3. This is Mine!

2023 Words
Embusan napas panjang terus menggema di depan wajah pemuda Choi yang masih terduduk di atas ranjang besarnya. Tatapannya kosong, sedang kedua tangan menyatu di depan kepalanya. “Bagaimana bisa?” gumamnya. Seberapa kali pun dia memikiran semua ini, tetap saja rasanya begitu aneh. Choi Yong Do tak habis pikir mengapa gadis itu bisa dengan gampang membobol apartemennya. ‘Apa dia seorang hacker?’ ‘Apa dia punya alat khusus untuk membobol keamanan pintu?’ ‘Oh, jelas. Mungkin saja. Dilihat dari caranya berbicara dan caranya memandang orang lain, pasti gadis itu punya kemampuan khusus. Dia juga punya seorang bodyguard. Sudah jelas kalau dia sengaja membobol apartemenku, tapi tidak masalah. Sebentar lagi petugas kemanan akan datang.’ TING TONG …. Bola mata hitam itu membesar saat rungunya menangkap bunyi bell pintu. Choi Yong Do segera bangkit. Mengakhiri perdebatan dengan dirinya sendiri dan bergegas menuju ke ruang tengah. Pria muda itu kembali mendengkus saat melihat si gadis berambut hitam sebahu itu, masih sangat santai duduk di atas sofa tunggal miliknya. Oh, ingin sekali dia menarik rambut hitamnya lalu menyeret gadis itu keluar. Andai saja ia bisa. Namun, dia terlalu tak bisa menyakiti seorang gadis. Andai dia seorang pria, oh sudah pasti. Choi Yong Do akan langsung menghajarnya sejak tadi. Selain sifatnya yang mengesalkan, gadis itu juga sangat tidak tahu diri. “Sial,” gumam Yong Do. Lelaki Choi itu melayangkan tatapan penuh kebencian pada gadis yang tengah duduk santai itu. Bibirnya berdecak, sedang kedua tangannya mengepal dengan kuat. TING TONG …. Bunyi yang menggema itu, sepenuhnya menarik atensi Choi Yong Do. Lelaki muda itu memutar tubuhnya, berjalan cepat menuju pintu rumah. Tangannya memanjang, tak sabar meraih gagang pintu. Tampak seorang pria bersetelan jas hitam beridi di depan pintunya. Manik cokelat Choi Yong Do bergerak membaca papan nama yang tersemat di d**a bagian kirinya. Tertulis nama Michael Huston – Concierge. Dan pria itu datang bersama dua orang yang juga memakai baju serba hitam, tapi posisi mereka berbeda. Dua orang yang ikut bersama Michael itu adalah petugas keamanan. “Selamat siang,” sapa si petugas concierge lebih dahulu. Choi Yong Do mengentakkan napasnya satu kali saat mulutnya menekan menjadi garis keras. Lelaki Asia itu memutar pandangannya lambat-lambat. Menoleh ke arah seorang gadis dan seorang pria bertubuh kekar yang berdiri sopan di samping kursi tempat gadis itu duduk. Lalu Choi Yong Do kembali membawa tatapannya pada si concierge. “Kenapa dia ada di sini, hah?” tanya Choi Yong Do dengan nada pelan, tapi menekan. Tampak pria di depannya berusaha memanjangkan leher. Mencari visual di belakang punggung Choi Yong Do. “Maaf,” kata pria itu. “Sepertinya ada yang salah di sini. Bisa kami masuk?” Choi Yong Do mendengkus, lalu kembali berdecak bibir. Kakinya bergerak, menggeser tubuh ke samping dan memberikan akses pada tiga orang pria bersetelan jas hitam tersebut. “Selamat siang, Nona Park.” Michael menyapa si gadis Park itu dengan ramah, tetapi lelaki tersebut mendapat balasan yang kurang menyenangkan. “Aku tidak suka basa-basi. Sekarang katakan padanya untuk segera mengangkat kakinya dari apartemen ini,” ujar Park Yiseo. Gadis itu menaruh kedua lengan di atas armrest. Menegakkan badan, sambil mengangkat dagu. Tatapan yang dia berikan sanggup menggambarkan bagaimana watak gadis itu yang mungkin sedikit angkuh. Atau bisa saja sangat. Sikap yang ditunjukan Park Yiseo membuat lelaki bernama Michael itu terkekeh. Namun, dia tetap memperlihatkan kesantunannya demi menjaga nama baik apartemen terkenal ini. Pria itu berdehem dan dengan senyum lebar, dia kembali menatap Park Yiseo. “Maaf, Nona Park. Sepertinya ada kesalahan di sini, apartemen Anda berada di unit 09,” ujar Michael. Tampak kening gadis Park itu mulai mengerucut, mata bulatnya mengecil dan kini dia melempar tatapan pada pria bertubuh atletis yang berdiri di sampingnya. Tak ada kalimat yang keluar dari bibir mungil itu, akan tetapi tatapannya sanggup membuat si pria menelan ludah. Pria bernama Jangmi itu menggeleng sambil mengedikkan bahunya. “Aku tidak tahu apa-apa,” gumam Jangmi. Tak ada yang berubah dari raut wajah Park Yiseo. Dia tetap terlihat begitu tenang. Setenang dia memangku kakinya. Dengan santai gadis berkulit putih itu kembali memutar pandangan kepada pria yang duduk di kursi seberang. “Aku tidak peduli. Apartemen ini harus menjadi milikku. Bagimana pun caranya,” ujar Park Yiseo. Terdengar kekehan sinis dari seseorang yang sedari tadi berdiri di belakang Michael. Enggan untuk duduk di antara orang-orang ini. Oh, sialan. Kapan drama ini akan berakhir? Sebentar lagi waktunya turnamen dan dia sangat sialan tak ingin melewatkan pertandingan ini, peringkatnya akan turun. Maka dia harus angkat bicara agar drama ini tak berlangsung lama. “Hei, Nona.” Lelaki Choi itu akhirnya bersuara. Bola mata Park Yiseo kembali bergerak menatap pria muda Choi yang bersuara tadi. “Dia sudah bilang kalau tempatmu di unit sebelah. Apakah terlalu sulit bagimu untuk bangkit dan menyeret barang-barangmu dari sini?” ujarnya. Tak puas, dia pun menatap si bodyguard. “Hei kau!” seru Choi Yong Do. “Angkat barang-barangnya dan pergi dari sini,” ucap Choi Yong Do dengan bahasa Korea yang fasih. Tangannya terjulur menunjuk pintu keluar. Namun, Yiseo masih menjawab dengan santai. “Tidak,” katanya dengan tenang. Lalu semua orang memberikan atensi penuh pada si gadis Park yang angkuh itu. “Jika ada yang pergi dari ruangan ini, maka itu adalah kau!” tunjuknya pada si pemuda Choi yang sejak tadi menggerutu. “Kecowa!” Bola mata Choi Yong Do membesar. “Ap-“ “Maaf, Nona Park.” Michael dengan cepat menyergah ucapan Choi Yong Do. Lelaki itu yakin kalau sebentar lagi akan timbul perdebatan panjang di sini. “Kami sangat menyesal mengatakan ini, tapi apartemen Anda memang berada di unit 09 dan itu sudah disetujui oleh orang tua Anda.” “Oh ya?” tanya Yiseo santai. “Tapi kata ayahku, apartemenku berada di unit delapan, bukan begitu-” Yiseo memutar wajahnya. Matanya mengecil dengan tatapan sinis memandang lelaki di sampingnya. “-Jangmi?” Lelaki yang menerima kode itu langsung mengangguk. “Right. She’s right, one hundred percent.” Kali ini Jangmi berucap dengan bahasa Inggris. Terdengar kaku, tapi kalimatnya berhasil membuat sang bos muda menyeringai. “See?” Park Yiseo menaikkan kedua alis. “Lagi pula aku berhasil memasukkan kata sandi, lalu siapa yang salah di sini? Tak mungkin ibu dan ayah si kecowa memberitahu aku kata sandi rumah anaknya, kan?” “Apa kau bilang?!” sergah Yong Do cepat. Lelaki itu memberikan tatapan nyalang pada si gadis Park yang sangat sombong itu. “Berhenti memanggilku kecowa dan pergi dari sini. Ah, sial!” Choi Yong Do mendengkus. Tak ada pilihan lain. Sepertinya memang dia yang harus bertindak sendiri. Meski terus berdecak kesal, Choi Yong Do tetap mengambil langkah. Menghampiri deretan koper yang berbaris rapi di dekat tempatnya berdiri lalu menyeret benda-benda itu keluar dari apartemennya. Sementara sang pemilik tampak biasa-biasa saja. Raut wajahnya benar-benar tak berubah. Selain embusan napasnya yang memanjang. “Nona Park-“ Ucapan itu terhenti saat Park Yiseo mengangkat tangannya, menyuruh bodyguardnya untuk diam dan membiarkan sang nyonya yang bertindak. Wanita muda itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Dengan santai mencari nama ‘Abeoji’ atau Ayah dalam bahasa Korea. Saat mendapatkan tulisan hangul itu, dia pun mendesah. Membawa ponselnya ke telinga. Beberapa detik menjadi hening. Michael tak ingin menginterupsi, sebab dia yakin kalau tindakannya sudah benar. Yiseo mulai mendengkus saat mendengar nada sambung yang panjang itu terus menggema. Tak ada suara bass berat milik sang ayah sampai nada itu terputus. “Sial,” desis Yiseo. Wanita muda itu masih tidak mau menyerah. Dia kembali membuka menu kontak dan mencari nama ibunya di sana. Sementara bola mata hitamnya terus mengawasi si pria yang tampak sibuk menyeret satu per satu kopernya, tapi dia tak ingin repot-repot menghentikan lelaki tersebut. “Halo.” Sayup terdengar desahan di mulut Yiseo saat mendengar suara ibunya. “Bu, ada apa ini? Kenapa pegawai apartemen ini mengatakan padaku jika unit dupleks 08 bukan milikku?” tanya Yiseo. Nadanya terdengar stabil. Selain embusan napas yang berembus sedikit kasar, tapi percayalah amarah Park Yiseo sudah berada di ujung tanduk. Darahnya mendidih sedari tadi, tapi untuk semua itu dia tidak boleh bertindak gegabah. Terdengar tawa kecil dari seberang sambungan telepon, secara naluriah membuat Park Yiseo mengerutkan keningnya. “Ibu minta maaf, Sayang,” kata nyonya Kim. Park Yiseo bisa membayangkan wajah Kim Hyun Ahn yang berlagak tak bersalah sambil memasang senyum konyol. “Ibu lupa memberitahu kalau kemarin Ibu terlambat melakukan pembayaran, tapi tenang saja. Kamu tetap dapat apartemen duplex, tapi letaknya di unit 09 hanya bersebalahan dengan ruangan itu. Oh ya, katanya yang menempati apartemen 08 adalah seorang pria dan dia seumuran denganmu, semoga kau-“ “Bu!” bentak Park Yiseo. Sekarang dia baru berani bersuara besar. Seketika nyonya Kim terdiam. Sementara lima orang pria yang berada di dalam ruangan ini terlihat begitu terkejut. Dengan mata lebar, mereka mantap Park Yiseo. Tampak rahang gadis itu mengencang. Sekencang kepalan tangannya di atas armrest. “Yang benar saja, aku sudah masuk di dalam apartemen ini dan password-nya sama persis dengan hari ulang tahunku.” Suara Yiseo terdengar seperti desisan. “Ah-ha!” Kekehan terputus itu kembali terdengar. Tampaknya nyonya Kim sedikit bingung dengan situasi ini. Namun, dia yakin sekali kalau kemarin dia menyetel kata sandi di depan pintu bertuliskan VVIP 09. Sekali lagi Kim Hyun Ahn terkekeh. “Sayang, bagaimana ini. Ka-“ “Aku tidak peduli,” bantah Park Yiseo dengan anda mendesis. “Ayah bilang apartemenku ada di unit delapan, aku tak akan beranjak sedikitpun di sini.” Untuk kesekian kalinya nyonya Kim hanya bisa terkekeh. “Sayang,” panggilnya lembut. “Aku mau apartemen ini. Aku sudah memberitahu untuk membayar unit delapan. Ini salah Ibu, jadi Ibu yang harus mencari cara untuk memperbaiki semua ini. Kau tahu bagaimana harga diriku dipertaruhkan di sini, dan aku tidak ingin kalah. Tidak, Ibu. Klan Park tidak ditakdirkan untuk kalah. Ingat itu,” ujar Park Yiseo kemudian dia segera memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Wanita muda melepaskan desahan panjang dari mulut. Wajahnya yang sempat menegang, kini tampak begitu tenang. Beberapa detik dia butuhkan untuk memperbaiki napas. Dia telah dilatih untuk bisa mengontrol emosi. Dan itu berlaku sejak dulu. ‘Seseorang yang tak bisa mengendalikan amarahnya, hanya akan membuat dia terlihat lemah. Untuk itu kau harus bisa mengontrol emosimu. Ingat, kau seorang Park. Tak ada yang lebih kuat dari klan kita, sejak dahulu.’ Perkataan dari sang ayah selalu meraung-raung dalam kepalanya. Sehingga, semarah apa pun dirinya, Park Yiseo tetap harus mengontrol emosinya agar tidak meledak. Atau dia akan mempermalukan namanya sebagai seorang keturunan Park. “Jadi bagaimana, Nona Park?” tanya Michael. Park Yiseo mulai menggerakkan bola matanya. Wajahnya tak bergerak. Dia memandang Michael hanya lewat sudut matanya. “Ayahku akan datang dan memperbaiki kesalahpahaman ini,” ujar Yiseo dengan nada dingin. Michael mengangguk-anggukkan kepalanya. Setuju saja. Lagi pula tak ada yang bisa mengubah keputusan ini. Sementara si pria yang merupakan pemilik unit ini hanya bisa mendesah sembari melayangkan kedua tangan ke udara. “Fu’ck the drama!” Lelaki Choi itu memutar tubuhnya. Kembali melesat ke dalam kamar lalu membanting pintunya kuat-kuat. BRAK Semua orang tersentak, kecuali Park Yiseo. Dia tetap tenang. ‘Tenang. Kau adalah Park Yiseo, dan kau tidak akan kalah,’ batinnya. Dengan gerakan pelan, Park Yiseo kembali membawa punggungnya ke sandaran. Menaruh kedua tangan di atas armrest. Michael melempar tatapan pada dua lelaki yang sengaja dibawanya untuk membantu Yiseo memindahkan barang-barangnya, tapi ternyata semua itu tak berguna untuk saat ini. Satu hal yang membuat Michael terkagum-kagum, adalah sifat congkak gadis Park di depannya. Jelas dia masih seorang remaja dan dia seorang warga negara asing. Untuk gadis seukuran dia, semestinya Park Yiseo bersikap lugu. Namun, sikap yang ditunjukannya benar-benar di luar ekspresi. Bagaimana dia sangat tenang menghadapi situasi yang genting. Bagaimana caranya menyikapi serangan yang terus diarahkan padanya. Bagiamana dia melontarkan kalimat-kalimat sarkas tanpa malu atau merasa kurang enak hati. Dan bagaimana dia berubah menjadi diktaktor dan memerintah. Michael memang tak bisa mengerti apa yang dikatakan Park Yiseo pada ibunya, oleh karena gadis itu berucap dengan bahasa Korea. Namun, satu hal yang dapat disimpulkan di sini. Gadis berambut sebahu itu punya naluri seorang predator yang menyerang secara proaktif, tapi dengan satu tindakan sistematis. Maka dari pandangan seorang Michael Huston, gadis di depannya adalah seorang …. ‘Psycho.’   ________________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD