanlah Will yang ikut tertawa saat ada yang dianggap lucu. Mollie pun terdiam kembali, dan ia segera berjalan masuk ke dalam kamarnya. Saat di dalam kamar, Mollie di sambut oleh sang ayah yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu. Hampir saja Mollie berteriak, tetapi ia menahan diri karena tidak ingin Arlo kembali menemui dirinya. “Papa, apa kau ingin Mama tahu jika ada yang tersembunyi di dalam rumah ini?” ancam Mollie. “Hei, maaf. Aku hanya ingin bermain saja, aku bosan di rumah ini terus.” “Salah sendiri.” “Kau ini! kenapa pulang bersama Arlo?” tanya Victor. “Ada kecelakaan di ujung jalan besar, sepertinya memakan korban banyak. Dan aku tidak bisa terus berada di sana. Tiba-tiba saja Arlo datang dan membawaku pergi.” Mollie meletakkan tas selempangnya di atas ranjang, lalu duduk di depan meja computer. Ia mulai menghidupkan computer yang telah lama tidak ia sentuh itu. Mollie memang lulusan teknik informatika, dan ia sangat pandai dalam membuat desain. Tidak hanya desain vector maupun untuk logo, Mollie juga sedikit mendalami desain arsitek sebelum mengalami kecelakaan dulu. “Ternyata masih berfungsi,” gumam Mollie. Mollie memiliki sebuah blog yang menampilkan beberapa desain miliknya. Sudah empat tahun blog itu tidak ia kunjungi, dan saat Mollie mulai masuk kea kun blog itu, ia mendapatkan banyak sekali pesan di sana. “Ternyata ada banyak sekali yang menyukai desain milikku. Wah, ada yang ingin membelinya … bukannya sudah ada di website yang tertera? Kenapa mereka masih tidak paham?” gumam Mollie. Beberapa jam berlalu, dan Mollie telah selesai mengurus blognya. Ia kembali aktif di dalam dunia desain, dan beberapa orang yang online langsung menghubungi Mollie melalui e-mail miliknya yang tertera di sana. Tok Tok Tok “Mollie, apa kau di dalam?” tanya Will yang baru saja kembali dari restoran. “Masuk saja, Kak!” “Hei, apa kau melihatnya tadi?” “Apa?” “Kecelakaan itu. Arlo mengatakan jika ada kecelakaan saat ia menjemput.” “Aku tidak melihat secara langsung, hanya saja … mereka semua banyak yang tiada,” jelas Mollie. “Tidak ada yang mengikutimu pulang bukan?” “Tidak ada.” Will masuk dan duduk di tepi ranjang, sedangkan Mollie hanya memutar kursi tempatnya duduk saat ini untuk menghadap pada Will. “Jadi … apa kau akan memulai desain itu lagi?” tanya Will. “Ya, satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan di rumah.” “Apa kau tidak ingin bekerja di tempat lain?” “Kakak … jika saja aku tidak mengalami hal aneh, aku pasti sudah bekerja di kota,” jawab Mollie. “Ya, kau pasti akan melakukannya dengan baik. Karena aku tahu kau itu pekerja keras.” “Ya … apa kakak baik-baik saja?” “Ya, kenapa?” “Aku dengar ada temanmu yang baru saja tiada,” ujar Mollie. “Bagaimana kau tahu?” “Hanya tahu saja saat kau masuk.” “Apa dia ada di sini?” “Tidak, aku hanya tahu.” Will mengelus daada saat mendengar ucapan Mollie. Sedih memang saat kehilangan seorang teman, tetapi … sebuah takdir tidak bisa mereka hindari. Setelah perbincangan itu Will keluar dari sana dan kembali ke dalam kamarnya sendiri. Sementara Mollie kembali berkutat dengan computer miliknya. “Kenapa kau berbohong pada Will?” tanya Victor. “Papa, aku tidak ingin Kakak takut.” “Tapi hantu itu menempel pada kakakmu.” “Jika kakak tidak lagi sedih, hantu itu akan pergi.” “Baiklah. Sekarang aku akan ke kamar Will untuk menjaga anakku itu.” “Ya, pergilah, dan jangan mengejutkan aku lagi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD