bc

Dinikahi Duda Guru Ngajiku

book_age18+
2.2K
FOLLOW
21.5K
READ
family
HE
opposites attract
badgirl
drama
surrender
like
intro-logo
Blurb

Ana syok saat sang papi memaksanya tinggal di pesantren dengan alasan agar bisa menjadi wanita yang lebih baik. Dengan berbagai upaya, Ana berusaha agar dikeluarkan dari pesantren, salah satunya adalah dengan menjebak seorang ustaz bernama Furqon yang paling dia benci di pesantren karena sering menghukumnya. Ana membuat seolah-olah sang ustaz berbuat tidak senonoh terhadapnya saat dirinya dihukum membersihkan kamar mandi. Namun, akibat perbuatannya, Ana bukannya dikeluarkan dari pesantren, melainkan malah dinikahkan dengan sang ustaz yang berstatus duda itu. Akhirnya Ana terjebak dalam pernikahan tanpa cinta. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah tumbuh benih-benih cinta diantara keduanya? Baca di novel terbaruku yang berjudul DINIKAHI DUDA GURU NGAJIKU yang tayang eksklusif hanya di aplikasi DREAME atau INNOVEL

Jangan lupa tap love dan tinggalkan komentar, ya.

chap-preview
Free preview
Bab 1-Kemarahan Papi
"Dari mana saja kamu? Anak gadis baru pulang menjelang subuh, bau alkohol pula," bentak Prabu Wijaya kepada Ana, setelah sebelumnya sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi gadis berpakaian seksi itu. Ana yang masih berada di bawah pengaruh alkohol hanya bisa meringis kesakitan sambil memegang pipinya yang memerah karena tamparan sang papi. Sementara Ameera, sang ibu hanya bisa diam mematung saat suaminya menghakimi putri semata wayang mereka. "Apa peduli Papi? Mau Ana pulang subuh atau tidak pulang sekalian, memangnya Papi pernah peduli?" jawab Ana sambil tertawa miring membuat Prabu semakin geram. "Dasar anak tak tahu diuntung. Harusnya kamu itu senang, semua kebutuhan kamu sudah Papi penuhi. Papi gak minta lebih. Papi hanya ingin kamu bersungguh-sungguh kuliah dan berhenti dugem setiap malam," maki Prabu geram. "Papi jangan terlalu banyak menuntut dariku, karena selama ini Papi dan Mami pun tak pernah ada buat aku. Aku senang dengan teman-temanku di club malam, karena hanya mereka yang mengerti aku. Hanya mereka yang selalu ada disaa aku butuh. Sedangkan Papi dan Mami selalu sibuk dengan urusan kalian. Jadi, jangan pernah berharap aku jadi anak yang patuh," balas Ana enteng, lalu melangkah meninggalkan papinya. "Ana, Papi belum selesai bicara," cegah Prabu. Namun, Ana tidak memperdulikan. Gadis itu melenggang naik ke lantai dua tanpa menoleh ke arah sang Papi. "Ana berhenti!" teriak Prabu dengan suara tinggi. "Udah deh, Pi. Ana ngantuk. Kalau mau ceramah, di masjid saja," balas Ana cuek sembari memasuki kamar dan menutup pintunya dengan keras. Hal itu membuat Prabu naik pitam. Kedua tangan lelaki paruh baya itu mengepal kuat hendak menghajar Ana, tetapi dengan cepat Ameera mencegahnya. "Sabar, Pi. Percuma Papi bicara dengan Ana sekarang. Dia sedang mabuk. Nanti kita bicara lagi dengannya setelah pengaruh alkoholnya hilang," ucap Ameera seraya mencekal lengan sang suami. Wanita paruh baya itu mencoba meredam emosi suaminya agar tidak bertindak di luar batas kesabaran. "Istighfar, Pi. Kita tidak boleh terlalu kasar. Ana bukan anak kecil lagi. Sekali kita salah langkah, kita akan menyesal seumur hidup. Sebaiknya Papi berangkat ke Masjid untuk salat berjamaah subuh. Tenangkan hati dan redam emosi Papi. Nanti kita bicara lagi dengan Ana," tambah Ameera bijak. Prabu mengangguk dan bergegas ke Masjid yang ada di komplek perumahan mereka. Istrinya benar, dia perlu menenangkan diri. Sementara Ameera memandang punggung sang suami hingga keluar rumah. Ada sepercik penyesalan di hati wanita paruh baya itu dengan keadaan putri semata wayang mereka. Dia sadar kalau semua yang terjadi pada Ana saat ini tidak lepas dari kesalahannya. Dia terlalu sibuk bekerja dan kurang memeperhatikan pergaulan gadis itu. Kini menyesal pun tiada guna. Ameera berharap masih bisa memperbaiki putrinya sebelum semuanya terlambat. Sementara itu di Masjid Baitul Makmur kompleks perumahan Graha Citra, Prabu masih khusuk berdoa selepas melaksanakan salat Subuh berjamaah. Lelaki paruh baya itu juga menyesalkan keadaan putrinya sekarang. Anak perempuan satu-satunya yang ia gadang-gadang sebagai penerus perusahaan yang dia bangun bersama sang istri mulai dari nol malah mengecewakannya. Berlimpah materi tidak membuat Ana menjadi gadis yang baik. Prabu juga sadar kalau semua tidak sepenuhnya kesalahan gadis itu. Perhatiannya terhadap sang putri semata wayang memang terbilang sangat kurang. Sejak kecil, waktu Ana lebih banyak bersama Asisten Rumah Tangga daripada dengan dirinya dan Ameera sebagai orang tua. "Assalamualaikum, Pak Prabu," sapa seorang lelaki tua berjenggot putih dengan balutan sorban putih di kepalanya membuat Prabu yang tadinya khusuk berdoa dengan kedua mata berkaca-kaca jadi mendongak ke arah sumber suara. "Waalaikumsalam. Masya Allah, Pak Kiai. Maaf, saya tidak tahu kalau Pak Kiai ada di sini," balas Prabu sambil menjabat dan mencium tangan lelaki tua yang tidak lain adalah ulama sesepuh di komplek itu. Prabu baru menyadari kalau masjid sudah sepi. "Saya lihat sepertinya Pak Prabu sedang banyak masalah?" tanya lelaki tua yang tidak lain adalah Kiai Umar itu. Prabu diam sejenak. mengingat kejadian barusan sebelum dirinya berangkat salat berjamaah di masjid. Dadanya terasa nyeri mengingat putri semata wayang yang dia gadang-gadang sebagai penerus perusahaan keluarga malah selalu menghabiskan waktu di club setiap malamnya dan lebih parahnya lagi pulang menjelang pagi dalam keadaan mabuk dan pakaian seksi. "Saya bersedia menjadi pendengar yang baik jika Pak Prabu ingin sharing-sharing. Barangkali saja saya bisa membantu meringankan masalah Pak Prabu," ucap Kiai Umar membuyarkan lamunan Prabu. Lelaki paruh baya itu menghela napas berat, lalu menceritakan masalah putrinya kepada lelaki tua yang begitu dihormati oleh warga komplek itu. "Saya sudah tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan, Pak Kiai. Saya rasa saya sudah gagal menjadi orang tua," ucap Prabu sedih setelah menceritakan semua tentang Ana kepada Kiai Umar. "Apa saya boleh memberikan saran?" tanya Kiai Umar. "Tentu saja, Pak Kiai. Saat ini saya sangat butuh saran dari Pak Kiai," balas Prabu antusias. "Pak Prabu, sejatinya seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Tinggal orang tuanya mau menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi. Belum terlambat untuk Pak Prabu bisa mengubah putri bapak. Keimanan seseorang itu juga bisa tergantung dengan teman pergaulannya. Seperti perumpamaan, kalau kita bergaul dengan penjual minyak wangi, maka kita akan ikut wangi. Namun, jika kita bergaul dengan seorang pande besi, maka bisa jadi kita terbakar atau terkena bau sangitnya. Jadi, menurut saya, Pak Prabu bisa merubah pergaulan putri bapak di tengah-tengah orang yang shalih," jelas Kiai Umar panjang lebar. "Maaf, Pak Kiai. Saya masih belum mengerti maksud Pak Kiai," balas Prabu. "Begini, Pak Prabu. Kalau boleh saya sarankan, masukkan saja putri bapak ke pesantren. Memang pada awalnya, putri Bapak pasti akan berontak. Namun, insya Allah saya yakin dengan bergaul dengan orang-orang shalih, niscaya dia akan menjadi anak yang shalih pula," tutur Kiai Umar. Prabu manggut-manggut mendengarkan saran Kiai Umar. Sepertinya ada benarnya apa yang dikatakan lelaki tua itu. "Terima kasih atas saran, Pak Kiai. Insya Allah sangat membantu saya. Tolong bantu doa, njih." "Insya Allah, Pak Prabu." "Kalau begitu, saya permisi, Pak Kiai. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." *** Jarum jam menunjukkan pukul dua belas siang saat Ana membuka kedua matanya yang masih terasa berat. Gadis itu terbangun karena guncangan tangan Ameera yang sengaja membuatnya harus memotong mimpi indahnya. "Mami ada apa, sih. Aku masih ngantuk," ucapnya tanpa membuka mata. Namun, tiba-tiba gadis itu gelagapan karena seseorang menyiram wajahnya dengan air. Kedua mata Ana langsung membulat sempurna saat melihat siapa pelakunya. "Papi!" "Cepat bangun dan mandi. Siang ini kamu harus ikut Papi," titah Prabu membuat rasa kantuk Ana menguap entah kemana. Pandangannya langsung tertuju pada koper besar yang ada di lantai kamar. Perasaan gadis itu mendadak tidak enak. Ana berpikir kalau Prabu mengusirnya. "Koper siapa itu, Mi?" tanyanya seraya menoleh ke arah Ameera. "Itu koper kamu. Papi sudah membelikanmu banyak baju-baju syari. Sekarang cepat mandi, karena hari ini Papi akan mengantar kamu ke pesantren," jelas Prabu membuat Ana melebarkan kedua matanya. "Pesantren?" "Iya, mulai hari ini, kamu akan tinggal di pesantren." "Apa?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
54.7K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook