BAB 4

2685 Words
Indra yang merasakan gerakan yang dilakukan Marisa membukakan kedua matanya dan tersenyum melihat istrinya yang sudah terbangun. Pria itu menarik tubuh Marisa dan memeluknya dengan erat, mengusap keringat di kening istrinya dan mengecupnya dengan singkat. Marisa yang masih kesal dengan kejadian kemarin siang mendorong tubuh suaminya agar menjauh, membalikkan badan membelakangi Indra, kemudian menutup matanya kembali karena masih merasakan kantuk. "Ini pasti ulah Rosa yang memberitahu keberadaanku, iisshh," ucapnya pelan, kesal karena memberitahukan keberadaannya pada suaminya. Indra mendekat dan mencium pundak istrinya, melingkarkan lengannya pada perut Marisa, perlakuannya itu berhasil membuat istrinya geli dan merasa terganggu. "Mmmhh, jangan ganggu." Ia masih merasa kesal atas kejadian kemarin dan merasa risih oleh tangan suaminya yang memeluk tubuhnya erat. "Maafkan aku, Sayang.” Indra menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher istrinya dengan manja. Marisa berusaha melepaskan lengan Indra dan kembali bergeser sampai di ujung kasur, membuat ia bisa saja terjatuh karena terlalu ke pinggir. "Awas nanti jatuh, jangan terlalu ke pinggir, nanti malah jatuh, Sayang.” Indra memperingatkan Marisa yang makin bergeser sampai ujung kasur. Indra tak tahan karena omongannya tidak didengarkan Marisa. Ia bangun dan mengangkat tubuh istrinya agar tidak terlalu jauh, lalu memindahkannya agak ke tengah ranjang. Melihat luka bekas cakaran Karin yang ditutup dengan plester di pipi indah Marisa, Indra mengusap dan mengecupnya dengan singkat. Indra juga memperhatikan luka di area tangan. "Perih ya?" tanyanya, yang tidak mendapat jawaban dari Marisa. Indra merasa bersalah tidak bisa melindungi istrinya dari serangan Karin. "Sayang ..." Indra mengusap pipi yang sedikit bengkak karena tamparan Karin dan berbisik memanggil istrinya. "Ngantuk ... masih malem A’a.” Marisa memalingkan wajahnya karena tidak mau menatap wajah Indra. Wanita itu takut luluh oleh tatapan yang diberikan suaminya. "Maaf ya, Sayang.” Indra mengecup bibir Marisa singkat dan mendapatkan pukulan kecil karena istrinya tidak suka dengan perlakuan tersebut. "Iihhh ganggu cium-cium terus! Kenapa A’a bisa di sini, sih? Seharusnya aku kan sama Rosa. A’a tahu keberadaan aku pasti dari Rosa, ya?” Marisa membuka mata dan melirik ke arah Indra dengan sinis, sambil menahan gejolak rindu dalam hatinya. Ia sangat merindukan Indra, tapi masih merasa kesal pada suaminya yang terlihat bersedia dan tidak menolak pelukan Karin. "Mau lari ke ujung dunia pun, A’a pasti bisa nemuin kamu, jadi jangan berpikir bisa lari dari A’a.” Indra memegang dagu Marisa, menatap pupil berwarna cokelat itu dengan tajam. Marisa memalingkan wajahnya dan menahan rasa gejolak pada hatinya. Ia takut dengan tatapan itu, takut akan membuat hatinya kembali meleleh. "Sayang ...." Indra kembali memanggil istrinya dan tidak mendapatkan jawaban. Pria itu kemudian duduk di paha istrinya, mendekatkan wajahnya dan berbisik ke dekat telinga istrinya, "Kalo nggak dimaafin sama nggak jawab panggilan A’a, A’a kasih hukuman nih!" "A’a yang salah kenapa aku yang dikasih hukuman?” Marisa menaikkan sebelah sudut hidungnya dan berbisik pelan, “Pria menyebalkan.” Indra sedikit mendengar ucapan istrinya dan memegang dagu Marisa. Marisa semakin kesal dan berteriak, ”Awas ih, jauh-jauh sana!" Marisa merasa geram dan memandang suaminya dengan sinis. "Lakukan di sini, yuk!" ajak Indra sambil memasang tatapan menggoda pada istrinya. "Hah ... maksud A’a lakukan apa?” Marisa menaikkan sebelah sudut hidungnya. Indra membuka kaos yang ia pakai dan berhasil membuat istrinya itu panik. "A’a mau ngapain? Aku teriak nih biar ada orang ke sini nyangka A’a mau perkosa aku.” Marisa memalingkan wajahnya dan menyilangkan tangan di depan da-da. Merasakan beratnya tubuh Indra yang masih duduk di atas tubuhnya. Indra tertawa melihat tingkah istrinya. "Lucu ya, mau neriakin apa? Nanti tinggal tunjukin buku nikah aja, masa perkosa istri sendiri nggak boleh, sih? Kamu lucu, deh." Indra tersenyum mendengar ancaman istrinya yang dianggap sangat konyol itu. "Awas ... berat, ih!" teriak Marisa sambil mengguncang-guncangkan kaki agar suaminya segera menyingkir. "Sayang …," bisik indra di sebelah telinga istrinya sambil membuka tank top yang Marisa pakai dengan paksa. "A’a ….” Marisa memelototi suaminya yang tengah membuka bajunya dengan paksa sambil berusaha melawan, tapi tidak berhasil. "Sssttt ..." Indra menggunakan tank top Marisa untuk mengikat kedua lengan istrinya agar tidak bisa bergerak. “Nggak lucu A’a! Ini kenapa tangan aku diiket segala?" Marisa berusaha membujuk dan mengingatkan bahwa ini bukanlah sebuah permainan. "Biar kamu nggak kabur.” Indra mencium seluruh permukaan leher istrinya dengan cepat sambil memegang tangan Marisa agar tidak meronta atau memukulnya. "Ampunnn ... geli A’a!" Marisa mengguncang-guncangkan badan karena tak kuasa menahan kegelian karena Indra menciumi lehernya. Sesekali Indra menjilat leher Marisa dan membuat bulu halus di area leher itu berdiri. "Hukuman karena pergi tanpa izin suami, dan sekaligus hukuman karena mendiamkan A’a." Indra kembali mengisap leher jenjang Marisa dan meninggalkan kiss mark tanda kepemilikan. "A’a …!" Marisa berteriak memanggil Indra dengan kesal. Ia tidak mau berakhir dengan bercinta di tempat ini. Indra beralih menciumi da-da bagian atas istrinya yang masih mengenakan bra, lalu membuka pengaitnya secara paksa. "A’a lepasin dulu tangan aku, kalo nggak aku bakalan kasar nih ke A’a!” Marisa mengancam sekaligus memohon agar Indra melepaskannya. “Nggak mau! Maafin A’a dulu baru A’a lepasin, Sayang." Indra tersenyum memandang istrinya. Pria itu memegang tangan Marisa erat agar tidak meronta sambil menciumi da-da istrinya dan membuatnya menegang. Ia mengecup dan mengisap setiap inci permukaannya hingga tidak ada bagian yang terlewat. Indra menyapa dan memanjakan tubuh atas istrinya sehingga membuat Marisa makin merasa kegelian. Akhirnya, suara desahan keluar dari mulut wanita cantik itu, membuat Indra tersenyum senang karena berhasil menggoda Marisa. "A’a ... stop A, ampun ...” Marisa meminta suaminya berhenti melakukan hal tersebut. Ia tidak kuat menahan aliran darahnya yang bergejolak karena sentuhan yang diberikan Indra. "Kamu maafin A’a enggak?" Indra berhenti memainkan kedua gundukan kembar dan memandang istrinya. Marisa menggelengkan kepalanya sebagai tanda ia belum bisa memaafkan suaminya. "Kalo gitu A’a bakal bikin kamu lebih merasa kegelian lagi, jangan harap bisa lepas!" Tatapan Indra berubah menjadi lebih serius hingga membuat istrinya ketakutan akan ancaman itu. Marisa hanya bisa pasrah tubuhnya ditindih Indra hingga sulit untuk bergerak dan melepaskan diri. Tangannya diikat dan dipegang dengan erat. Indra benar-benar menikmati kebersamaan dengan istrinya hingga berkeringat. Tak lupa, ia meninggalkan beberapa kiss mark, menambah tanda kepemilikan yang masih ada, bekas ulahnya beberapa hari yang lalu. "A ... bekas kiss mark-nya makin banyak hiks ... hiks ….” Marisa merengek dan sedih melihat tubuhnya yang mendapat beberapa kiss mark yang baru dibuat Indra, menambah jumlah kiss mark yang masih membekas dari beberapa hari yang lalu. "Mau semuanya A’a cap, yah? Sebagai tanda kepemilikan, jangan ada celah!" Indra tersenyum menggoda istrinya. "Hah ... yang bener aja." Marisa memelototi suaminya agar tidak lagi membuat kiss mark. Indra tertawa melihat istrinya yang terlihat tidak mau ia menambahkan lebih banyak lagi tanda kepemilikan. Ia berbisik di sebelah telinga Marisa, "Makanya maafin A’a dulu, Sayang!" “Nggak mau, nanti paling di ulangi lagi.” Marisa memalingkan wajahnya, kecewa karena Indra selalu membuat kesalahan yang sama. "Sayang, A’a sayang kamu. Nggak ada wanita lain di hati A’a. Tolong kamu percaya itu." Indra memohon agar istrinya tidak kembali salah paham dan mengambil kesimpulan tanpa mendengarkan penjelasannya. "Yakin?" Marisa menatap Indra dan hatinya sedikit luluh. "Ada sih satu lagi!” Indra menaikkan alisnya, berusaha menggoda istrinya. "Hah ... siapa yang A’a sayang lagi selain aku?” Marisa mengembuskan napas karena kecewa dia bukankah satu-satunya wanita di hati indra. "Ada seseorang lagi, Sayang." Indra berusaha menahan tawa melihat istrinya cemburu. "Siapa?" Marisa merasa penasaran dan ingin Indra mengatakan siapa lagi wanita yang ia cintai selain dirinya. "Cie ada yang penasaran! Cantik juga kayak kamu, hatinya juga baik, baik bangeetttt ....” Indra membuat Marisa penasaran dan makin cemburu. "Siapa?” Marisa memelototi suaminya yang tak kunjung menyebutkan nama orang yang dimaksud. Indra tertawa, "Hahahahaha ... lucu ih ... ya mama A’a lah Sayang. Siapa lagi wanita yang A’a sayang di dunia ini selain kalian berdua." Indra senang berhasil menggoda istrinya yang polos. Marisa menghela napas merasa lega. Satu wanita lagi yang di sayangi Indra adalah ibunya. Ia kesal lagi-lagi suaminya itu mengerjainya. "Ada lagi sih ..." Indra kembali ingin membuat Marisa panik. "Siapa?" Marisa kembali panik. "Papa, mama mertua sama kakak ipar A’a ..." Indra bukan lagi menyebut wanita yang ia sayangi, melainkan seluruh keluarganya. "Aku urutan ke berapa?” Marisa memajukan bibirnya, penasaran ia di urutan ke berapa. "Kamu dan mama aku urutan pertama, tidak bisa dibandingkan, Sayang.” Indra mencubit hidung istrinya dengan gemas. "Kenapa, A?” Marisa merasa lega karena menjadi nomor satu dan penasaran dengan penjelasan Indra. Indra memeluk dan menyandarkan kepalanya di da-da Marisa dan berbisik, "Mama orang yang melahirkan dan membesarkan A’a. Satu lagi wanita di hadapan A’a ini yang akan mengandung dan membesarkan anak A’a nanti. Jadi kalian berdua posisinya setara dan tidak ada yang bisa menggantikan kalian berdua di hati A’a.” Indra mengusap perut Marisa yang masih datar. Indra kemudian menjelaskan Karin yang datang dan menyampaikan perasaannya pada Indra, dan Karin pula yang memeluk Indra lebih dulu. Indra meminta Marisa tidak langsung terbakar emosi dan mendengar penjelasannya dulu sebelum pergi meninggalkannya. Apalagi sampai mendiamkan serta kabur dari rumah. Marisa yang tangannya sudah tidak dipegangi Indra sekali lagi memukul kepala Indra. Bukkk! "Auuhhh! Kekerasan dalam rumah tangga ini.” Indra mengusap kepalanya yang terasa sakit karena pukulan yang diberikan Marisa. "Makanya lepasin, mau dipukul lagi nih?" Marisa berusaha mengancam suaminya agar mau melepaskan ikatan di tangannya dan menyudahi untuk melakukan malam panas di situ. "Galak banget istri A’a. Mau A’a lepasin, tapi nanti takut pukul A’a lagi. A’a kasih hukuman lagi, nih." Indra kembali memegangi tangan Marisa dengan erat dan mencium bibir istrinya singkat. Indra kemudian berkata, "Bikin kiss mark yang banyak termasuk tindakan KDRT alias kekerasan dalam rumah tangga nggak, Sayang?" "Iisshh ...!" Marisa merasa kesal karena suaminya mengancam akan membuat lebih banyak tanda kepemilikan lagi. "Oke, mari kita mulai malam panas ini, sudah cukup main-mainnya.” Indra menaikkan sebelah alisnya. "Hahhhhhh?" Marisa merasa panik. Indra membungkam mulut istrinya dengan bibirnya yang terasa hangat, melumat dan mengisap di setiap inci lalu berbisik menggoda istrinya, "Di gigit sampe berdarah boleh?" Indra kembali melumat bibir merah istrinya. Marisa menggelengkan kepala, berusaha melepaskan ciuman suaminya meski dirasa nikmat. "Nggak kok bercanda. A’a nggak akan bikin bibir kamu berdarah, cuma bungkam bibir kamu biar nggak bawel aja." Indra kembali mencium bibir Marisa, mengisapnya dengan lembut dan perlahan, kemudian makin menaikkan ritme menjadi makin kencang. Indra berusaha membuka bibir Marisa agar lidahnya memiliki akses masuk ke dalam. Isapannya yang kencang berhasil merangsang Marisa agar membukakan mulutnya. Ia kemudian memasukkan lidahnya dan mengabsen setiap gigi Marisa, mengaitkan lidahnya dengan lidah Marisa yang terasa hangat. Marisa akhirnya membalas ciuman indra dengan memainkan lidahnya, membuat Indra sedikit tersenyum karena berhasil menurunkan emosi istrinya dan mengubahnya menjadi menikmati ciuman itu. Wanita itu menutup matanya agar lebih menikmati ciuman. Ia kemudian mengisap bibir Indra yang empuk dan terasa hangat. Ciuman mereka semakin lama makin panas. Tubuh Indra makin terasa hangat dan mengeluarkan keringat. Indra hampir menggigit bibir istrinya, tapi ia langsung sadar hal itu bisa membuat bibir istrinya mengeluarkan darah dan membuat istrinya kesakitan. "Ini bisa dibilang sebagai bulan madu, Sayang, karena kita saat ini sedang berada di hotel.” Indra melepaskan ciuman dan memandang Marisa. "Isshh bulan madu apanya? Ini masih di Jakarta A’a!" Marisa kesal karena suaminya menganggap ini adalah bulan madu, padahal ia ingin sekali bulan madu ke luar negeri untuk menikmati pemandangan alam yang indah dengan suasana yang romantis. "Mau bulan madu ke mana?" Indra menanyakan destinasi bulan madu impian istrinya “Nggak mau, aku masih kesal ke A’a." Marisa kembali memalingkan wajahnya. "Belum dimaafin juga nih? Kalo gitu A’a bikin kamu kegelian lagi!” Indra kembali mengancam sang istri yang belum juga mau memaafkannya. “A’a akan buat kamu mengerang kenikmatan dan meninggalkan banyak kiss mark." "Iisshhhh ... menyebalkan,” desis Marisa. "Nyebelin-nyebelin juga kamu tetep sayang, kan?” Indra mencubit hidung mancung istrinya. "Siapa yang sayang ke A’a?” Marisa menaikkan kedua alisnya dan memandang Indra. "O ... oohhh ... kalo nggak sayang masa cemburu A’a sama Karin?” Indra mengerutkan bibir dan mengejek tingkah Marisa yang cemburu. "Enggak ih, siapa yang cemburu!” Marisa menjawabnya dengan sinis. "Uh, lucu nggak mau ngaku. Mana ada maling mau ngaku?” Indra mengejek Marisa. "Maling apa?" sentak wanita yang polos dan tidak mengerti apa yang Indra maksud. "Lucuu ihh si Sayang.” Indra mencubit hidung Marisa dengan gemas, kali ini lebih kencang membuat gadis itu kesakitan. "I love you too, Sayang." "Iishhh ... siapa yang bilang I love you?” Marisa mengerutkan dahi karena kebingungan. "Itu barusan kamu bilang yeyyyy. Udah ah main-mainnya, mau mulai lagi nih." Indra kembali mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Marisa. "Lepasin tangan aku A’a, pegel nih." Marisa mulai merasakan pegal karena sudah terlalu lama tangannya diikat. "Bentar, A’a belum selesai, mau menanam benih dulu nih." Indra tidak mau istrinya mengganggu tindakan yang akan ia lakukan. "Hah, menanam benih mah ya di tanah lah." Kepolosan Marisa kembali terulang. "Mau menanam benih di perut istri A’a, Sayang." Indra makin gemas dengan kepolosan istrinya. "Iishhh ... pemaksaan ini namanya, mirip pemerkosaan.” Marisa mengembuskan napas dan hanya bisa pasrah. “Nggak pa-pa, masa kumpulin istri nggak boleh, sih? Apa ada undang-undang yang melarang hal itu?" Indra kembali menggoda istrinya. "Aaaaaaaa ...!" Marisa makin kesal kepada suaminya. Indra tertawa lepas. "Ayo mendesah dan membuat bibit unggul di sini, Sayang." Pria itu kembali mencium bibir Marisa perlahan. "Emangnya tanaman, ishh!" Marisa berusaha melepaskan bibirnya yang tengah dicium Indra. Indra membungkam bibir Marisa, mencium dan mengisapnya dengan kencang. Ia tertarik membuat kiss mark di bagian lengan agar orang bisa melihatnya, sekaligus membuat istrinya kesal. Indra beralih mencium, menjilat dan mengisap kedua lengan Marisa bergantian dan meninggalkan beberapa kiss mark. "Aaaaa ... jangan bikin tanda di situ ih, nanti kelihatan orang." Marisa berusaha mendekatkan wajahnya ke pundak Indra, berusaha menggigit pundak suaminya. "Diem, Sayang! Salah kamu nggak maafin A’a, jadi kan kamu A’a hukum." Indra kembali mencium lengan istrinya. "A’a ... ampuunnn!" Marisa berteriak agar suaminya berhenti menggodanya. "Tidak ada kata umpan ampun.” Indra menjawabnya dengan tegas. Indra beralih mencium dan menjilat leher Marisa. Indra berhasil membasahi lengan, bibir dan leher istrinya. Indra mencium aroma harum ceruk leher Marisa, membuat wanita itu membalas rasa sayang yang dibuat suaminya dengan mendaratkan kecupan di bibir pria itu. Seluruh keberadaan Indra membuatnya mabuk. Hangat tubuh kekar itu membuat Marisa nyaman sekaligus b*******h. Kehangatan semakin menjalar saat Indra memuja harta kembarnya yang indah. "Kamu indah sekali, Sayang," puji Indra Marisa menaikkan sebelah sudut hidungnya. "Menyebalkan." "Milikmu sudah basah belum?" Indra bertanya apakah istrinya sudah mencapai puncak atau belum. "Ih A’a ...!" Marisa merasa kesal karena suaminya terus saja menggodanya. "Adik A’a sudah udah siap meluncur, nih!" Indra kembali menggoda istrinya. Indra melepaskan lengannya yang sedari tadi memegangi tangan Marisa. Kini bibir hangatnya membelai milik Marisa dengan penuh sayang, membuat istrinya merasa geli dan mengerang kenikmatan. "Aaaaa ...!" Marisa menghalangi da-danya dengan kedua tangan yang masih terikat, berusaha menghalangi aksi suaminya yang sedang meremas-remas kedua aset miliknya. "Awas dong jangan dihalangin, enak kan?" Indra kesal karena tangan Marisa menghalangi kegiatannya. "Ishhh ...!" Marisa risih dengan lengan Indra yang terus-menerus meremas miliknya. Indra menyingkirkan lengan Marisa dan kembali menguleni harta kembar milik istrinya. Pria itu kemudian berusaha melepaskan celana dalam yang istrinya kenakan. Ia kaget melihat bercak kemerahan di celana dalam Marisa. "Kamu datang bulan, Sayang?” Indra memandang istrinya dengan tatapan kekecewaan. "Hah ... memang ini tanggal berapa?" Marisa penasaran apakah dirinya saat ini mengalami datang bulan. "Tanggal empat, Sayang.” Indra mengembuskan napasnya. “Kalau ini tanggal empat, berarti memang ini jadwal aku datang bulan, A’a.” Marisa mengingat jadwal bulanannya. "Berarti benih yang ditanam A’a gagal tumbuh dong.” Indra menutup kembali inti Marisa dengan celana dalamnya. "Ya iya gagal.” Marisa menjawabnya dengan sinis. “Nggak pa-pa, kita bisa coba lagi setelah haid selesai.” Indra memberikan usulan. "Banyak nggak?” tanya Marisa yang penasaran dengan seberapa banyak darah yang ia keluarkan. "Kasih tahu nggak, yah?" Indra tidak mau memberitahukan istrinya. "Mana aku lihat, lepasin dulu tangannya, A’a," pinta Marisa. "Eiittsss kan kamu belum maafin A’a, biarin aja sampe tembus berceceran. Kalo kamu nggak mau maafin, A’a nggak bakal lepasin, nih." Indra kembali mengancam Marisa yang tak kunjung memaafkannya. "Uhh ... menyebalkan!” Marisa merasa kesal karena suaminya terus saja mengancam dengan segala cara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD