2.1

1032 Words
Tadi Rega bisa menahan jengkel karena ulah Icin terlalu jelas, siapa pula yang akan melupakan hari lahirnya? Tentu saja bukan Rega Mannaf. Dan lagi, Icin selalu berusaha mengerjainya sekali dalam setahun disaat kurang lebih tiga ratus enam puluh empat hari yang lain ia selalu membuat Rega marah. Berbeda dengan sekarang. Gadis itu membuka pintu kasar, tidak membuka sepatunya dan sekarang giliran lemari pakaian Rega yang menderita. “Pengen gue mulitasi tuh mulut tetangga lo,” ucap Icin setelah mendapatkan kaos bola Rega yang selalu ia jadikan pakaian untuk tidur setiap menginap disana. “Ya biarin aja, toh kita tau yang dia bilang ga bener.” Sekarang Rega mengikuti langkah Icin yang marah. Sensitif sekali Icin dengan mulut tetanganya. “Eh cebong! Apanya yang ga bener? Elo bawa cewek kesini selain gue adalah benar, yang ga bener adalah gue bukan temen tidur lo, enak aje.” “Engga, lah.. lo kaya ga tau gue aja.” “Emang gue ga tau, lo cuma gue pacarin sembilan puluh sembilan hari lima belas jam, kalo lo lupa.” “Serah lo aja, kalo lo mau mikirnya begitu ya monggo.” “Gue aduin mama, ya,” ancam Icin. “Boleh.” “Qory Affisya pasti boleh tau-” “Gue cekek mati lo, Cin.” Icin menengadah, memperlihatkan leher jenjangnya dan menatap Rega yang lebih tinggi dua per tiga dari penggaris anak sekolahan dengan tajam, ‘nih, cekek coba’, begitu arti tatapannya. Terdengar lengkingan yang membuat para tetangga kaget. Pasti mereka sudah menerka apa yang Rega lakukan pada teman tidurnya kali ini. Sementara tepat di ambang kamar dan ruang tengah, Icin menatap Rega dengan mata berlinang. Rega bukan mencekeknya barusan, hanya mempertemukan kepalanya pada jidad lebar Icin. Sayangnya di jidat itu sedang ada jerawat yang jangankan diberi tekanan seperti tadi, disentuh saja sudah sakit. Menjatuhkan baju gembel Rega, Icin menempatkan kedua tangannya pada area yang ditumbuhi jerawat, melindunginya kalau-kalau terjadi serangan susulan. “Engga berdarah, t***l, jangan coba-coba nipu deh lo.” Geli sekali tidak sih? Baru segitu saja sudah mau menangis. “Sakit, i***t,” Icin menatap Rega melalui pantulan cermin. Kemudian kembali membuka lemari yang beberapa saat lalu ia rampas salah satu isinya. “Berapa baju yang mau lo pake malam ini memangnya?” tanya Rega gusar, ia sudah berusaha agar setrikaan dari laundry tidak kusut, Rega bahkan memberikan waktu ekstra untuk menata baju-baju itu dan sekarang Icin mengacaukan hasil kerja kerasnya. “Satu aja. Yang barusan sudah kotor.” Rega mencoba bernafas pelan seperti seharian ini dimana keberadaan Icin tidak menyebalkan. Menatap pintu kamarnya yang lagi-lagi ditutup kasar, Rega berbalik dan menuju TV, satu-satunya benda paling ajaib yang mampu membuatnya membalaskan dendam pada gadis sialan di dalam kamarnya sana. Saat menatap layar yang tidak menyala adalah saat paling bahagia bagi Rega karena disana ia bisa melihat dirinya memutilasi Icin setelah sebelumnya menusuknya dengan ratusan tusukan dan juga sayatan di otot-otot kaki dan tangannya. Tunggu, Rega terpikir akan satu hal, apa dalam hayalannya selama ini, ia memperkosa Icin terlebih dahulu baru memutilasinya?? Rega harus kaji ulang hayalannya agar semakin kejam. >>>  Menjadikan piring sebagai balas jasa karena diijinkan menginap adalah pilihan Icin, makanya setelah selesai mencuci piring dan menanak nasi Icin meminta hapenya kembali pada Rega. Rega yang semua orang ketahui sebagai mantan Icin. Dan sekarang mantan bodoh itu menatap kosong pada layar TV. “Ma, tau ga anak bodoh kesayangan mama makin bodoh sejak terakhir kali aku urusin? Masa penanak nasinya dibiarin berjamur dan baunya busuk, sama kaya kelakuan tuannya, busuk! Dan pasti dia udah minta dibelikan mejik baru kan?” serobot Icin, ia menerima hapenya dan juga menyambar hape Rega dari telinga si bodoh itu. “Terserah gue lah, namanya juga minta hadiah ulang tahun-” “Ulang tahun leher lo gue sembelih!!” “Lebaran haji kali disembelih, lagian gue masih belum layak,” Rega memegang lehernya dan menolak menatap Icin. Beginilah jika Icin sudah bertemu dengan kegiatan bersih-bersih, ia berubah dari cewek oon menjadi janda-janda higienis. Hayalan keji Rega bahkan tidak ada apa-apanya. “Engga usah ma, aku kalo mau jajan minta Rega aja.” “Ga ma! Kirim aja jatahnya, dia kalo minta jajan lagaknya kaya kompeni,” teriak Rega yang sudah mendapatkan kuasa atas hapenya lagi. Ia meninggalkan Icin untuk berbicara serius dengan mama mengenai keuangan. Simbiosis parasitisme antara Icin dan dompet Rega memang bukan masalah sepele. Begitu hape Icin nyala, ia mendapatkan pesan yang sudah ditunggu-tunggunya dari setengah bulan yang lalu. Tepat sama seperti yang sudah-sudah, Icin berikrar tidak akan membalas pesan Ilham secepat biasanya, kali ini Icin juga melanggar omongannya sendiri. “Bukan salah gue, mungkin isinya penting karena jarang Ilham boom chat begini,” gumam Icin membela diri.   Ilham Bentrand : Lo dimana? Ilham Bentrand : Lo offline Ilham Bentrand : Jangan pergi-pergi sendiri, ga usah sok berani! Ilham Bentrand : Icin?? Gue tau lo marah sama gue, gue sibuk.             Cengiran Icin yang sejak dahulu kala dinamai dengan gejala kebangkitan penyakit kejiwaan oleh Rega karena Icin sering tertawa sendiri seolah hape yang digenggamnya bisa menggombali mantannya itu, kembali tercetak.   Me: Gue udah dirumah. Tadi lowbat makanya offline. Gue ga pergi sendiri dan emang berani.  Me: Sadar apa salah lo? Secepat pesan Icin terkirim, secepat itu pula ia melihat Ilham is writing di pojok kiri atas layar hapenya. Ilham Bentrand: Gue pengen ketemu. Me: Jangan malam ini. Ilham Bentrand: Kalo gitu vcall. Me: Besok jam sebelas pagi, bisa?? Ilham Bentrand: Emang sekarang lo dimana? Me: Dikosan aja. Dan Icin kembali ditinggal online pemirsa. Sakit hati, Icin langsung menghapus riwayat chatnya dengan Ilham kemudian setelahnya ia mendapat telfon dari Quincy yang tentu saja tidak akan ia ladeni. Cukup sudah, semua orang-orang di w******p ini hanya cari mati dengannya. “Kenapa lo?” tanya Rega pada makhluk buas yang sudah tenang dari beberapa saat yang lalu sejak mendapatkan ponselnya. “Ga, lo masih main ML atau sekarang pabji?” “Lo main juga?” tanya Rega setelah mengangguk. “Nih.. pake kuota gue aja, habisin semuanya. Kalo bosen main lo buka yutub kek atau nonton bokep sekalian, terserah.” “Baik banget mantan gueeee, sini peluk.” “Najisin!!!” ucap Icin sebelum mengunci dirinya didalam kamar Rega dan membiarkan pemilik rumah untuk bermain semalaman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD