• DUA •

1003 Words
Terowongan Metro, Kota Seattle. Tempat Kejadian Perkara. Detektif dengan brewok tipis yang memenuhi seluruh dagunya itu kembali memerhatikan seluruh bagian mesin di depan matanya. Sisa kepulan asap akibat api yang membakar pun masih terlihat di sana. Dilihatnya dengan saksama komponen mesin dari mobil terlaris di Amerika pada tahun 1997-2000an tersebut. "Percikan api tampaknya bukan berasal dari benturan yang keras," kata Noel. "Melihat dari bagian depan yang penyok, bukankah mobil ini seperti digilas truk besar alih-alih menabrak pembatas jalan di dalam terowongan?" Smith yang baru saja selesai mengambil beberapa gambar dengan kamera ponsel langsung menghampiri rekannya itu dan ikut memerhatikan situasi pada mesin di hadapannya. "Menurutmu apa yang terjadi?" "Kondisi rem putus, tapi apinya tidak berasal dari sini." Noel menyentuh pinggiran mobil dan mengendus aromanya. "Ada sisa bensin di bagian luar mobil, tapi kenapa bensin itu tidak jatuh ke jalan?" Benar juga, Smith membatin. Selama ia memotret bagian mobil lainnya sebagai barang bukti, pria yang usianya satu tahun di bawah Noel itu tidak menemukan kerusakan lain selain di bagian depan mobil. Ia lalu meneringai antusias dan mengangkat kameranya ke udara dengan penuh semangat. "Aku akan memotret yang ini," ucapnya berinisiatif. Smith langsung mengeluarkan ponselnya dan kembali memotret sisa-sisa bensin di pinggiran mobil juga kondisi ban maupun jalanan di sekitar Toyota Camry putih tersebut. Noel kemudian mengecek jam tangan di lengan kirinya. "Sudah tiga puluh menit sejak panggilan misterius itu. Penelpon itu pasti tahu sesuatu." "Tapi bukankah terlalu cepat untuk menyimpulkannya sebagai sebuah kasus pembunuhan sekarang, Detektif?" Smith menggaruk tengkuk lehernya dengan canggung. "Dia sedikit ... terkenal. Maksudku, benar-benar terkenal di kota ini," jelasnya dengan suara yang gugup, khawatir Noel akan marah padanya. "Jika dia memang sehebat itu, berasumsi sekarang mungkin bukanlah pilihan yang tepat." Smith bisa bernapas lega karena ternyata Noel bukanlah seorang rekan yang mudah tersinggung. Ia kemudian tersenyum bangga dan menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. "Itulah yang ingin kukatakan padamu, Detektif." Noel memasukkan kedua tangannya ke saku celana sambil melihat Smith. "Omong-omong, apa orang ini sangat kaya? Biasanya, kekayaan selalu mengikuti ketenaran seseorang, bukan?" "Sebagai seorang CEO dan pewaris tunggal perusahaan berlian, bagaimana dia bisa disebut miskin?" Smith mendecak. "Astaga, dia benar-benar kaya dan punya segalanya. Aku bahkan iri padanya." "Jika dia memiliki bisnis yang besar, dia juga pasti memiliki musuh yang lebih besar. Ini sepertinya karena uang," tandas Noel. Ia pun mengedikkan bahu dan menutup kembali kap mobil dengan menggunakan sarung tangan lateksnya. "Jangan rilis kasus ini ke media, kita harus dapatkan hasil autopsinya terlebih dahulu. Jadi, pastikan kau mendapatkan keduanya. Identitas pelapor dan hasil forensik pria ini." Smith mengangguk patuh. "Baik, Detektif. Aku akan segera menghubungi keluarga korban." Selang beberapa menit, sebuah ambulans datang dan beberapa tim medis segera turun untuk mengevakuasi jasad korban. Dibantu oleh dua petugas polisi yang juga sampai beberapa menit setelahnya, korban yang diduga bernama Louis Harrison itu pun dipindahkan ke kantung jenazah yang telah disiapkan untuk selanjutnya dilakukan proses autopsi demi kepentingan penyelidikan. Begitu selesai, garis polisi pun dipasang untuk melindungi lokasi kejadian. Barangkali kasus ini memang sebuah kasus pembunuhan dan pelakunya bisa saja meninggalkan barang bukti di sekitar sana. Mengetahui Noellah yang memimpin jalannya evakuasi, seorang dokter dari tim medis lapangan segera menghampirinya sesaat setelah jasad berhasil dinaikkan ke ambulans. Ia adalah Dr. William, setidaknya begitulah yang tertulis di papan nama pada bajunya. Seorang pria bertubuh kurus dengan kumis hitam tipis di atas bibirnya yang keabuan. Dari garis kerutan di wajahnya, Dr. William mungkin sudah menginjak usia 40an akhir. "Apakah kau seorang detektif yang memimpin kasus ini?" tanyanya sopan yang kemudian dibalas anggukan mengiyakan dari Noel. "Aku William." "Noel." Noel dan sang dokter berjabat tangan sebelum kembali berbincang. "Jadi bagaimana, Dok? Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan kepadaku?" "Melihat dari suhu tubuh, perubahan warna kulit hingga kekakuan tubuh korban, kami menduga ia tewas sekitar tiga puluh menit yang lalu." Mata hitam William menatap pintu ambulans yang baru saja ditutup. "Tapi, ada sesuatu yang janggal di sini." Kedua alis Noel pun berkerut. "Ada apa, Dok?" Pria dengan jas kedokterannya itu menoleh ke arah Noel. "Jika kami tidak salah melihat, korban memiliki luka di bagian kepala dan beberapa lebam di wajahnya." Dokter dengan garis-garis kerutan tipis di wajahnya itu lalu menggumam sebelum melanjutkan, "Tapi luka pada bagian kepala korban yang terlihat dari luar, tidak berada pada posisi yang seharusnya. Dia ... tampak dipukuli sebelum tewas. Itu baru dugaan, kita tetap harus menunggu hasil autopsinya keluar." Noel menarik napas dan mengangguk paham. "Akan kupastikan kami mendapatkan izin autopsi dari pihak keluarganya sesegera mungkin," katanya lugas. "Jika hasil autopsi sudah keluar, segera kabari kami." "Tentu." Dokter tersebut hendak pergi meninggalkan TKP sebelum akhirnya Noel berlari menahannya. "Tunggu, Dok!" "Ya, Detektif?" "Berjanjilah untuk tidak merilis hasil autopsinya kepada pers sebelum kau memberikannya padaku." Mata mereka bertemu dan pandangan penuh arti itu pun langsung dipahami oleh sang dokter yang langsung mengangguk cepat. "Terima kasih, Dok." Dan dokter itu pun pergi membawa jasad korban bersama tim medis lainnya dengan ambulans. Sementara dua petugas polisi tadi, bersiaga di sekitar mobil korban dan mengamankan lokasi kejadian. Semua berjalan normal untuk beberapa saat, sampai Smith--yang entah datang darimana--tiba-tiba muncul dengan wajah panik. "Noel!" Suaranya terengah-engah sedang wajahnya pucat dan tampak kelelahan. Karena terlalu panik, ia bahkan memanggil nama rekannya itu dengan tidak formal. "Ada kabar buruk!" "Ada apa lagi sekarang?" tanya Noel ingin tahu. "Maaf, sebentar." Smith berusaha menstabilkan napasnya yang sesak terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali melanjutkan, "Berita kecelakaan ini tiba-tiba tersebar di internet, Detektif!" Smith langsung mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menunjukkan artikel berita di internet yang terpampang di layar ponsel miliknya kepada Noel. "Apa?!" Kedua iris cokelat Noel membulat tak percaya saat artikel tentang kecelakaan tersebut benar-benar ramai di linimasa. Kehebohan baru saja terjadi di dunia maya. "Bagaimana bisa? Kita bahkan baru saja datang ke TKP." "Aku tidak tahu." Noel lantas memicing curiga pada rekannya itu dan menyilang kedua tangannya di d**a. "Hanya ada aku dan kau di sini. Kau tidak mengkhianatiku dengan mengirimkan gambar-gambar yang kau potret tadi pada media, bukan?" Smith tertegun. Ia mendengus pendek dan ikut melipat kedua tangannya di d**a. "Kau mencurigaiku sekarang? Sayangnya, aku benar-benar tidak melakukannya, Rekan." Ia menekan kata 'rekan' sebagai bentuk sindiran untuk Noel yang tidak memercayainya. Namun sepertinya rekannya itu benar-benar tidak peduli. Noel justru menghela napas panjang dan menatap Smith lurus-lurus. "Seseorang pasti telah merencanakan semuanya." []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD