Prolog

843 Words
"Ibu akan menjodohkanmu dengan laki-laki yang sesuai dengan kriteriamu," ucap seorang wanita paruh baya seraya menatap putrinya. Erika, perempuan berambut cokelat kemerahan sebahu itu membelalakan matanya seketika. Ia bahkan hampir tersedak nasi yang sedang dikunyahnya. Ia begitu terkejut hingga ia mengira jika ia sedang berhalusinasi. Ia tak pernah mengira jika perjodohan masih ada di jaman modern seperti ini. Di jaman ketika seorang wanita bisa memiliki kesempatan pendidikan dan karier yang hampir setara dengan pria, juga wanita yang bebas memilih untuk menikah atau tidak, perjodohan terdengar begitu konyol dan kuno. "Kriteriaku? Ibu tahu seperti apa kriteriaku?" sahut wanita itu dengan raut wajah yang memperlihatkan keterkejutan yang tak sanggup ia sembunyikan. "Ya ampun. Bagaimana bisa aku tidak mengetahui apa yang diinginkan putri tunggalku ini? Bukankah kau menginginkan lelaki yang kaya, tampan dan setia, Sayang?" Erika meringis mendengar perkataan ibunya. Di suatu masa dalam hidupnya, ketika ia masih belum cukup dewasa untuk berpikir realistis, ia memang sempat menginginkan hal seperti itu meski Ia tak pernah memberitahukan kriteria lelaki idamannya pada sang ibu. Namun ketika ia sudah cukup dewasa untuk menyadari realita, ia tak lagi menginginkan kriteria seperti itu meski ia masih tetap berharap di dalam hati kecilnya. Menurutnya hampir tidak mungkin seorang lelaki berparas tampan hanya setia pada satu pasangan, terlebih lagi jika lelaki itu memiliki banyak uang. Uang selalu menjadi kekhawatiran Erika sejak dulu. Ia yang tumbuh besar di keluarga yang termasuk kurang mampu jika dibandingkan mayoritas teman maupun saudara-saudaranya membuatnya berharap jika ia akan menjadi orang kaya suatu saat nanti. Bukan berarti ia materialistis, hanya saja ia ingin setidaknya menjalani kehidupan yang mapan dan stabil. Namun pengalaman romansa dengan lelaki mapan atau bahkan kaya yang selalu berakhir dengan buruk membuatnya tak lagi mengharapkan lelaki yang mapan, apalagi kaya. Ia sadar jika kesetiaan dan kekayaan bagaikan minyak dan air yang tak mungkin bersatu. "Tidak, lah. Mana ada lelaki yang setia dan kaya? Itu terdengar mustahil." Lara tertawa mendengar ucapan putrinya. Sakura masih tetap sinis dan skeptis seperti biasanya, membuat perempuan paruh baya itu merindukan gadis kecilnya yang polos dan penuh impian lebih dari satu dekade yang lalu. "Terdengar mustahil, kan? Tapi aku benar-benar menemukan lelaki yang seperti itu, lho. Makanya aku memutuskan untuk langsung mengiyakan tawaran perjodohan antara kau dan lelaki itu." Erika benar-benar terkejut hingga ia lupa mengatupkan mulutnya. Ia tak menyangka jika ibunya begitu polos. Pasti ada sesuatu yang salah dengan lelaki itu, misalnya lelaki itu memiliki kepribadian yang aneh dan tidak disadari oleh orang yang hanya melihatnya sekilas, atau mungkin pecinta sesama jenis, atau mungkin juga memiliki cacat fisik atau bahkan mental. Erika bergidik membayangkan yang terakhir. Bukan berarti ia mendiskriminasi seseorang, namun ia tak sanggup jika membayangkan harus menikahi seorang pria yang cacat, apalagi jika cacat mental. Toleransi antara sesama manusia dan pernikahan jelas merupakan dua hal yang sangat berbeda. "T-tunggu ...." Erika tergagap karena merasa ngeri. "Mana bisa kau memutuskan siapa suamiku begitu saja? Perlu waktu bagiku untuk mempertimbangkan siapa yang akan kunikahi. Aku perlu mengetahui seperti apa kepribadiannya. Setidaknya, aku perlu tahu seperti apa wajah lelaki yang akan menjadi suamiku dan siapa namanya." "Kau tahu keluarga Mangunwijaya, kan? Kau akan menikahi salah satu putra di keluarga mereka. Kebetulan nyonya keluarga itu adalah mantan teman sekelas ibu dan kami bertemu saat reuni beberapa bulan lalu. Sejak itu kami kembali akrab dan ia menyatakan keinginannya untuk menjodohkan putranya denganmu." Erika tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia hanya pernah mendengar beberapa kali dari obrolan rekan-rekannya, namun ia tahu jika keluarga itu merupakan keluarga kaya raya. Ia tak pernah mengira jika ia yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja akan berhubungan dengan orang dari keluarga yang seharusnya tak terjangkau bagi orang sepertinya. Erika merasa sedikit takut. Ia pernah mendengar bermacam-macam cerita dari ayahnya mengenai bos di kantornya yang menikahi seseorang dari keluarga kaya dan berakhir dengan menjadi seseorang yang tak dipandang oleh keluarga istrinya. Dan Erika tak berharap memiliki nasib yang sama dengan bos ayahnya. Seolah mengetahui kekhawatiran sang putri, Lara segera menepuk pundak putrinya, "Tenang saja. Aku yakin kau akan diperlakukan dengan baik. Lagipula calon ibu mertuamu sejak dulu menginginkan anak perempuan, dan ia pasti akan menyayangi menantu perempuannya." Erika tak merasa lebih tenang mendengar ucapan ibunya yang sebetulnya bukanlah sebuah kepastian, melainkan hanyalah sebuah probabilitas. "Bagaimana kalau--" Lara segera memutus ucapan Erika, "Sudahlah. Terima saja pernikahanmu dan percayalah padaku. Lagipula aku sudah terlanjur mengiyakan. Kau akan menikah dua bulan lagi." Erika benar-benar terkejut. Ia segera menatap ibunya lekat-lekat dan bertanya, "Dua bulan lagi? Tolong beritahu aku, setidaknya lelaki itu normal, kan?" Lara tertawa keras-keras dan menepuk-nepuk pundak putrinya. Setelah ia berhenti tertawa ia segera berkata, "Ya ampun. Kau aneh-aneh saja. Mana mungkin aku akan menjodohkanmu dengan gay?" Setidaknya menikah dengan gay masih lebih baik menurut Erika. Seorang gay tidak akan benar-benar terlihat dari luar, kecuali jika ia memang tertangkap bermesraan dengan sesama jenis. Ia hanya perlu menceraikan lelaki itu beberapa bulan setelah menikah. "Bagaimana dengan fisik dan mentalnya?" Lara merasa agak terkejut dengan pertanyaan Erika yang terdengar aneh untuk orang yang hendak menikah. Namun ia hanya tersenyum sebagai tanggapan atas pertanyaan putrinya. "Jalani saja. Aku memilihkan yang sesuai kriteriamu. Kurasa kau juga akan menyukainya setelah bertemu dengannya nanti." Reaksi ibunya membuat Erika semakin ketakutan. Wanita itu seolah menutupi sesuatu dan membuatnya semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan calon suaminya. - Bersambung -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD