Mereka pun pergi meninggalkan rumah, hanya dengan satu mobil. Andika memangku Leon duduk di depan samping Pak Abdul yang sedang menyetir. Sementara itu, Sri dan Arum duduk di kursi paling belakang. Sedangkan Andira dan Bi Narti duduk di kursi tengah. Andira terlihat senang, karena keluar dari rumah dan berharap bisa menghibur dirinya sedikit.
Saat mereka turun dari mobil, Andira terkejut karena Leon tiba-tiba menggandeng tangannya. Entah kenapa Leon bisa berubah dalam sekejap, tapi rasa bahagianya membuat Andira tidak berlama-lama mempertanyakan keheranannya di dalam hati.
"Ayo Tante kita masuk!" ajak Leon yang langsung diikuti Andira.
Levan tersenyum melihat putranya mau mendekati Andira. Dia tidak menyangka jika putranya akhirnya mau menerima Andira, mungkin karena nasihat yang tadi dia berikan membuat Leon paham dan mulai merubah sikapnya. Tanpa mereka semua tau, Arum tersenyum melihat apa yang Leon lalukan rencananya berhasil untuk membuat Leon berpura-pura baik saat ada Levan.
"Akhirnya Den Leon mau menerima Andira," gumam Bi Narti penuh syukur.
"Iya, Bi. Kan enak kalau begini lihatnya," sahut Sri tersenyum.
Berbeda dengan mereka berdua, Arum tersenyum licik. Dia merasa sudah menang karena bisa mengendalikan anak bosnya itu. Sekarang dia hanya tinggal membuat Andira tidak betah dan bila perlu terusir dari rumah Levan. Dia harus mencari cara agar Andira membuat kesalahan, dikala yang lain sibuk menemani Leon Arum sibuk memikirkan cara untuk membuat andira melakukan kesalahan
"Tante ayo main yang itu!"
Leon menarik tangan Andira untuk bermain salah satu permainan, Andira dengan senang hati menuruti keinginan Leon. Dia tidak merasa lelah, meskipun sejak tadi Leon mengajaknya mencoba segala permainan. Hatinya senang karena Leon sudah mau menerimanya, Levan juga ikut senang dan membiarkan putranya terus bersama Andira. Dia bahkan sengaja tidak mendekat dan berdiri agak jauh agar tidak menggangu kedekatan keduanya.
"Leon, apa kamu tidak lapar? Kamu sudah main sejak tadi, bagaimana kalau kita minta Papi mengajak kamu makan lebih dulu." Andira yang takut Leon kelelahan mencoba mengajaknya untuk istirahat dengan makan lebih dulu.
"Tante lapal?"
"Bukan Tante, tapi takutnya Leon yang lapar."
"Ya udah kalau gitu, ayo kita ke tempat Papi!" ajak Leon dan menggandeng Andira kembali mendekati Levan.
"Papi ayo makan, Leon dan Tante lapal."
"Ya udah ayo kita ke food court!"
"Loh mana yang lain, Kak?" tanya Andira saat melihat yang lain tidak ada. Dia sejak tadi sibuk menemani Leon sehingga tidak menyadari jika yang lain tidak ada lagi di sana.
"Mereka lebih dulu aku minta ke food court, mereka enggan bermain jadi aku suruh saja ke sana."
"Oh gitu," ujar Andira tersenyum.
Mereka pun menuju Food court, di sana sudah ada semua orang. Andika langsung menyuruh Andira dan Leon duduk sementara dia akan memesan makanan. Andira sebenarnya sudah menawarkan diri, tapi Levan melarangnya.
"Den Leon hebat sudah bisa baik sama Tante Andira, kalau gini Bi Narti ikut senang melihatnya."
"Iya dong, Bi. Kan Leon anak baik," sahut Leon tersenyum sambil menatap Arum yang hanya tersenyum tipis.
Tak lama Levan datang membawa makanan, memberikannya pada Andira dan Leon. Mereka menikmati makanan sambil bersenda gurau, selesai makan Levan berinsiatif untuk mengajak mereka semua berbelanja kebutuhan pribadi mereka.
"Kamu kenapa tidak memilih apapun?" tanya Levan sambil menggendong Leon yang lelah berjalan.
"Tidak usah, Kak. Aku tidak ada yang mau dibeli kok," sahut Andira yang sebenarnya merasa tidak enak karena dia baru bekerja.
"Sudahlah, aku tahu kamu merasa tidak enak karena baru bekerja. Tapi aku mau kamu juga membeli apa yang kamu butuhkan, wanita itu banyak kebutuhan. Jadi tidak mungkin kamu tidak butuh sesuatu, sana ikut pilih-pilih. Setelah ini kita beli beberapa pakaian," ucap Levan mendesak.
"Tapi, Kak. Aku ...."
"Tidak ada tapi-tapian, sana pilih atau aku marah. Aku juga mau membeli sesuatu," potong Levan ucapan Andira.
Dengan terpaksa akhirnya Andira menurut, dia memilih beberapa keperluannya. Dia berusaha memilih yang benar-benar dibutuhkannya, dia masih merasa tidak enak menyusahkan Levan padahal baru bekerja. Selesai membeli keperluan di swalayan, Levan mengajak mereka ke toko pakaian. Levan meminta mereka membeli dua pakaian untuk satu orang agar adil, Andira tidak berani menolak lagi dia pun ikut memilih pakaian yang paling murah di sana.
"Apa sudah semua?" tanya Levan
"Iya, Tuan." Bi Narti menyahuti mewakili yang lain.
"Ya sudah, sana letakan di kasih biar saya yang bayar. Pak Abdul bisa bantu gendong Leon dulu," ucap Levan dan memindahkan Leon yang tertidur pada pak Abdul.
Semua orang menunggu saat Levan melakukan pembayaran, setelah semua selesai mereka kembali ke tempat parkir untuk pulang. Selama perjalanan Leon tertidur di pangkuan Levan, hal yang jarang dilakukan karena Levan sangat sibuk. Mungkin hanya sebulan sekali Levan bisa mengajak anaknya itu pergi, juga para pelayan di rumahnya yang pasti memiliki kebutuhan pribadi. Sedangkan untuk kebutuhan rumah tangga, Levan menyerahkan tanggung jawab pada Bi Narti.
Keesokan harinya, Levan berangkat kerja pagi karena sudah pergantian shift. Setelah mengantar Levan ke teras Leon hendak kembali masuk rumah, Andira yang berpikir jika Leon sudah berubah berusaha mendekatinya.
"Leon, ayo kita main ke taman belakang!" ajak Andira dengan senyum lebarnya.
"Gak mau, Tante gak usah sok baik. Leon baik cuma pas ada Papi, kalau gak ada Papi jangan dekat-dekat Leon." Bocah kecil itu bicara dengan ketus, sama sekali tidak mencerminkan seorang anak kecil.
"Leon, kenapa bicara begitu? Memangnya salah Tante apa, kenapa Leon tidak suka sama Tante?"
"Leon gak suka Tante, titik! Leon gak mau Tante dekat sama Papi, olang dewasa suka boongin anak kecil. Awas kalau aduin ke Papi," ancam Leon membuat Andira benar-benar tidak menduga apa yang dikatakan seorang anak kecil.
"Mbak Leon kenapa?" tanya Andira saat Leon sudah berlari ke kamarnya dan Arum masih tertinggal.
"Saya juga gak tau, Dira. Coba dekatin terus, kasih dia makanan atau apa. Biasanya anak kecil suka es krim atau kue," sahut Arum berpura-pura baik.
"Hem, iya deh akan aku coba, Mbak. Semoga Leon bisa menerimaku kelak," ujar Andira dengan raut wajah sedih.
"Iya, Dira. Ya udah saya ke atas ya, kamu yang sabar "
Arum beranjak dari tempat itu, tentu saja dengan senyum penuh kemenangan. Rasanya dia puas sekali melihat sikap Leon pada Andira, dia berharap Andira tidak betah dan pergi dari rumah itu. Karena tujuannya sejak awal adalah mengusir Andira secara halus.
"Rasain kamu Andira, emang enak di jutekin anak kecil. Hehehehe," kekeh Arum dengan wajah berbinar.
"Den Leon hebat, bisa akting baik dan setelah Papi pergi baru ditujukan. Sudah pantas jadi artis cilik nih, wanita itu sampai sedih."
"Iya dong, Mbak. Kan Mbak Alum yang ajalin," sahut Leon dengan kepolosannya.