• TIGA *

1022 Words
First Step Hospital, Seattle. Berita kematian Louis Harrison yang menyebar melalui laman sosial media menjadi topik yang paling dibicarakan di kota Seattle saat ini. Para wartawan berbondong-bondong mendatangi TKP untuk meraih gambar ekslusif yang tidak lain bertujuan untuk meraup pundi-pundi uang dari momen besar ini. Bahkan beberapa media pun rela datang ke lokasi sejak pukul enam pagi dan berdesakan dengan yang reporter lain hanya untuk menyiarkan beritanya secara langsung. Keributan inilah yang kemudian mendasari Noel sebagai detektif yang memimpin jalannya penyelidikan untuk menambah personil lapangan demi mengamankan barang bukti (mobil korban) yang baru akan dipindahkan satu jam ke depan. Sementara dirinya dan rekannya, Smith, berfokus pada kelanjutan proses autopsi yang sebelumnya sudah disetujui oleh kedua orang tua korban. Pagi itu pukul enam, Noel telah bersiap dengan mengenakan kemeja dan jas serba hitam bersama Smith yang menggunakan pakaian berwarna senada. Noel dan Smith segera menemui ketua tim forensik yang diminta secara khusus oleh keluarga Harrison untuk menangani autopsi tubuh Louis dalam kasus kecelakaan yang menimpanya tadi malam. Mereka bilang, kedua orang tua Louis memilih tim forensik terbaik dan termahal yang dimiliki kota Seattle untuk melakukan hal besar tersebut. Setelah menunggu sekitar lima belas menit, seorang pria bertubuh kurus dengan kumis tipis dan jas kedokterannya keluar dari ruang autopsi bersama seorang perawat wanita. Wajahnya yang tak asing, membuat Noel  menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Dr. William?" Noel menghampirinya dan menyapanya dengan sopan. "Apakah kau ketua tim yang menangani kasus ini?" William memberi kode agar sang perawat meninggalkan mereka dan setelah wanita itu pergi, barulah dokter bertubuh tinggi itu membalas senyuman Noel tadi. "Senang bertemu denganmu lagi, Detektif," katanya ramah. "Omong-omong, ini rekanku Smith." William dan Smith saling berjabat tangan dengan ramah. "Jadi, kaulah dokter terbaik di kota Seattle ini, Dokter?" William tersenyum sekali lagi. "Apa kau ingin mendengar hasil autopsinya dariku?" Noel melihat Smith sebelum kembali pada William dan mengangguk. "Apakah ada sesuatu?" "Louis mengalami overdosis obat dan pendarahan pada bagian kepalanya," tutur William menjelaskan. "Kami menemukan kandungan obat tidur berdosis tinggi di dalam darah dan beberapa luka lebam di bagian pelipis, pipi dan rahang bawahnya." "Maaf menyela," ujar Smith. "Apakah mungkin luka lebam yang terdapat di wajahnya disebabkan oleh pukulan? Maksudku, saat kami menemukannya terjepit di dalam mobil, ia memiliki luka di bagian wajah yang tidak seharusnya." William kemudian mengangguk. "Dari bekas lukanya, sepertinya seseorang menggunakan benda tumpul untuk memukulinya." Smith mendesah kasar dan berujar, "Dia bahkan dianiaya sebelum dibunuh." Dokter yang diperkirakan berusia 40an akhir itu pun mengangguk setuju. "Aku bahkan hampir lupa dengan tulang paha dan kakinya yang patah karena terjepit benda berat." Ia lalu memijit pelipisnya jengah. "Aku tidak menyangka anak konglomerat sepertinya akan meninggal dalam keadaan yang sangat menyedihkan seperti ini. Aku bahkan tidak tahu caranya menyampaikan hasil autopsi ini kepada Tuan Harrison awalnya." Noel lalu mengembalikan laporan hasil autopsi tersebut kepada Dr. William. "Lalu bgaimana reaksi keluarga korban setelah mendengar ini semua, Dok?" Dokter bertubuh kurus itu melanjutkan, "Nyonya Harrison sangat terpukul dengan semua ini, ia menangis histeris dan nyaris pingsan." William menggeleng prihatin. "Tapi Tuan Harrison berkata bahwa dia akan kembali ke sini untuk menemuimu. Mungkin kalian akan segera bertemu. Omong-omong, apa ada lagi yang dapat kubantu untukmu, Detektif?" Noel menggeleng dan tersenyum sopan. "Kurasa sudah cukup, terima kasih atas waktumu, Dokter. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan sebelum kau pergi." William menatap Noel ingin tahu. "Apakah semalam kau melihat ada wartawan yang mendengar pembicaraan kita?" tanya Noel berhati-hati. Ia berusaha melemparkan pertanyaan tanpa membuat sang dokter merasa tertuduh atau apapun itu. "Mereka--ya, mereka tiba-tiba berkumpul padahal berita ini belum dirilis." Pria dengan jas putihnya itu menepuk pelan bahu Noel dan menyunggingkan senyumnya. "Aku tidak memberi tahu siapapun seperti janjiku. Apakah kau percaya?" Membuat Noel menggaruk tengkuk lehernya canggung dan mengangguk sopan. "Maafkan aku. Sekali lagi, terima kasih." "Tentu. Aku akan pergi sekarang. Jika kalian perlu bantuan, datanglah ke ruanganku," katanya seraya mengakhiri pembicaraan mereka pagi itu dengan senyum lembut di bibirnya yang abu-abu. "Jika bukan dia, lalu apakah kecelakaan itu benar-benar direncanakan oleh seseorang?" tanya Smith. "Bahkan pelakunya ingin membuat kehebohan setelah membunuh korbannya. Sungguh keterlaluan." Selang beberapa menit setelahnya, seorang pria bertubuh tambun dengan jas hitam mewah dan dasi bermotif garis abu-abu datang menghampiri Noel dan Smith. Dia adalah Matthew Harrison, ayah dari seorang Louis Harrison yang menjadi satu-satunya korban dalam insiden kecelakaan tadi malam. Matthew tampak dijaga oleh dua bodyguard di belakangnya begitu mereka berhadapan. "Detektif Noel Simons?" "Apakah anda adalah Tuan Harrison?" Matthew mengangguk dan tersenyum kecil. "Senang bertemu dengan anda. Kami turut berduka cita atas kematian putramu, Tuan." Matthew mengangkat tangannya ke udara dan mengibaskanya sekali. Memberi instruksi agar kedua penjaganya itu segera pergi dan hanya menyisakan mereka bertiga di depan ruang autopsi. "Terima kasih atas perhatianmu, tapi maaf karena istriku belum bisa menemui kalian." Suaranya berat dan dalam. "Aku akan menggelar konferensi pers untuk meluruskan isu yang sudah beredar luas di internet terkait kematian putraku." "Lalu bagaimana dengan penyelidikan yang--" "Aku sudah membuat keputusan," sela Matthew tegas. Ia membaca ekspresi bingung di wajah Noel dan segera berkata, "Aku akan menutup kasus ini sebagai kasus kematian biasa karena kecelakaan, Detektif." "Apa?! Tapi, bagaimana bisa?" Noel meninggikan suaranya. "Putra anda jelas tewas karena penganiayaan dan pembunuhan berencana. Seseorang telah merencanakan insiden ini dan menyebarluaskan beritanya di internet. Lalu, hanya ini yang bisa anda lakukan?!" Matthew memperbaiki dasinya sebelum melihat Smith lalu ke Noel bergantian dengan sedih. "Kudengar Louis jelas mengonsumsi obat tidur dalam dosis yang tinggi. Bagaimana aku bisa tahu dia tidak mencoba membunuh dirinya sendiri alih-alih dibunuh oleh seseorang, Detektif?" Ia menghela napas berat sebelum menambahkan, "Anakku mungkin telah memikul beban yang berat selama ini. Dia telah menjadi seorang pemimpin di usia muda dan banyak kehilangan waktunya karena menuruti permintaanku. Jadi, mari kita akhiri saja kasus ini sebagai kasus kematian biasa karena kecelakaan sehingga aku bisa berhenti merasa bersalah." Noel mencebik. "Bagaimana anda bisa bereaksi sesantai ini sementara putra anda tewas tanpa keadilan di dalam sana?" Smith pun berbisik, "Noel, sudahlah." "Keputusanku sudah bulat, Detektif." Matthew memandang Noel lurus-lurus. "Terima kasih telah menemukan putraku dan membawanya ke sini. "Tapi, Tuan--" "Paman!" Suara seorang wanita tiba-tiba saja terdengar dari arah lain dan memecah suasana panas yang baru saja terjadi di antara para pria tersebut. Terlihat dua orang di ujung koridor sana, tengah berlari kecil menghampiri Matthew. Seorang wanita muda dengan gaun hitam selutut itu adalah Alexandra, sementara seorang pria bertubuh kurus yang tampak setia di sampingnya itu adalah Charlie, manajernya. "Alexandra?" []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD