Hanya Memandikanmu

1442 Words
"Nona, aku menginginkanmu." Napas Athea masih tersenggal-senggal. Bibir merahnya tampak membengkak akibat kejadian panas tadi. Kedua mata Alexa mengerjap beberapa kali, masih tak mampu mencerna apa yang barusan terjadi. Otak jenius Alexa mendadak tumpul. Sial! Ciuman pertamanya? Perlahan, tangan Alexa naik, menyentuh ragu bibirnya yang terasa masih basah. Jantung Alexa terasa nyaris pecah saat ini. Samar-samar, ia masih bisa merasakan alunan napas hangat dari depannya. Ketika ia menatap sosok di hadapannya, wajah Alexa masih terlalu syok untuk menahan diri dari pesona maha indah keelokan pria yang masih menjadi misteri yang terasa familiar. Wajah rupawan yang tengah bertelanjang d**a itu tampak begitu sempurna dan kokoh dengan otot-otot yang terbentuk sempurna. Siapa yang tak tahan dengan godaan yang sangat membius ini? Alexa tergoda, ia terhipnotis oleh pesona pria itu. Tidak munafik, Alexa menjamin tidak ada yang tidak terpesona oleh keelokannya. Lihatlah, rambutnya yang gemilang, tampak berkilau sebagaimana perak diterpa cahaya. Helaian basahnya yang berantakan itu, alih-alih menunjukkan tampilan buruk, justru dengan tata rambut berantakan dan basah itu seolah menyibak pesona yang lebih panas, atau terlalu panas untuk diabaikan. Alexa masih waras, tahu jika berduaan di tempat tertutup itu tidak baik, tetapi entah mengapa ia masih terus membiarkan dirinya hanyut dalam tatapan maut yang bisa saja membunuhnya saat itu. Mata biru yang tampak begitu dalam seolah Alexa terbawa hanyut ombak lautan. Tatapan dalam dari sepasang mata elang yang tajam itu menyeret Alexa, menjebak dirinya ke dalam palung terdalam hingga Athea semakin jatuh dan jatuh pada pesonanya. Mata biru dan rambut peraknya, sangat indah dan menawan. Rahang tegasnya yang dibalut tatapan tajam nan sayu itu membuat Alexa ingin pingsan. Tubuh Alexa hanya bisa menegang, semakin membatu ketika pria itu kembali mencondongkan wajahnya pada Alexa. Namun, Alexa segera tersadar sehingga tangannya turun dan menahan d**a pria itu agar menjaga jarak darinya. Jantung Athea berdegup terlalu kencang hingga setiap detaknya seolah terdengar bak genderang perang di dalam gendang telinganya, terlalu lantang dan tak terkendali. Tenggorokan Alexa tercekat, seolah ia tersedak kerikil yang membuatnya lupa cara berbicara. Pada akhirnya, penolakan dalam diri Alexa hanya berbuah satu cicitan kecil. "Ka-kau?" "Nona, menikahlah denganku." Kedua mata Alexa terbelalak. Seolah baru tersengat listrik bertegangan tinggi, Alexa tersentak. Ia baru saja menyadari akan satu hal. Warna rambut keperakan pria ini sangat familiar. Apalagi, samar-samar ia sempat mendengar nama Raja Arthur disebut-sebut oleh orang yang mengejarnya. Sedangkan, Raja Arthur sendiri adalah tokoh fiksi yang ada di novel menyebalkan yang baru saja selesai ia baca. Meski ini terasa tidak masuk akal, Alexa pun ingin menolak pikirannya yang mungkin mulai gila ini, tetapi semakin ia tolak, semakin besar pula keyakinan bahwa kemungkinan besar pria ini adalah Arthur yang sama dengan tokoh antagonis yang ia baca dalam novel "The Rebel". "Ka-kau? Siapa kau? A-aku di mana?" "Arthur Leyton, Raja Kerajaan Adney Land. Sekarang, kau ada di wilayah kekuasaanku." Kedua mata Alexa mengerjap cepat, manik matanya bergerak ke segala arah, berpikir beberapa waktu hingga akhirnya kalimat yang keluar dari mulut pria di hadapannya ini sukses membuat mulutnya menganga lebar di samping kedua bola matanya yang nyaris jatuh ke tanah. Meski ia telah menduga, tetapi tetap saja ia tak bisa menahan reaksi terkejut yang hampir membuatnya lupa cara bernapas. Fakta ini terlalu mustahil. Ini. Tidak. Mungkin. Mata Alexa mengerjap cepat tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Bibir wanita itu bergetar saat ingin berkata saking gugupnya. Sungguh, ini terasa tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia bertemu dengan tokoh fiksi yang tampak begitu nyata? "Ka-kau benar-benar Raja Arthur? Raja Arthur yang memiliki istri Athea dan selir bernama Calista? Ke-kenapa aku bisa di sini?" Suara Alexa mengecil di akhir kalimatnya. Namun, otaknya masih menolak fakta ini. "Tidak mungkin! Raja Arthur bukan manusia! Dia hanya tokoh fiktif. Athea? Dia juga tidak ada. Tidak ada Caden, Calista ataupun Axton. Mereka semua tokoh fiktif! Tidak nyata." Alexa menutup kedua matanya rapat-rapat. Ia mengatupkan kedua tangan di depan tubuh. Ia menunduk seraya terus menggunakan satu kata berulang. "Bangun! Bangun! Bangun!" Alexa terdiam sejenak, lebih mengangkat wajahnya lurus. Alisnya mengerut, berharap dengan sungguh-sungguh. "Bangun dari mimpi buruk ini dan kembali jalani hidupmu yang membosankan! Hei, kau masih punya misi melaporkan novel ini, bukan? Jadi, ayo cepat bangun atau kau akan terlambat ke kantor! Bangun, Alexa! Bangun! Hah!!" Mendengar pertanyaan Alexa, Arthur mengernyitkan kening bingung. Keadaan hening sejenak, paling tidak sebelah alis Arthur terangkat seraya menunggu wanita di hadapannya membuka mata. Tepat ketika kelopak mata dipenuhi bulu mata lentik itu terangkat, wajah Arthur langsung terpampang begitu nyata di sana. "Apakah kau tahu siapa itu Athea?" Kedua mata Alexa jelas langsung membulat. Rapalan mantranya tidak berhasil membangunkannya dari mimpi ini. Meski Alexa kecewa, tetapi ya sudahlah, ia jalani saja mimpi ini. Alexa berusaha menikmati bunga tidurnya, hanyutkan saja sampai sejauh mana mimpi ini mempermainkan alam bawah sadarnya. "Tentu saja aku tahu! Dia adalah wanita yang sangat mencintai Raja Arthur dan rela mati untuknya. Dengarkan aku, aku tidak berniat mengacaukan alur novel ini. Aku juga tidak berniat menjadi selingkuhan atau simpanan atau selir seorang raja. Hanya saja, kuberitahukan akan satu hal padamu dan mungkin saja bisa menyelamatkan hidupmu." Kerutan di dahi Arthur semakin dalam. "Apa itu?" Alexa menaikkan tangannya di sisi bibirnya seolah menahan orang lain mengetahui apa yang ia katakan. "Kau hanya bisa mempercayai Athea." Raja Arthur menengklengkan kepalanya. Ia menaikkan salah satu alis lagi sebagai isyarat tanda tanya. "Mengapa aku harus?" Alexa berdecak sekilas, keningnya mengerut karena berpikir keras."Ini sulit dijelaskan, tapi aku bukan berasal sini, melainkan dari dunia yang sangat jauh. Aku pernah membaca kisah kalian di sebuah buku cerita." Bibir Raja Arthur mencebik, seolah mengejek apa yang baru saja dikatakan Alexa. "Apakah kau sedang membual bahwa kau adalah seorang Dewi yang mampu membaca takdir seseorang?" "Hah?" Mulut Alexa dibuat menganga. Sekali lagi ia mengerjap cepat, matanya menari-nari sejenak, seraya memikirkan susunan kata yang sesuai. Namun, semakin ia pikir lagi, semakin tidak logis pula apa yang terjadi. Kecuali bahwa semua ini hanyalah mimpi. "Bukan seperti itu konsepnya. Tapi yah miriplah. Kau bisa menganggapnya seorang Dewi yang mengetahui masa depanmu." Di ujung kalimatnya, Athea menyelipkan senyum cerah. "Jadi, sebagai seorang Dewi, aku harus segera pulang ke tempatku. Oke?" Kini Alexa hendak bangkit, tetapi tangan kekar Arthur sekali lagi mengunci gerakannya. Manik legam Athea kembali jatuh pada sepasang aquamarine yang dalam itu. "Tapi bukankah tadi kau berjanji akan menikah denganku besok dan membuat anak?" Seketika Alexa tergagap. "Bu-bukan itu maksudku. Aku hanya bergurau." "Bergurau? Kau sedang menghina seorang raja, ya, Dewi? Oh, maksudku, Nona A-the-a?" Arthur menekankan nama di ujung kalimatnya. "Aku tidak bermaksud menghina Raja– eh? Tunggu! Apa kau bilang?" Kedua alis Alexa terangkat. Sepertinya, ia tadi mendengar sesuatu yang aneh. Namun, Alexa tidak terlalu yakin. "Nona Athea, mulai malam hari ini, kau milikku. Sesuai dengan perkataanmu tadi, besok kita akan menikah. Tenang saja, aku akan mempercayai semua yang kauucapkan barusan." Butuh waktu sepersekian detik bagi Alexa untuk mencerna ucapan Raja Arthur barusan. Ia terdiam, cukup lama hingga akhirnya sekali lagi ia dibuat terlonjak kaget. Kedua bola mata Athea dipaksa meloncat dari tempatnya untuk ke sekian kalinya. "Kau memanggilku Athea?! Athea ... Athea maksudku Athea yang itu?" "Hm." Arthur mengangguk. "Bukan yang itu, tapi yang ini." Pria itu menegaskan ucapannya dengan menunjuk ujung telunjuknya pada kening Alexa. "Ta-tapi aku bukan Athea. Aku ini Al—" "Aku melamarmu kemarin," potong Arthur membuat Alexa terdiam. Wanita itu jadi bungkam, seolah tubuhnya telah diatur untuk diam dan mendengarkan apa yang keluar dari bibir tebal merah seperti cerry yang sangat kontras dengan kulit pucatnya. "Tapi kakakmu menolakku. Kita sering bertemu tanpa sengaja. Jadi, berhenti pura-pura seolah kau tidak mengenalku. Dan ... ucapanmu tadi sangat menarik. Kau bercerita tentang dirimu sendiri seolah kau menceritakan orang lain yang sangat hebat. Hm ... siasat yang cukup bagus untuk menarik perhatianku." Arthur melempar senyum culas. Tuk! Alexa memukul kepalanya sendiri. Ia menatap sekeliling tempat ini lebih seksama sebelum akhirnya kembali menatap wajah Arthur yang entah mengapa sosok malaikat yang ia lihat tadi berubah menjadi iblis yang sedang menyeringai penuh kemenangan atas Alexa. "Jadi ... aku benar-benar Athea?" Alis Athea jatuh melengkung. "Ya. Athea, calon istriku." Tubuh Arthur sekali lagi hendak menyerang Athea. Namun, wanita itu segera menarik diri dan menahan tubuh Arthur dengan telapak tangannya. b*****h dengan detak jantung Alexa yang semakin menggila di saat tubuhnya menggigil dengan fakta tidak masuk akal ini. "Ki-kita tidak boleh melakukan ini." Alexa berusaha berkata dengan tegas, meski pada akhirnya ia malah terbata-bata. Alih-alih menjawab, Arthur malah membalas ucapan Alexa dengan aksi nakalnya. Seringai licik muncul di wajah Arthur bersamaan ketika pria itu menarik turun dress tanpa lengan Alexa hingga membuat tubuh polosnya tampak begitu nyata di hadapan pria dengan tatapan lapar itu. Kedua mata Alexa jelas nyaris menggelinding dari tempatnya. Namun, ekspresinya itu malah dibalas dengan seringai di wajah culas Arthur. "aku hanya ingin memandikanmu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD