MHBB - 3

1371 Words
Lavly sampai di rumahnya dan melihat ada seorang lelaki mengenakan stelan jas yang sedang menunggunya di depan rumah. Lavly sama sekali tidak menyangka jika Vasant berani datang ke rumahnya setelah pengusiran lelaki itu oleh papanya. Papa Lavly benar-benar berang dengan lelaki itu dan ingin Lavly sadar jika Vasant bukanlah lelaki yang baik untuk dirinya. Vasant kemudian memberikan kode untuk wanita itu mendekat ke arahnya. Lavly melihat ke sekeliling mansionnya dan langsung berjalan dengan cepat agar tidak ketahuan oleh siapapun yang akan melapor pada papanya mengenai dirinya yang bertemu dengan Vasant, sang kekasih hati. Seperti biasanya, Vasant diantarkan oleh seorang anak buah yang selalu menjadi pengikut setianya untuk menemani Vasant kemanapun. Vasant adalah teman satu angkatan Lavly ketika duduk di bangku SMA. Mereka memulai hubungan ketika masih sama-sama di bangku kelas 3. Awalnya, hubungan mereka berdua sangat direstui oleh kedua orangtua Lavly. Tapi, sayangnya begitu papa Lavly mengetahui bisnis haram yang dimiliki Vasant, hubungan mereka berdua langsung ditentang habis-habisan dan mereka berdua tidak boleh lagi berhubungan sebenarnya. Karna Lavly bersikeras untuk mempertahankan hubungan mereka, akhirnya papanya hanya mengawasi saja. Ya, walau kadang-kadang diprotes dan dimarahi juga. Tapi namanya juga sama-sama cinta. Lavly dan Vasant seakan tidak perduli dengan protesnya keluarga Lavly yang sangat membenci lelaki itu. Vasant juga tidak mau mengalah untuk melepaskan bisnis haramnya yang sangat menggelontorkan pundi-pundi uang yang melimpah kepadanya. Bahkan, dari bisnis haramnya sekarang Vasant sudah bisa membeli apapun yang ia inginkan dan kalau mau dihitung selama 2 tahun ia menjalani bisnis haramnya itu, kekayaan Vasant sudah bisa melebihi kedua orangtuanya yang membangun kerajaan bisnisnya. “Babe, mau apa kamu kesini? kamu ga takut ketahuan Papa?” tanya Lavly yang baru saja melepaskan pelukan Vasant yang ia rindukan. “Aku sudah tau, papamu sedang tidak ada di rumah. Jadi aku sempatkan datang ke sini untuk menemuimu sebelum berangkat ke Singapur.” Vasant tersenyum dan mengajak Lavly untuk berbincang di mobil SUV hitam mewah yang selalu menjadi andalannya kemanapun. “Maaf ya Babe, aku tidak bisa ikut bersamamu.” Ucap Lavly dengan nada penyesalan. Wanita itu sebenarnya ingin sekali ikut. Tapi, sayangnya Leela, kakanya sudah melarangnya dan memperingatkan dirinya untuk tidak ikut serta dalam perjalanan bisnis Vasant kali ini. Ya, mungkin Leela hanya tidak ingin adiknya malah jadi sengsara karna Vasant. Sebenarnya, Vasant tidak pernah sedikitpun kasar padanya. Bahkan, Lavly selalu diberikan fasilitas mewah dan dimanjakan. Tapi entah kenapa, rasa ingin melarang adiknya untuk pergi begitu besar dan ia tidak ingin Lavly terbawa-bawa dalam urusan lelaki yang tidak direstui keluarganya itu. “Tidak masalah Babe, lagi pula aku tau kamu juga pasti sibuk kan.” Vasant tersenyum setelah membelai pipi Lavly. Lavly hanya tersenyum menanggapi celotehan Vasant yang sebenarnya ia karang sendiri. Ia hanya sedang berbohong untuk menghindari pertengkaran dengan kakanya, Leela dan tentu dengan papanya. “Ini, aku belikan untukmu. Aku tau, kamu sukakan dengan coklat ini. Tadi aku suruh sekertarisku untuk membelikan ini untukmu.” Vasant memberikan paper bag berukuran kecil pada Lavly. “Terima kasih banyak, Babe!” Lavly tersenyum. “Dan aku tentu tau, ini sudah mau menjelang kamu period. Aku ga mau nanti begitu aku sampai kamu jadi malah kesel-kesel ga jelas dan aku jadi sasaran kekesalanmu.” Ledek Vasant lalu mencoleh hidung Lavly yang mancung. “Kamu ini,” Lavly hanya terkekeh karna mendapatkan godaan dari sang kekasih. “Ini sudah malam. Kamu masuk ya aku ga ingin Leela meneriaki pacarku yang cantik ini karna baru saja bertemu denganku,” ujar Vasant yang seolah mengerti dengan apa yang dirasakan kekasihnya jika sedang dimarahi sang kaka. “Ok, Babe. Kamu hati-hati ya di Singapur. Jangan hati dan mata kamu untuk aku.” Pinta Lavly yang langsung memeluk Vasant dengan erat. “Iya Babe. Kamu juga ya.” Vasant tersenyum dan meraih tengkuk Lavly dengan lembut. Seketika itu pula, Vasant menyatukan bibirnya pada bibir Lavly. Mereka mencecap rasa dari bibir satu sama lainnya. Seakan benar-benar tidak ingin berpisah satu sama lainnya. Lavly terus mengikuti permainan bibir Vasant yang terasa begitu manis dan candu untuknya. “Kabari aku kalau sudah sampai.” “Love you, Lavly!” Vasant berucap dan sekali lagi mencium killas bibir kekasihnya itu. “Love you more, Vasant.” Balas Lavly setelah mereka melakukan ciuman perpisahan sebelum lelaki itu pergi ke Singapur untuk melakukan bisnisnya disana. *** Lavly langsung masuk ke mansionnya yang sepertinya sudah sepi. Ia berharap tidak ada seorangpun dari keluarganya yang melihat dirinya tadi bersama dengan Vasant. Ia benar-benar sedang tak ingin membuat keributan sekalipun dengan kakanya. Dilarang pergi saja sudah membuatnya kesal apalagi jika ia harus kepergok dan malam-malam seperti ini harus berdebat hal yang tidak penting. Baru saja ia menutup pintu mansionnya. Tentu dengan sebuah bingkisan yang baru saja ia dapat dari Vasant berikan padanya. Namun, sebuah suara dan bersamaan dengan lampu menyala terang malah mengagetkannya. Lavly jadi seperti maling yang sedang ketahuan oleh pemilik rumah. Jantungnya langsung berdegup kencang karna nyatanya papanya itu kini berada di depannya dengan menatap garang padanya. “Darimana kamu malam begini baru pulang?” tanya suara berat yang sudah sangat Lavly hafal. “Ya dari Hospi Pa,” ucap Lavly yang langsung mendekat ke arah papanya. “Beneran dari rumah sakit? Bukan habis pergi sama Vasant kan?” tuduh papanya lagi dengan wajah tentu sangat curiga Lavly. “Iya, aku dan Vasant sudah lama tidak bertemu.” Ucap Lavly tentu saja dengan kebohongan besar. Padahal mereka jelas masih intens berhubungan dan mereka bertemu dengan kekasihnya itu baru saja. “Lav, papa akan jodohkan kamu jika memang kamu itu masih berhubungan dengan lelaki brengsekk itu ya! Papa yakin masih bisa menikahkan anak papa ini dengan lelaki yang benar-benar baik. Jangan sama Vasant! Mengerti kamu?” ucap Papanya yang masih tidak terima jika ia harus mendapati anaknya berhubungan dengan lelaki yang sama sekali tidak ia harapkan. Lelaki yang tentunya tidak akan pernah ia restui jika memang kekasih putrinya itu akan meminangnya sebagai istri lelaki itu. “Pa, jangan seperti itu dong. Vasant itu orangnya baik kok. Dia juga lelaki yang sopan, bahkan Papa begitu menyukainya. Tapi kenapa sekarang Papa malah berbalik menolak keras hubungan kami?” Lavly sedikit tidak terima. “Ya, dia memang baik. Tapi papa tau apa yang sedang dia perbuat! Kalau kamu masih saja bersikeras untuk tetap bersama dengannya. Papa pastikan kamu tidak akan pernah mendapatkan restu dari papa!” ucap Ammar yang langsung melangkah menjauhi anak perempuannya itu. Lavly masih diam terpaku, mencerna setiap kata-kata yang papanya ucapkan barusan. Air matanya bahkan sudah meluncur deras karna nyatanya, pembahasan ini tentu takkan pernah ada habisnya. Takkan pernah ada ujungnya. Sekalipun, Lavly menutupi semua yang dilakukan Vasant. Tentang pekerjaannya, tapi tetap saja, hal itu membuat dirinya malah semakin tak bisa meninggalkan Vasant. Ia rasa, masih perlu untuk tetap bersamanya dan meminta lelaki itu untuk segera meninggalkan pekerjaan haramnya. *** “Lav, papa dan Leela akan pergi ke pernikahan anaknya om Mirwan. Kamu mau ikut?” tanya Ammar yang baru saja berdiri di depan pintu kamar anak keduanya. “Engga deh, Pa. Aku hari ini mesti jaga. Karna ada bayi yang harus aku cek pagi ini,” ucap Lavly yang langsung menyampirkan totebagnya di bahu sebelah kirinya. “Memangnya Mira udah nikah? Bukannya kemarin baru lamaran?” tanya Lavly yang sedikit banyaknya mengenal salah satu kolega papanya itu. “Hari ini Mira nikah. Sama pengusaha, kamu ga pengen buruan nikah sama Fajri?” tanya Ammar dengan wajah menyelidik. Tentang perdebatannya yang semalam, sepertinya sudah dilupakan oleh papanya itu begitu saja. Karna nyatanya, wajah papanya sudah tidak semarah semalam. Papanya itu memang senang sekali dengan anak sulung Ammar yang bernama Fajri. Lelaki sukses yang sudah menjadi pengusaha muda di bidang property itu nyatanya memang juga mengagumi sosok Lavly yang sudah ia kenal sejak lama. “Pa, Fajri itu bukan tipe aku. Jadi jangan bahas dia di depan aku. Kalau temanan oklah, tapi kalau nikah, aku ga mau sama dia!” Lavly berkata dengan tegas pada Ammar. “Tapi Fajri itu anak yang baik, dia juga selalu tanyakan kabar kamu. Tapi tentu papa tidak akan pernah memberikan restu untuk anak lelaki bernama Vasant yang sampai sekarang masih kamu pacari itu!” Ammar langsung melangkah meningalkan Lavly. Lavly tau, jika papanya itu sedang mengultimatum dirinya. Tapi ia masih tidak bisa meninggalkan Vasant begitu saja. Ia akan membiarkannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD