Part 2

2829 Words
Setelah menjalani hukumannya selama tiga hari, Angelica bersama dua orang temannya kini kembali bersekolah, selama tiga hari ini Angelica mendapatkan banyak ocehan dari mamanya. Angelica berjanji dalam hati, kalau dia tidak akan membuat masalah lagi. Saat ini Angelica sendiri, dia sedang berjalan menuju kelas Lea, dia membawa hadiah di tangannya untuk adik kelasnya itu, ini adalah hadiah untuk permintaan maaf sekaligus untuk mengorek informasi tentang calon suami masa depannya. Angelica mengetuk pintu  kelas Lea lalu semua mata tertuju padanya.  "Maaf, aku mencari Lea," katanya tidak gentar mendapat banyak tatapan dari adik-adik kelasnya itu. "Ada apa kakak mencari ku?" Gadis yang bernama Lea itu berdiri dari tempat duduknya namun, dia tidak menghampiri Angelica yang berdiri di ambang pintu.  "Bisa bicara sebentar?" tanya Angelica ramah.  "Kakak mau bully teman kita, Iya?" Dua orang teman Lea melihatnya dengan tatapan tidak suka.  Angelica menggeleng. "Aku tidak ingin mencari keributan, sebaliknya justru aku ingin mengajak Lea  berdamai." Angelica tidak terpancing sedikit pun dengan tatapan-tatapan beragam dari seluruh orang yang berada di kelas Lea. Lea melihat Angelica dengan ragu. "Aku tidak berniat buruk, percayalah," kata Angelica meyakinkan Lea. Lea kemudian melangkah keluar dari kelasnya, di ikuti dua orang temannya.  "Ini untuk mu, sebagai tanda permintaan maaf ku telah melikai kamu kemari." Angelica memberikan kotak itu pada Lea.  Lea melihat teman-temannya lalu menerima kotak itu dengan ragu. "Terima kasih, Kak. Lea juga minta maaf karena sudah melukai kakak," ucap Lea kemudian dia langsung membukanya di hadapan Angelica. Lea menganga melihat isi dari kotak itu, itu adalah jepit rambut yang terbuat dari emas asli yang di hiasi dua mutiara di bagaian atasnya.  "Ini buat Lea, Kak?" tanya Lea ragu. Angelica tersenyum, jepit rambut itu adalah miliknya yang di berikan kakak iparnya, Stevany. Jepit buatan tangan itu hanya ada dua dunia, dua-duanya dibuatkan khusus oleh Stevany untuk adik ipar dan Mertuanya. Setelah ini Angelica akan meminta maaf pada kakak iparnya itu karena memberikan hadiahnya kepada orang lain.  "Itu akan menjadi milik kamu kalau..." Angelica menjeda ucapannya.  "Kalau apa?" tanya Lea. Lea sangat suka dengan jepit itu, jepit rambut pertama miliknya yang terlihat unik dan langka.  "Kalau kamu memberikan nomor ponsel, nama akun sosmed dan juga alamat rumah Om Ben," jawab Angelica begitu lugas.  "Hanya itu?"  "Untuk sementara, hanya itu dulu, tidak menutup kemungkinan akan tambah lagi." "Setuju." Lea mengulurkan tangannya mengajak Angelica berjabat tangan. Angelica menyambut jabatan itu senang. Dia pikir akan susah untuk membujuk Lea tadi, ternyata tidak. Lea kemudian mengeluarkan ponselnya lalu menyebutkan nomor ponsel dan sosial media yang Ben punya tidak lupa juga dia memberikan alamat rumah Ben.  "Terima kasih Lea," ucap Angelica s etelah menyimpan nomor ponsel Ben.  "Sama-sama, Kak. Semoga berhasil," balas Lea seraya mengangkat tangannya menyemangati Angelica. Lea bersedia memberikan semua informasi tentang Ben kepada Angelica, menurutnya Angelica lebih cocok untuk Uncle nya, dari pada sekeretaris pria itu yang sudah punya pasangan. *** Angelica buru-buru masuk ke dalam kamarnya setelah pulang sekolah lalu tanpa mengganti pakaiannya terlebih dulu dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi nomor pujaan hatinya itu.  Angelica menungunggu dengan jantung berdebar-debar. Namun, hingga percobaan yang ketiga kalinya, sambungan teleponnya tak kunjung di terima. Tidak ingin menyerah lebih cepat, Angelica terus mencoba hingga sepuluh kali dan telepponnya tidak kunjung di angkat. Tidak kehabisan akal Angelica beralih ke akun sosial media laki-laki itu.  Tidak ada yang menarik dari postingan pria itu, hanya ada empat postingan di sana,, ddan semuanya hanya gambar buku dan juga satu gambar pemandangan. Namun yang menjadi perhatian Angelica adalah banyaknya pengikut pria itu. Jumlahnya mencapai empat ratus ribu lebih tidak sebanding dengan pengikut Angelica yang hanya mencapai lima ribu pengikut dan postingannya yang mencapai dua ribu postingan.  Angelica menekan tombol suka pada setiap postingan Ben, tidak lupa juga dia mengikuti akun pria itu. Setelahnya dia meletakkan ponselnya kemdian masuk ke dalama kamar mandi untuk membersihkan dirinya.  Angelica menghabiskan waktu satu jam di dalam kamar mandi, sebelum membersihkan diri dia  melakukan ritual luluran terlebih dahulu, setelah selesai membilas seluruh tubuhnya, Angelica keluar dengan berbalut handuk.  Saat Angelica keluar dari kamar mandi dia mendapati ponselnya berdering. Nama Ben Sadewa muncul sebagai penelepon. Angelica buru-buru mengangkatnya.  "Halo," sapanya dengan suara lemah lembut.  "Kamu siapa?" tanya Ben dengan nada datar.  "Aku, Angel," jawab Angelica tersipu, dia memilin unjung handuknya dengan sikap malu-malu.  "Angel, siapa?" tanya Ben lagi, dia tidak ingat pernah mengenal perempuan bernama Angel.  "Angelica Hadiantara, kita pertama kali bertemu saat kamu mecium kening ku," kata Angelica menceritakan awal pertemuan mereka.  "Oh, kamu yang kalah taruhan itu?" Angelica mengangguk antusias.  "Iya, Om," kata Angelica akhirnya saat sadar Ben tidak melihat anggukan kepalanya.  "Ada urusan apa kamu menghubungi saya?" tanya Ben lagi, nada suaranya masih sama datarnya sejak awal pembicaraan mereka tadi.  "Uhm.." Angelica tidak  tahu hendak mengatakan apapun, dia tidak mungkin langsung menyatakan perasaannya, kan?  "Hanya ingin mengatakan terima kasih. Karena Om sudah mau membantu ku saat itu," kata Angelica akhirnya. Dia memuji otak pintarnya yang langsung mampu menemukan jawaban yang cukup masuk akal.  "Sama-sama, kalau begitu saya akhiri panggilannya."  "Tunggu!" Angelica mendengus saat panggilan tersebut sudah berakhir tanpa menunggu balasannya darinya.  Angelica menatap lama nomor ponsel Ben, tadi dia pikir akan mudah membuka obrolan dengan pria itu, nyatanya sepanjang percakapan mereka tadi, Ben terlihat tidak suka berbiacara dengannya. Pria itu terdenngar dingin, dan tidak tersentuh.  "Tidak masalah, aku tidak akan berhenti di sini. Aku akan terus mengejar kamu sampai dapat, titik." Angelica bertekad tidak akan menyerah dengan mudah. Mendapatkan pasangan yang terbaik memang harus membutuhkan usaha yang lebih keras.  *** Ben sedang makan siang di sebuah restoran yang berada tidak jauh dari kantornya saat matanya tidak sengaja mengangkap keberadaan seorang gadis yang beberapa hari lalu meneleponnya hingga sepuluh kali. Iya, siapa lagi kalau bukan Angelica H. Ben mengamati gadis itu sejenak, lalu kembali fokus pada makan di hadapannya.  "Hai, Om."  Ben mengangkat pandangannya pada gadis yang duduk di hadapannya sambil tersenyum manis.  "Aku boleh duduk di sini kan, Om?" Tanya gadis itu pada Ben yang memang duduk sendirian. Ben  hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan makan siangnya. setelah ini dia rapat dengan klien nya yang datang dari Korea.  Ben kembali mengangkat pandangannya saat gadis itu hanya melihatnnya tanpa memesan makanan. "Kamu tidak makan?"  Angelica menggeleng tanpa mengalihkan tatapan matanya dari Ben. "Lihat Om makan dengan lahap saja, sudah  membuat ku kenyang," jawab Angelica polos.  "Uhuk..." Ben tersedak, buru-buru Angelica memberikan minumannya pada Ben. Ben langsung menenggak nya tanpa memperhatikan kalau minuman itu bukanlah miliknya.  "Ini bukan minuman milikku." Ben menurunkan gelas itu setelah meminum setengah dari isinya.  "Memang bukan. Itu punya aku, Om." Angelica tersipu, apalagi saat melihat Ben minum dari gelas yang terdapat bekas lipstiknya. Bahkan di bibir Ben memiliki sedikit warna karena bekas lipstik Angelica menempel di sana.  Ben melotot lalu mendengus saat melihat gelas di genggamannya, ada warna pink yang pudar di sana.  "Apa kamu gila?" tanya Ben kesal.  "Aku salah iya, Om?" Angelica balik bertanya dengan kepala menunduk.  "Iya, kamu salah. Kamu tidak seharusnya memberikan minuman kamu pada saya." "Aku kan hanya membantu, Om," kata Angelica lagi, dia tidak berani mengangkat kepalanya. Ben berdecak lalu berdiri hendak meninggalkan Angelica di sana namun, dia tidak sengaja menabrak pelayang hingga baju yang dia kenakan terkena tumpahan minuman.  "Maaf, Pak," kata pelayan itu menunduk merasa bersalah. Ben rasanya ingin marah, namun saat melihat wajah perempuan itu dia langsung teringat dengan wajah adiknya.  "Tidak apa-apa," katanya pada akhirnya. Melihat hal itu, Angelica semakin jatuh cinta. Ben mampu mengontrol emosinya dengan baik. "Calon suami yang sempurna," guman Angelica pelan. Angelica langsung berdiri dia ingat ada kemeja milik kakaknya di dalam mobilnya, dengan  cepat dia berlari ke arah mobilnya terparkir dan menunggu Ben di sana. Dia langsung mendekat  saat melihat Ben keluar dari restoran. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ben.  "Ini buat, Om." Angelica menyodorkan kemeja berwarna biru itu ke hadapan Ben. Setelah menyerahkan kemeja itu, Angelica tersenyum lalu pergi meninggalkan Ben.  "Sampai bertemu lagi, Om Ben," kata Angelica sambil melambaikan tangannya.  *** Setelah kepergian Angelica, Ben memandang kemeja yang gadis itu berikan tadi. Meski sedikit ragu, Ben pada akhirnya tetap memakai kemeja yang di berikan Angelica. Dia sudah tidak punya waktu lagi untuk membeli kemeja yang baru. Setelah mengganti kemejanya, Ben langsung mengemudikan mobilnya menuju kantornya.  Hari ini dia makan siang sendiri karena Cintya, sekretarisnnya makan siang dengan tunangannya. Ben sebenarnya sangat kesal dengan pilihan Cintya yang tetap bertahan dengan laki-laki bajingann seperti tunangannya itu.  Ben tiba di kantornya lebih cepat, suasana jalanan siang itu tidak seramai biasanya. "Pak," sapa Cintya yang sudah berada di meja kerjanya. Ben berhenti dan melihat sejenak wanita yang di cintainya itu.  "Kamu sudah makan siang?" tanya Ben. Cintya mengangguk seraya tersenyum. dia selalu suka terhadap perhatian yang Ben kasih. Kalau saja dia tidak terikat dengan tunangannya, Rio mungkin saja Cintya sudah menerima cinta Ben.  "Bapak ganti baju?" tanya Cintya saat matanya menangkap penampilan Ben yang berbeda dengan pagi tadi. "Ah, iya. Tadi ada insiden kecil." Ben tidak menjelaskan secara detail, karena menurutnya hal itu tidak penting. ben kemudian masuk ke dalam ruang kerjanya dan memeriksa berkasnya sekali lagi sebelum pergi ke ruang rapat.  *** Angelica memasuki rumahnya sambil bersenandung bahagia. Pertemuannya dengan Ben tadi addalah kebetulan. Kebetulan yang sangat dia suka, Angelica berharap akan ada kebetulan-kebetulan lain yang membuat lebih mudah untuknya mendapatkan Ben. "Siang, Mam," sapa Angel pada mamanya yang duduk di sofa seraya menonton sinetron kesayangannya.  "Sore, Sayang," balas Cordelia, mamanya. Angelica melirik jam yang melingkar di tangannya. Benar, sudah sore tepatnya pukul empat sore. Angelica pamit ke kamarnya untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Angelica membuka pintu kamarnya lalu melemparkan tas sekolahnya ke atas ranjang. Dia tidak langsung membersihkan diri seperti yang dia ucapkan pada mamanya. Angelica duduk seraya memainkan ponselnya. Memeriksa adakah hal yang baru di akun sosial media pujaan hatinya. Namun, tidak hal apapun di sana. Isinya masih sama seperti satu minggu yang lalu. "Halo, Abang Wingga Hadiantara," sapa Angelica menerima panggilan telepon dari Abang kesayangannya itu.  "Halo, Ca. Ca, kamu lihat kemeja Abang tertinggal di mobil kamu, nggak?"  "Memangnya ada apa, Bang?" Bukannya memberikan jawaban Angelica malah bertanya balik.  "Ada atau nggak?" "Ada," jawab Angelica cepat 'tapi sudah  aku kasih sama calon adik ipar, Abang,' sambung Angelica dalam hati.  "Bisa kamu antar sekarang ke rumah Abang?"  "Enggak bisa, Abang. Kemejanya di pinjam sama teman Caca," jawab Angelica.  "Apa? Kenapa kamu kasih? Itu kemeja buatan tangan Stevany, ada inisial nama aku di bagian bawahnya dan di bagian kerahnya ada nama Stevany." "Caca kan enggak tahu, Bang" "Seharusnya kamu ijin dulu sama Abang, Ca. Kemeja itu sangat berharga karena di buatkan langsung sama istri Abang dan sekarang kamu memberikannya kepada orang lain." "Caca minta maaf, Abang," ucap Angelica pelan. "Ca, bagaimanapun caranya kamu harus dapatkan kemeja itu kembali. Kalau tidak, aku akan melaporkan masalah kamu yang di sekolah  sama Mama dan Papa. Abang juga akan memotong uang jajan kamu, bila perlu tidak usah jajan sekalian," ancam Wingga, "Abang tunggu di rumah sampai jam enam," tambah Wingga lagi lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Angelica berdiri lalu menyambar tasnya. Dia melirik jam di layar ponselnya. "Seharusnya Om Ben sudah pulang dari kantor jam segini," gumam Angelica pelan. "Mau ke mana lagi kamu, Ca?" tanya Cordelia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar televisi.  "Mau keluar sebentar, Ma," jawab Angelica lalu langsung berlari keluar dari rumah. Angelica memasuki mobilnya lalu memacu mobil tersebut keluar dari  kediaman orang tuannya itu.  Angelica menyalip mobil yang berada di depannya dengan lihai, jalan mulai padat karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Empat puluh lima menit, selama itu Angelica berjibaku dengan pengendara lainnya hingga dia akhirnya tiba di depan rumah Ben. Angelica melihat nomor yang tertempel di dinding pagar lalu mencocokannya dengan nomor yang dia catat di ponselnya.  "Nona cari siapa?" Seorang pria dengan seragam security bertanya pada Angelica yang memang sudah keluar dari dalam mobilnya.  "Saya cari Om Ben, Pak." "Ben Sadewa?" tanya pria itu lagi.  "Iya, benar, Pak." Angelica mengangguk semangat. "Maaf, Nona ada keperluan apa dengan Pak Ben? Kebetulan saya bekerja di rumah beliau," kata pria itu sopan.  "Mau minta baju saya yang Om Ben pakai." Security itu mengangkat alisnya, lalu tersenyum menganggukkan kepalanya. Selama ini belum ada perempuan yang mendatangi rumah majikannya. Dan sekarang ada gadis muda yang meminta baju. Pikiran security itu langsung tertuju pada hal yang sangat pribadi.  "Silahkan masuk, Nona. Tuan Ben baru saja kembali, lima menit yang lalu." Pria itu membuka gerbang mempersilahkan Angelica masuk.  Angelica memarkirkan mobilnya di halaman rumah Ben. Dia lalu langsung masuk ke rumah Ben mencari keberadaan pria itu.  "Om!" teriak Angelica. Matanya mencari keberadaan pria itu.  "Tuan Ben ada di dapur, Nona," kata asisten rumah tangga Ben seraya menunjuk ruangan di belakangnya.  "Eh, makasih, Bu," kata Angelica lalu berlari menunju dapur. Angelica melihat Ben yang sedang menuang ari ke dalam gelas.  "Om Ben," panggil Angelica lagi lalu segera menghampiri pria itu.  "Kamu! Ngapain kamu di rumah saya?" Angelica tidak menjawab dia mengamati kemeja yang Ben pakai. Itu masih kemeja yang dia berikan siang tadi.  "Buka, Om." Angelica langsung mengulurkan tangannya membuka kancing kemeja yang Ben pakai.  "Apa yang kamu lakukan?" Ben menangkap tangan Angelica, menghentikan usahan gadis itu.  "Buka bajunya, Om. Aku nggak punya banyak waktu." Ben melotot mendengar perkataan Angelica.  "Apa kamu sudah gila?!"  "Om, aku masih butuh uang, aku masih ingin jajan dan beli banyak barang," ucap Angelica. Dia lalu kembali mengulurkan tangannya untuk membuka kancing kemeja yang Ben kenakan.  Ben menepis tangan Angelica lalu mendengus sinis. "Saya tidak tertarik menjadikan kamu simpanan," kata Ben.  "Ihh, Aku juga nggak mau jadi simpanan, Om. Maunya jadi istri aja," sungut Angelica.  "Saya tidak tertarik menjadikan kamu istri." Angelica terdiam sejenak lalu kembali meminta Ben untuk membuka kemeja milik abangnya. "Buka, Om. Buruan!" Angelica menarik kerah kemeja lalu meraih kancingnya satu per satu. Ben membiarkan Angelica membuka kemejanya. "Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, jangan salahkan kalau saya berlaku kasar," ucap Ben. Dia akan membuat gadis muda ini menyesal karena telah menggodanya. Ben bukan pria polos dia mengerti apa yang sedang coba Angelica lakukan. Ben sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Bukan hanya sekali namun berkali-kali, beberapa wanita langsung melemparkan diri padanya. Hanya saja ben tidak pernah meladeni mereka, Angelica akan menjadi yang pertama. Ben berdecih sinis ketika Angelica terdiam memandang tubuh bagian atasnya yang sudah terbuka.  Angelica menelan ludahnya gugup ketika melihat otot perut Ben. Dia menggelengkan kepalanya lalu menari kemeja itu  lepas dari tangan Ben. Lagi-lagi Angelica di buat terpana dengan pahatan tubuh Ben. Benar-benar sempurna, pikir Angelica. "Kemeja ini aku ambil lagi, iya, Om. Ini punya Abang Wingga, nanti Caca belikan yang baru buat Om." Angelica berjinjit lalu mengecup pipi Ben, "Aku pamit dulu. Bye, Om," setelahnya dia berlari meninggalkan Ben sendirian di dapur rumahnya.  Ben mengusap wajahnya lalu mengamati keadaan dapurnya yang untugnya tidak ada siapaun kecuali dirinya sendiri. Ben tidak tahu kalau tujuan Angelica hanya untuk mengambil kembali kemeja yang di berikannya. "Sialan! harusnya dia mengatakan kalau dia hanya butuh kemeja itu kembali. Tidak perlu membuatku salah paham," sungut Ben pelan. Dia benar-benar malu dengan pikiran negatifnya. Ben bahkan sudah berani membayangkan adegan panas dengan Angelica.  Ben kembali mengusap wajahnya yang terasa panas. Dia butuh mandi air dingin untuk membersihkan pikiran kotornya.  *** Angelica sudah tiba di rumah Abangnya untuk mengantarkan kemeja milik pria itu. Dan Wingga ternyata sudah menunggunya tepat di depan pintu rumah pria itu.  "Mana?" todong Wingga langsung pada adiknya.   "Ini." Angelica memberikan kemeja itu ke tangan abangnya. Dia lalu menyodorkan tangan kanannya pada Wingga.  "Apa?" tanya Wingga pura-pura tidak mengerti dengan kode yang adiknya tunjukkan.  "Uang jajan dong, Abang," kata Angelica seraya tersenyum lebar.  "Ini, cuci dulu baju Abang, baunya nggak enak." Wingga mengembalikan kemeja miliknya ke tangan Angelica. Lalu masuk ke dalam rumahnya dengan santai.  "Tidak boleh minta bantuan Bibi!" kata Wingga lagi, seakan bisa membaca rencana adiknya itu.  Angelica berdecak lalu mengikuti Wingga masuk. Dia langsung menuju ruangan di berada tepat di sebelah dapur rumah itu. Tempat untuk mencuci dan mengeringkan pakaian. Angelica memperhatikan mesin cuci dengan serius. Dia tidak tahu harus melakukan apa terlebih dahulu.  "Kamu lagi apa, Ca?" kakak iparnya yang cantik menghampiri Angelica. Wanita itu tetap terlihat cantik meskipun hanya mengenakan pakaian rumahan.  "Mau cuci ini, Kak." Angelica mengangkat satu kemeja yang dia pegang. Stevany, istri abangnya itu mengambil alih kemeja itu. Dia mencim baunya lalu mengerutkan keningnya, dia merasa asing dengan bau parfum dari kemeja itu.  "Wingga yang minta kamu nyuci ini?" Angelica menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan kakak iparnya itu.  "Dari baunya, ini adalah parfum laki-laki. Jangan bilang kalau Wingga selingkuh dengan..."  "Kak, jangan salah paham. Kemeja ini sebenarnya tertinggal di mobil aku, terus di pinjam sama teman aku. Ini bau parfumnya dia." Angelica menggelengkan kepalanya ketika bayangan Winga duduk berdua dengan Ben.  "Kamu tidak sedang sekongkol dengan Wingga, kan?" Stevany menatap curiga pada Angelica.  "Tidak, Kak. Aku bicara jujur," ucap Angelica meyakinkan kakak iparnya.  Stevany mengangguk mencoba mempercayai adik iparnya itu.  "Bagaimana cara menggunakan mesin ini, Kak?" Angelica mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin membuat Stevany semakin curiga.  "Aku juga nggak tahu," jawab Stevany seraya mengangkat bahunya.  "Kita lihat caranya di youtube saja," usul Stevany. Keduanya kemudian asik menonton tutorial menggunakan mesin cuci. Awalnya memang menonton tutorial untuk menggunakan mesin cuci, namun pada akhirnya keduanya larut pada video kecantikan.  Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD