Takdir adalah pemberian langit sekaligus pilihan manusia. Manusia bisa merubah takdir, sekiranya itu 'lah yang selalu dipercayai Alexa. Hidup sebagai yatim piatu, berjuang begitu keras hingga akhirnya berhasil lulus dari akademi polisi dan menjadi polwan yang sangat disegani. Semua orang melihat hidupnya begitu bahagia dan berhasil. Menjalani kehidupan serba kecukupan, tanpa tahu bagaimana dahulu Alexa mengganjal perut dengan bantal dan menangis di malam hari. Tidak semua orang mampu melihat dirinya yang berkeringat, berdarah dan berair mata. Karena memang itu 'lah yang Alexa ingin tunjukkan pada orang lain, bahwa dia wanita kuat.
Paling tidak, Alexa berkuasa penuh pada takdirnya sebelum ia terjebak dalam tubuh Athea yang mana belum pernah ia lihat rupa dan wajahnya. Ya, semenjak Alexa terjebak dalam tubuh ini, ia belum pernah melihat pantulan dirinya di cermin. Bagaimana rupa Athea, Alexa tidak tahu. Namun, jika ditanya bagaimana rupa Arthur, maka Alexa dengan tegas menjawab seperti madu dan racun. Wajah tampan dan penuh wibawa itu selalu berhasil mempesona Alexa, ah ... bukan hanya Alexa, tetapi nyaris seluruh wanita yang berani menatap wajahnya. Hanya saja, keindahan pria itu hanya 'lah semu, nyatanya ada racun mematikan di sana.
Menyadari kenyataan seperti itu, ketika terbangun dan mendapati dirinya berada di dalam kereta kuda bersama Arthur tak membuat Alexa terkejut. Memang benar, dia sempat heboh ketika melihat ada Arthur di sana, tetapi Alexa segera memasang sikap tegas.
Kini Alexa duduk saling berhadapan dengan Arthur. Tak lupa memasang wajah galak dan bersedekap di atas d**a. Arthur pun menatap Alexa dengan tatapan dingin dan ekspresi datar. Dia tidak menghiraukan wajah galak yang dipasang Alexa.
"Kita akan pergi ke mana?" tanya Alexa sambil menyipitkan mata.
Terdengar helaan napas panjang dari Arthur, ia memperdalam tatapannya pada Alexa.
"Bukankah kau ingin pulang?"
Kedua mata Alexa terbelalak. "Aku bisa pulang?!" pekik Alexa tak tertahan. Bahkan, ia memajukan tubuhnya tanpa sadar.
Namun, dengan menyebalkannya, Arthur masih dengan ekspresi datarnya itu menaikkan tangannya dan mendorong kening Alexa dengan ujung jari telunjuknya hingga wanita itu kembali mendaratkan bokongnya di atas kursi. Alexa terkekeh, bercampur antara kesal dan kesenangan semu. Meski kabar gembira itu masih semu, tetapi mendengar kata 'pulang' seketika membuat dalam diri Alexa terasa seperti ada yang meletup-letup. Ia terlalu senang.
"Hentikan senyuman bodohmu itu!" sungut Arthur kesal hingga alisnya menukik melihat senyum bodoh di wajah Alexa. Ia geli melihat ekspresi itu.
Alexa mengibaskan tangan. "Abaikan saja wajahku yang buruk rupa ini, Yang Mulia. Sekarang, katakan padaku, bagaimana Anda tahu cara memulangkanku? Astaga ... aku sangat bahagia!"
"Cih!" desis Arthur. "Kau ingat, kesepakatan pulang?"
"Kesepakatan pulang?"
'Aku akan mengantarkanmu pulang, dengan syarat kau menikah denganku.'
Sebuah potongan percakapan melintas di kepala Alexa. Suara yang bergema di dalam kepalanya terasa familiar. Ia jelas tahu betul suara siapa itu, tak lain tak bukan adalah Arthur. Mendadak tenggorokan Alexa menjadi serak.
"I-itu ...." Ucapan Alexa menggantung. Wanita itu berpikir sejenak. Jika dia berusaha kabur dari Arthur, hal itu tak ubahnya seperti buruan yang mencoba kabur sedangkan kakinya diikat dengan tali. Meski Alexa tidak tahu bagaimana cara Arthur menangkapnya, hanya saja ia akan sangat kesulitan menghindari pria itu.
Ketika ia di pasar, Alexa sadar, bahwa dirinya berada di area Kerajaan Adney Land. Di mana daerah kekuasaan raksasa Arthur yang mayoritas dihuni penduduk berambut merah kecokelatan. Akses keluar masuk Adney Land pun bisa dikatakan lumayan sulit. Di samping negeri mereka berdiri di atas satu pulau penuh, dihimpit laut dari berbagai sisi, ini juga karena di beberapa arah lepas laut Adney Land dipenuhi tebing terjal dan hutan bakau yang dipenuhi hewan buas. Akses masuk Adney Land pun juga hanya ada beberapa akses jalan, mengikuti arah empat mata angin dan itu pun total di negeri sebesar Adney Land hanya memiliki pintu masuk empat saja. Hal ini membuat kegiatan di pelabuhan sangat ramai dengan kegiatan transaksi perdagangan antar kerajaan. Bahkan, pelabuhan di Adney Land, keempat-empat jalur masuk itu menjadi yang tersibuk di dunia.
Masalahnya, jika pun Alexa keluar dengan menaiki kapal, Alexa tidak tahu ia akan menuju ke mana. Kembali ke Ackerley kerajaannya si Athea? Gila saja, bahkan Alexa buta arah di sini. Apalagi mengingat hari pertamanya di sini, ia nyaris mati dikeroyok pembunuh. Mungkin dia sudah mati andai malam itu tidak bertemu Arthur.
Sejenak, setelah pikiran itu terlintas, ia kembali menoleh pada Arthur. Ia berpikir, menimbang-nimbang apa yang sebaiknya ia lakukan. Sejauh ini, hanya Arthur dan Asher yang ia kenal. Arthur meski berbahaya, tetapi dengan uang dan kekuasaannya, selama Alexa berfungsi, dia akan melindunginya.
Bicara tentang Asher, apakah pria itu yang menyerahkannya pada Arthur? b*****h sialan, bagaimana bisa dia percaya pada pencuri seperti Asher. Pria itu pasti memang sudah bersengkongkol dengan Arthur. Atau paling masuk akal, dia berkomplotan dengan para prajurit, membuat Alexa nyaman lalu pada akhirnya menyerahkan Alexa.
Ya!
Itu pasti yang membuatnya bisa berakhir di sini.
Bukankah pria itu ingin mati?
"Bagaimana, apakah kau sudah ingat?"
Pertanyaan dari Arthur membuat wajah Alexa terangkat kembali. Baiklah, setelah menimbang cukup lama, Alexa menyimpulkan, saat ini paling aman jika dia bersama Arthur. Namun, pria ini memintanya untuk menikah, jadi apa yang harus Alexa lakukan?
"I-itu ... bagaimana jika kita tidak menikah?"
Mata Arthur menyipit tajam. "Menurutmu apa yang akan kulakukan pada sampah?"
Meski kalimat Arthur seperti slogan 'buanglah sampah di tempatnya' sebagai upaya pemeliharaan lingkungan. Namun, di telinga Alexa, kalimat Arthur itu terdengar sangat horor hingga membuat bulu kuduknya merinding semua. Alexa menegang, matanya berusaha menghindari Arthur. Baik, siapa yang tidak tahu si kejam yang tampan ini? Akan Alexa jelaskan, bahwa Arthur tidak menyukai barang tidak berguna. Jadi, jika ada barang, orang, atau sesuatu lainnya yang tidak berguna, ia akan dibuang. Jika barang, mudah, tinggal melemparkannya ke tempat sampah. Namun, jika manusia?
Seketika Alexa merasa begitu susah payah meski hanya untuk menelan salivanya sendiri. Mendadak tenggorokannya jadi radang.
"Uhm ... sebenarnya itu ...."
"Buatlah keputusan yang baik, Nona Athea. Mumpung ini masih di jalan, jadi mungkin paling parah kau akan menjadi makanan serigala hutan."
"Baik!" sahut Alexa cepat meski sebenarnya hatinya sudah ketar-ketir tak karuan. "Kita menikah dan dengan begitu aku akan segera pulang ke rumah."
'Lalu menganggap semua kejadian gila ini adalah sebagian dari mimpi dan tidak pernah terjadi,' sambungnya dalam hati.
Mendengar jawaban Alexa, Arthur menarik salah satu sudut bibirnya puas.
"Pilihan yang bijak, Nona Athea."
Kini, Alexa hanya bisa tersenyum penuh paksaan. Rasanya sangat aneh ketika kau menikahi tokoh fiksi dalam novel.
***
Kediaman Harem.
Seorang wanita paruh baya yang tampak masih sangat jelita tampak tersenyum sumringah mendengar berita yang dibawa salah satu bawahannya. Wanita itu tampak begitu mencolok karena perbedaan warna rambutnya yang tampak keperakan, sangat kontras dengan rambut para pelayan di sekitarnya.
"Benarkah? Yang Mulia akan menikahi putri Kerajaan Ackerley? Astaga ... ternyata Yang Mulia tumbuh sangat cerdas. Pernikahan ini akan banyak menguntungkan kita."