1.1

974 Words
Cyntia Zahrah yang lebih akrab disapa Icin itu terlibat aksi tarik-menarik selembar uang lima puluh ribuan dengan mas-mas penjual pulsa. Icin sudah mendapatkan voucher datanya namun seperti tidak rela untuk membayar. Tak ingin rugi, si pria memukul punggung tangan Icin sehingga uang tadi terlepas, ia segera memasukkan pecahan lima puluh ribu tersebut ke dalam laci dan mengeluarkan selembar sepuluh ribuan dan lima ribuan. “Ma-ka-sih,” ucap pria itu dan mengibaskan tangan megusir seorang Cyntia Zahrah dari hadapannya. Kurang ajar sekali. “Besok-besok saya ga mau beli disini lagi.” “Besok-besok saya bahkan ga akan mau ngutangin mbak lagi,” balas orang itu mencibir. Cih, Icin kesal mengingat setengah tahun lalu di tengah malam ia menggedor-gedor ruko milik mas yang barusan mengusirnya, untuk mengutang voucher data. Pasalnya malam itu Icin sudah kehabisan uang dan ia malah ada kunjungan video-call dari Ilham. Jadi saat penggilan video itu tersambung Icin bergegas mencari bantuan. Ia tidak ingin meninggalkan kesan jelek pada Ilham apalagi setelah hampir setengah tahun menatap cowok itu dan bercakap-cakap via video-call, ternyata cowok ganteng itu agak ngambekan. Sampai di kosan, gadis yang antara menyesal dan tidak membelajakan uangnya tadi menggesek bagian belakang untuk mendapatkan kode angka sebanyak enam belas buah. Selesai, sekarang Icin sudah terhubung dengan internet, saatnya mengisi daya hape kemudian ia tinggal mandi. Hanya butuh waktu lima menit baginya untuk mandi, Icin bukan tipe yang terlalu suka berendam. Jangankan berendam, mandi saja hanya setiap ada jadwal ke kampus. Sama seperti kebanyakan orang yang menganggap bahwa hape adalah hal terpenting ke tiga setelah nyawa dan dompet, Icin juga adalah orang yang tidak bisa jauh dari benda tersebut karena hape itu sudah seperti suaminya. Hal pertama yang tentu saja Cyntia Zahrah cek adalah balasan pesan dari Ilham, karena tidak mungkin ia mengganggu Queen yang mungkin baru saja tidur. Tapi nihil, dibaca saja tidak. Kesal? Tentu, namun kekesalan Icin sudah tidak seperti di awal-awal ia menaruh harap pada Ilham, sepertinya ia sudah berada pada taraf maklum. Mungkin Ilham sedang dekat dengan cewek lain, siapa yang tau? Dua tahun yang lalu Cyntia atau yang lebih sering dipanggil Icin pernah merasa sangat bosan dan membuka aplikasi play store kemudian mendownload sebuah aplikasi, slowly. Sebuah aplikasi untuk menemukan sahabat pena di seluruh belahan dunia. Aplikasi yang dirinya sendiri nilai aman karena orang asing tidak bisa mengirimkan foto aneh-aneh padanya karena harus minta persetujuan darinya terlebih dahulu. Aplikasi ini juga ia rasa unik karena tidak menggunakan sistem profile picture. Pengguna harus membuat sendiri avatarnya, jadi Icin tidak harus khawatir jika wajahnya yang memang cantik akan mengundang banyak orang untuk mulai berkirim surat dengannya. Icin tak ingin menggunakan wajahnya untuk mendapatkan teman –bukan sombong tapi kenyataannya dia memangcantik, tanya saja pada semua mantan pacarnya –ia ingin seseorang yang ia rasa memang enak diajak bicara yang menjadi teman virtualnya. Satu hal yang paling seru adalah aplikasi ini tidak akan menyita waktunya seharian karena pengiriman pesan membutuhkan waktu sesuai jarak antara dua pengguna yang berkirim surat. Di minggu kedua aplikasi itu terpasang di ponselnya, Icin mendapatkan iBntrnd sebagai sahabat penanya. Mereka memerlukan waktu satu jam agar surat yang yang mereka kirim dapat dibaca. Lalu satu jam pula untuk mendapat balasan surat tersebut. Selain obrolan keduanya yang sudah menjadi rutinitas, ternyata cerita punya cerita keduanya adalah alumni Bina Bangsa di angkatan yang sama. Akhirnya setelah empat setengah bulan berkirim pesan dengan iBntrnd, keduanya sepakat untuk bertukar kontak WA. Icin terbelalak melihat foto profil w******p kontak yang ia simpan dengan nama iBntrnd, detik itu pula Ilham melakukan video call pertama mereka sepanjang sejarah. Ternyata sebulan yang lalu  Ilham hampir menabrak Icin di kawasan kampus pria tersebut saat Icin sedang menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Unna, anggota SW lainnya. Icin membelalak melihat foto profil w******p kontak yang ia simpan dengan nama iBntrnd, detik itu pula Ilham melakukan video call pertama mereka sepanjang sejarah. “Lo dimana? Kita harus ketemu,”ucap Ilham tanpa merasa canggung saat bertatap melalui layar hp masing-masing. “Tapi siang ini gue harus ke kampus, mau nyerahin UTS Pancasila yang take home, kan gue u-udah cerita.”   “Kalo gitu shareloc biar gue antar ke kampus,”Untuk kesalahannya awal bulan lalu, Icin menjadi gugup sendiri. Tunggu, kenapa pula ia harus gugup? Dia kan korban. “Oke, gue dandan bentar.” “Eh??? O-oke,” ucap Ilham kemudian. Faktanya adalah hari itu bukan hari pertama mereka bertemu karena jauh dimasa lalu Ilham dan Icin sebenarnya sering terlibat percekcokan di Bina Bangsa, hanya saja keduanya tidak sadar. Karena saat itu Ilham hanya fokus pada satu cewek sedangkan Icin mengabdikan diri menjadi anggota SW (Shakka’a Wifey). Pertemuan kedua adalah awal bulan ini saat Ilham hampir menabrak Icin di kawasan kampus pria tersebut saat Icin sedang menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Unna, SW lainnya.             “Kaki lo udah baikan? Luka di telapak tangan sama lutut lo engga berbekas kan?” tanya Ilham saat mendapati korbannya yang ternyata adalah sahabat penanya selama ini.             Saat itu Icin tersenyum geli karena sikap Ilham dipertemuan ketiga, saat mengetahui dirinya yang menjadi korban kecelakaan adalah orang yang sama yang selalu bertukar surat dengannya sungguh sangat berbeda. Dulu justru Ilham yang menceramahinya soal jalan pakai mata dan tata cara menyebrang yang benar. Kemudian senyum Icin pudar, “jadi karena itu lo nyuekin surat gue?” “Gue ga nyuekin, kan di baca, Cin.” “Baca aja ga cukup kali.” “Ya mau gimana lagi? Saat itu cewek linglung yang gue tabrak lebih penting dari teman yang mengadu kalo dia lagi sakit.” “O.. jadi gue ga lebih penting dari orang asing itu?” “Bukan gitu, karena gue tau kalo lo itu manja, sakit dikit laporan, sedih dikit update status. Lagian kenapa masih ga bisa terima? Orang asing itu juga elo kok.” Begitulah percakapan mereka yang jauh dari kata canggung untuk dua orang yang selama ini hanya bertukar kabar melalui surat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD