Bab 10

1015 Words
Tanpa mengatakan apapun, Sean segera membawa Hana ke arah wastafel dapur. Membasuh luka di jari gadis itu dan membersihkannya dengan hati-hati. Rasa perih seketika menjalar saat air mengalir itu mengenai lukanya, tapi melihat bagaimana Sean yang memperlakukannya dengan hati-hati membuat Hana terdiam. Kemudian, Hana diminta duduk di kursi makan sementara Sean beranjak mengambil kotak obat. Bersamaan dengan datangnya si pria, dua orang lainnya datang menyusul. "Bagaimana keadaan Hana?" tanya si wanita begitu menghampiri keduanya. Seolah tersadar, Sean menoleh ke arah Minji. Tatapannya mengisyaratkan perasaan bersalah yang terlihat jelas. Ia kemudian mundur, meletakkan kotak obat tersebut dan mendekati sang istri. "Hyung, sebaiknya kau obati Hana. Aku dan Minji akan kembali menyiapkan yang lain." Setelah mengatakan itu, Sean menarik Minji kembali ke halaman belakang. Meninggalkan Minseok dan Hana berdua di sana. Menghela napas, pada akhirnya Minseok duduk pada kursi di hadapan Hana. Meraih kotak obat dan mulai mengobati jari gadis di hadapannya. Ia mulai mengoleskan obat merah, yang membuat Hana kembali sadar karena rasa perih yang menyerang. "Apa yang kamu bicarakan dengan Minji sampai terluka begini?" tanya Minseok. Tatapan pria itu masih terpaku pada jemari Hana, sementara tangannya masih sibuk melilitkan plester di sana. "Bukan apa-apa, bukan sesuatu yang penting." "Ku harap kamu ingat tujuan awalmu datang ke mari. Jangan sampai kamu terlibat terlalu jauh, lebih baik untuk tidak tahu," katanya serius. Sebenarnya Hana ingin bertanya soal maksud perkataan pria di hadapannya. Namun saat mendengar perkataan juga tatapan Minseok, membuat Hana sadar jika sebaiknya ia tidak menanyakannya sekarang. Lagipun, apa yang dikatakannya benar. Tujuannya adalah bekerja, dan ia harus ingat dengan itu. Selesai, luka di jari Hana telah tertutup sempurna. "Terima kasih," katanya. Minseok mengangguk saja, ia membereskan obat-obatan dan mengajak si gadis untuk kembali ke halaman belakang. "Hana, kau duduk saja. Biar aku dan Sean yang menyelesaikan semua ini." Hana yang niat awalnya hendak membantu Minji mengangguk saja. Melihat bagaimana Sean yang dengan cepat memalingkan wajah saat tanpa sengaja bertemu tatap dengannya membuat Hana menghela napas. Ketara sekali jika pria itu coba menghindarinya. "Aku akan membantu Minseok, memanggang daging." Sejalan dengan berlalunya Hana dari hadapan keduanya, diam-diam tatapan mata Sean tidak lepas dari gadis itu. Membuat Minji yang berada di sebelahnya hanya bisa terdiam dengan kepala tertunduk. Bohong jika ia berkata tidak tahu. Ia tahu jelas bagaimana perubahan sikap suaminya itu. Tapi untuk saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan, semuanya masih terlalu awal dan juga, dirinya yang tahu jelas apa alasan Sean melakukan semuanya. Ia tahu konsekuensi dari apa yang sudah diperbuatnya. *** Acara hari itu berlangsung lancar meski sempat terjadi eksiden sebelumnya. Semua makanan telah tersaji di sebuah meja kecil dengan empat kursi yang saling berhadapan. Malam ini langit cerah dengan hawa yang sedikit dingin. Minji dengan perhatian menaruh beberapa daging panggang di atas piring Sean. Pasangan suami istri itu saling tersenyum satu sama lain. Berbeda dengan dua orang di hadapannya. Hana justru sibuk dengan pemikirannya sendiri sementara Minseok, ah lupakan saja. Ia sudah sejak tadi sibuk menyusun daging, potongan acar jahe di atas selada. Ia terlalu semangat untuk membuat ssam. (Bungkusan) Dengan bahagia Minseok memasukan bungkusan itu ke dalam mulutnya dan mengunyah hingga menimbulkan bunyi suara makan. "Kau tidak makan?" Pria itu menyenggol lengan Hana, menyumpit sepotong daging dan menyodorkannya ke arah si gadis. Tidak ingin suasana menjadi canggung, pada akhirnya Hana membuka mulutnya. Ia menerima suapan Minseok dan tersenyum tipis. "Bagaimana rasanya?" "Enak, seperti daging." "Itu, 'kan memang daging." Si pria tergelak, ia kemudian menyiapkan satu bungkusan dan kembali menyuapkannya pada Hana. "Aku bisa sendiri." "Jika kamu bisa sendiri sudah sejak tadi kamu harusnya makan," sahut Minseok memaksa. Tanpa disadari keduanya, sudah sejak tadi Sean memperhatikan mereka dengan ekspresi datar dan sulit dijelaskan. Pria itu menghembuskan napas kasar, kemudian menenggak sekaleng beer yang ada di hadapannya hingga tandas. Acara barbeque malam itu berakhir hampir tengah malam. Minseok sudah teler dengan kepalanya yang bertumpu pada meja dengan sesekali mengigau. Sementara Sean, pria itu lebih banyak menenggak alkohol dibanding yang lain. Minji membawa sang suami masuk ke dalam rumah. "Kau urus Minseok, ya. Aku akan membawa Sean ke dalam," katanya. Hana yang memang tidak ikut minum menepuk bahu Minseok pelan. Pria itu menggeliat, mengedipkan matanya beberapa kali kemudian terkekeh. "Hahahaha. Kau, kau yang akan menjadi Ibu pengganti untuk Sean. Kau bodoh, bodoh sekali," katanya sambil terkekeh dan menunjuk ke arah Hana. Gadis itu yang kebingungan hanya bisa diam dan coba mengabaikan. "Minseok, bangun. Kita harus masuk ke dalam." Hana berusaha membantu Minseok berdiri, tapi pria itu justru menolak. Ia duduk dengan tegak dan menyilangkan dua tangannya di depan d**a. "Hei nona, biar ku beritahu sesuatu. Seharusnya kamu tidak mau untuk menerima pekerjaan konyol itu. Karena pada akhirnya hanya kamu yang akan menerima sakit hati," kata Minseok kemudian. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus sakit hati?" tanya Hana menyelidik. "Kau ternyata benar-benar bodoh, ya. Kau itu…." "Minseok Oppa!" Perkataan Minseok terjeda saat Minji memanggil pria itu lebih dulu. Pria itu tersenyum lebar juga melambaikan tangannya ke arah si wanita. Minji segera menghampiri keduanya, ia kemudian memapah tubuh Minseok dan membawanya masuk ke dalam rumah. Saat itu Hana sudah bersiap untuk tidur. Ia memejamkan mata, berusaha untuk terlelap. Meski ia masih kepikiran soal perkataan Minseok beberapa saat lalu. Apa yang kiranya akan membuatnya sakit hati, dan kenapa? Perhatian gadis itu teralih saat ia mendengar suara ketukan dari arah luar. Ia sempat terdiam sesaat, membiarkan ketukan itu berlalu. Namun beberapa saat kemudian ia justru mendengar suara kunci yang diputar, juga knop pintu yang terputar menandakan seseorang akan masuk ke dalam kamarnya. Napas Hana tercekat, ia melotot tidak percaya saat tahu siapa yang baru saja menerobos masuk ke dalam kamarnya. Dia Sean. Pria itu menatap Hana dalam diam di ambang pintu sebelum masuk ke dalam ruangan dan menerjang si gadis hingga tertidur di bawah tubuh besarnya. "Apa yang kamu lakukan?!" Tidak ada sahutan. Mata Sean yang memerah juga napasnya yang terdengar berat membuat Hana menelan ludah gugup. Belum lagi posisi keduanya yang cukup ambigu sekarang ini. Membuat jantung Hana rasanya akan meledak. "Kau…." Perkataan Sean menggantung. Pria itu kembali menatap mata Hana sebelum pada akhirnya ambruk tidak sadarkan diri. Tenang saja, ia hanya tertidur bukan pingsan apalagi mati.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD