Penjemputan

1079 Words
Tertatih Rara berjalan menuju kamar mandi. Rasa nyeri di tubuh bagian bawahnya, membuat ia harus berjalan ekstra pelan. Sedikit mengangkang seolah ada sesuatu yang mengganjal, harus Rara lakukan. 'Ya Tuhan! Ini sakit sekali,' gumam Rara yang kini sudah berhasil menjangkau handle pintu kamar mandi hotel. Setelahnya ia pun masuk ke dalamnya. Menuju sebuah bathtub seraya menyalakan air hangat ke dalam baknya. Butuh beberapa waktu hingga air itu penuh, dan Rara pun memilih untuk melepas sisa pakaian yang masih melekat di tubuhnya seraya menatap cermin di wastafel yang langsung membuat hatinya miris. Gaun pengantin yang menjuntai begitu cantik, terlihat berantakan sebab aksi Rama yang memaksanya melakukan hubungan badan dengan hanya menurunkan celana dalamnya saja. Teringat akan semua kegiatan itu di mana tak ada pemanasan atau apapun, lelaki itu benar-benar membuatnya seperti seorang perempuan bayaran. 'Aku mungkin bersalah atas kematian Naura, tetapi apakah pembalasan seperti ini yang harus aku terima?' batin Rara seraya menurunkan gaun putih itu ke lantai. Sebuah strapless bra yang menempel kencang di bagian payudaranya, perlahan ia lepas dan ikut teronggok di atas gaun. Miris ia melihat sekujur tubuhnya penuh luka gigitan. Rama menggigit hampir di seluruh bagian atas dadanya. Menyisakan luka berdarah yang terasa perih saat peluh membanjiri permukaan kulitnya. "Ish!" Rara mendesis kala mencoba membasuh mukanya. Setelah selesai ia segera masuk ke dalam bathtub yang sudah penuh dengan air hangat. Rasa nyaman saat sudah masuk ke dalam bak tersebut —yang lantas tumpah seiring tubuhnya tertutup air seluruhnya menyisakan leher sampai kepala. Di saat Rara menegakkan kepalanya di atas dinding bathtub, tiba-tiba air matanya kembali mengalir. Rasa nyeri itu seolah enggan pergi dari tubuhnya, seperti sengaja ingin bersemayam lama. Di saat Rara memilih untuk mengobati luka dan menenangkan tubuhnya dengan berendam di dalam bathtub, sosok lelaki yang sudah membuatnya terluka itu kini malah terlihat tak berdaya di atas kasur di dalam kamarnya, setelah berhasil menenggak banyak minuman alkohol di sebuah klub malam. Steven —sang asisten pribadi, membawa majikannya itu pulang sebab merasa tidak memungkinkan membawa Rama kembali ke hotel tempat kamar pengantinnya dengan sang istri. Rama Aditya Mahendra. Lelaki berusia tiga puluh tahun, seorang dokter spesialis bedah, anak dari keluarga pengusaha dan pebisnis terkenal yang mewarisi banyak harta dan kekayaan dari orang tuanya yang sudah meninggal, adalah laki-laki yang tidak pernah Rara bayangkan akan menjadi suaminya. Kehidupannya yang serba mewah, ditunjang dengan segala fasilitas yang ada, membuat sosok Rama dikagumi banyak kaum hawa. Parasnya yang tampan semakin menggambarkan sosok dokter laki-laki yang sempurna, yang pantas untuk dijadikan seorang menantu di keluarga mana pun di dunia. Pada akhirnya, dua tahun lalu keluarga yang bisa tersenyum lebar dan pastinya bahagia, jatuh pada keluarga Senandika. Keluarga yang juga kaya, berhasil menggaet sang pria tampan itu dengan salah satu anak gadis mereka, Naura. Naura Senandika, gadis berusia dua puluh lima tahun. Bekerja sebagai seorang kepala divisi di sebuah stasiun televisi swasta terkemuka di tanah air. Ia yang merupakan seorang gadis cantik dan baik hati, memang bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Meski bisa menjalankan perusahaan milik sang ayah, tapi gadis itu memilih untuk bekerja di perusahaan orang lain demi menyalurkan hobi dan bakatnya. Di sanalah Naura bertemu Rara. Rara Celina Bahtiar, berusia sama dengan Naura juga salah seorang kepala divisi di bagian lain di stasiun televisi tersebut. Meski memiliki jabatan yang cukup disegani, tapi sesekali keduanya kerap terjun ke lapangan demi menyalurkan hobi yang dimiliki, yakni menjadi seorang reporter. Hubungan Naura dan Rama tentunya diketahui oleh Rara, yang kemudian menjadi sahabat Naura setelah keduanya bekerja bersama selama setahun lamanya. Rara yang tahu rupa Rama melalui laman pencarian internet bagian berita bisnis, juga pekerjaannya yang memudahkan dirinya mengetahui banyak mengenai apapun seperti tokoh terkenal di tanah air, belum pernah sekali pun dikenalkan secara resmi oleh sahabatnya itu. Kesibukan Rama sebagai seorang dokter sekaligus wakil direktur rumah sakit, membuat rencana pertemuan mereka selalu gagal. Makan siang yang sudah dijadwal, tak pernah tulus terjadi sampai akhirnya Rara melihat wajah Rama secara langsung di acara pertunangan sahabatnya itu. Namun demikian, perkenalan tak pernah benar-benar terjadi sampai peristiwa kecelakaan menimpa Naura. Di momen itulah Rama yang selama ini hanya mengenal nama Rara, langsung emosi dan marah-marah ketika mendapati gadis itu ada di depannya, yakni ketika berada di rumah sakit dan pemakaman sang tunangan. "Akan aku habisi kau, perempuan sialan!" teriak Rama kala itu, dan saat ini ia meneriakkan kalimat yang sama di tengah kondisinya yang sedang mabuk. Hampir tak sadarkan diri sebab sudah mau pingsan, sesekali Rama bergumam dan mengigau. Kalimat kesal dan penuh emosi terus terlontar dari mulut Rama. Entah karena rasa sedih sebab baru ditinggal mati oleh Naura atau karena ia yang benar-benar membenci Rara atas kepergian tunangannya itu, terlalu banyak alasan bila dipikirkan secara benar. Steven masih memperhatikan Rama yang masih saja kuat, tidak sampai pingsan meski sudah sejak tadi sang majikan menghabiskan minumannya. Asisten itu menunggu sampai Rama benar-benar pingsan dan tertidur. Setelahnya, ia bisa pergi meninggalkan kamar dengan perasaan edikit lebih tenang. ** Pagi harinya dua orang pengawal datang menemui Rara yang tidur sendirian di hotel. Keduanya meminta perempuan itu untuk ikut sebab diperintahkan oleh Rama. "Kalian mau bawa saya ke mana?" tanya Rara yang pagi itu sudah bangun sebab tak bisa tidur nyenyak meski rasa lelah memenuhi raganya. Belum sempat Rara mendapat jawaban dari salah seorang pengawal itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada nomor kontak yang ia tidak ketahui siapa tertera di layar, membuatnya enggan menerima panggilan tersebut. "Terima saja. Itu sepertinya dari Pak Rama," ucap pengawal itu memberi tahu. Rara sempat melihat sekilas wajah lelaki berpakaian serba hitam dengan kaca mata bertengger di atas batang hidungnya itu sebelum meyakinkan dirinya untuk menerima panggilan tersebut. "Hallo!" sapa Rara masih menatap salah seorang pengawal. 'Segera tinggalkan hotel itu. Aku tidak mau kau menghabiskan uangku dengan membayar penambahan biaya kamar!' Dari suaranya, sekarang Rara yakin kalau itu benar suara Rama. Lelaki itu berkata ketus dan galak padanya. Tak ada basa basi, hanya mengatakan maksud tujuannya menghubungi. Sebab setelahnya panggilan pun berhenti setelah Rama memutuskan panggilan secara sepihak. Rara menaruh kembali ponsel ke dalam saku celananya. Lalu, ia meminta sang pengawal untuk menunggunya mengambil keperluan pribadinya yang masih ada di dalam kamar. "Kami harap Anda tidak berlama-lama, Nona," ucap seorang pengawal ketika Rara akan berbalik. "Kenapa kalau saya lama?" Rara bertanya balik. "Sebab kami tidak menjamin apakah Anda atau kami akan selamat dari kemarahan Pak Rama atau tidak." Rara mengerti sekarang. Apapun yang akan membuat Rama kesal —akan berimbas pada banyak orang, tidak hanya pada dirinya. "Saya mengerti. Kalian tidak perlu khawatir, saya hanya membutuhkan waktu paling lama sepuluh menit saja!" ucapnya tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD