2. Pria Batu

1076 Words
Setelah mengantarkan dua pangeran ke tempat belajarnya, helikopter tersebut langsung pamit terbang kembali. Dua sosok dengan kepribadian berbeda mulai berjalan bersama. Serkan sibuk menyapa teman-temannya, sementara Ayaz hanya membisu bak bongkahan gletser berjalan. Dua orang gadis tampak menghampiri Serkan. Salah satunya berkacamata hitam, langsung menghambur di pelukan Serkan dan melakukan cipika-cipiki. Tentu hal itu membuat Sevda terkejut, juga sedikit kesal. "Lihatlah gadis itu, bagaimana dia selalu menempel terus di dekat Serkan?" Sevda berkata dengan wajah manyun. "Namanya Hazal! Dia itu ular. Dia sudah seperti permen karet bagi Serkan. Tapi kau tidak perlu memusingkan hal itu, Sevda. Jangan menyerah terhadap apa yang kau cintai hanya karena lalat-lalat seperti itu!" Oyku berseru dengan wajah ketus-ketus. Ozan mengerling heran dengan tingkah teman-temannya. "Tapi, girl, Hazal itu–" Suara Ozan tercekat saat Cansu tiba-tiba membungkam mulutnya. Sementara Oyku langsung memutar tubuh Sevda agar tak melihat apa yang dilakukan Hazal dan Serkan di sana. "Sevda, ayo kita pergi. Kau bisa menyapa dan bertemu dengan pria pujaanmu nanti saja. Kau tahu, perutku lapar sekali tadi belum makan. Kita ke kantin, ya!" Oyku mengoceh sembari terus membuat tubuh Sevda menatap ke depan. "Aku juga belum makan pagi," balas Sevda. "Baiklah kita akan ke kantin dulu sebelum mulai masuk kelas. Tapi panggil Cansu dulu!" Sevda hendak menoleh ke belakang, tetapi Oyku langsung mencegahnya. "Sudahlah… lupakan Cansu. Dia kan sedang bersama pacarnya. Nanti dia juga nyusul. Lebih baik kita duluan saja!" Oyku segera menggiring temannya itu agar tak menyaksikan kemesraan Serkan dan Hazal. Di belakang sana Ozan tampak memindahkan tangan Cansu dari mulutnya. "Kenapa kau membungkamku? Aku tadi hanya mau bilang kalau Serkan dan Hazal itu sebenarnya sudah pacaran!" celetuk Ozan. "Lihat!" tunjuknya lagi ke arah Serkan dan Hazal yang mulai berjalan bersama dengan tangan yang saling bergandengan. "Karena itu aku menyuruhmu diam, Baby! Sevda bisa sedih kalau mengetahui pria pujaannya sudah memiliki hubungan dengan gadis lain." Cansu memberi jeda sejenak. "Kau tahu, temanku itu pernah gagal dalam hal percintaan. Lalu dia menutup hatinya untuk pria manapun. Dan baru-baru ini, dia mulai tertarik dengan Serkan." Cansu menggenggam tangan Ozan dengan wajah seperti anakan kucing. "Ayolah, Ozan. Jangan katakan apa pun yang akan membuat Sevda sedih!" "Tapi, Honey… bagaimana kalau Sevda terlalu banyak berharap dengan Serkan sedangkan Serkan tidak pernah mencintainya. Sevda akan lebih sakit lagi nantinya!" Perkataan Ozan itu membuat Cansu menduduk. Apa yang dikatakan oleh kekasihnya itu memang benar adanya. "Yah, kau benar. Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku dan Oyku sudah menyusun rencana untuk menghancurkan hubungan antara Serkan dan si ular Hazal itu!" "What?!" Ozan langsung menggeleng. "Uff… Cansu … ufff …! Apa kau sudah tidak waras? Jangan melibatkanku dalam hal ini, ya! Serkan bisa marah besar denganku!" "Sudahlah, kau tenang saja. Ini hanya antara aku dan Oyku. Kau jangan bilang pada siapa pun. Oke?" Cansu kembali menautkan tangannya pada lengan Ozan. "Sekarang ayo kita masuk kelas!" "Hazal itu ular! Kau jangan terpancing kalau dia memang selalu dekat dengan Serkan. Dia memang suka sekali menggoda pria-pria tampan." Oyku terus membeo bahkan setelah menghabiskan makanannya. "Tapi bagaimana jika Serkan sudah punya pacar? Tidak mungkin kan pria setampan dia masih single," timpal Sevda dengan ekspresi murung. Oyku meneguk ludah. Ia tidak boleh keceplosan dan bilang kalau Serkan dan Hazal sebenarnya memang sudah pacaran. Itu bisa membuat Sevda menyerah sebelum bertanding. Dan rencananya dengan Cansu untuk memisahkan Serkan dan Hazal bisa gagal total. "Sevda, ayolah… kau selalu memikirkan kemungkinan buruk. Kau harus tetap berpositif thinking, agar aura positif juga masuk ke dalam tubuhmu. Oke?" "Aku hanya tidak mau berharap terlalu lebih, Oyku!" Sevda menyandarkan punggungnya sembari mendengkus. "Baiklah-baiklah… lupakan dulu masalah itu. Sekarang katakan padaku, bagaimana persiapanmu untuk turnamen nanti sore?" Oyku berganti topik pembicaraan. Sevda kembali menegakkan punggungnya. "Aku sudah mempersiapkannya dengan matang." "Kau harus memenangkannya, Sevda! Agar Serkan semakin bangga denganmu. Itu juga membuka peluang untuk kalian saling akrab kedepannya. Serkan akan kagum padamu jika kau berhasil menyabet medali emas!" Sevda memutar mata malas. "Kau tahu, perkataanmu itu mengingatkanku dengan ibu Sonya. Dia juga menuntutku untuk memenangkan medali." Sevda terdiam sejenak. Mengingat momen-momen terdahulu. "Ibu angkatmu itu?" "Ehm." Sevda mengangguk. "Aku sudah menceritakan padamu kan kalau ibu Sonya itu orangnya sangat menuntut untuk sempurna. Sejak kecil aku dan Leon harus selalu menuruti keinginannya. Kadang itu membuatku kesal. Ufff…." "Aku masih tak menyangka kalau kau dulu sempat tertukar. Itu seperti hanya di film-film. Kau tahu drama Turki yang terkenal itu, judulnya Paramparca, itu juga kisah tentang anak yang tertukar. Sama seperti kalian, mereka juga tahu kalau tertukar saat sudah dewasa." "Aku bahkan kadang masih memikirkan soal hal ini, Oyku. Tapi kemudian aku memakluminya karena memang ibu Sonya yang sengaja menukarku dengan Deniz. Dan kurasa semua kejadian ini ada hikmahnya. Aku jadi bisa memiliki ayah yang luar biasa seperti Aydin. Kakak tersayang Leon. Dan saudara yang juga mantan kekasihku, Deniz. Lalu ibu kandungku Aisha. Dia orang yang luar biasa. Oh iya, bibiku Nermin juga tidak kalah seru. Lucu dan selalu bikin tertawa!" Orang melihat kehidupan Sevda memang sulit. Tetapi bagi gadis bermata hazelnut itu merupakan anugerah. Tumbuh di antara dua keluarga yang tanpa ikatan darah tetapi saling berkaitan. Permasalah dan pergulatan yang selama ini mereka lalui akhirnya berhasil menciptakan sebuah keluarga besar yang rukun dan damai. "Sevda, kau dulu kan pernah menjalin hubungan dengan Deniz, sebelum kalian tahu kalau kalian tertukar. Lalu bagaimana pendapat kedua orang tuamu?" Oyku kembali bertanya. Ia berpikir, kisah hidup temannya itu memang sudah seperti novel maupun film saja. "Mereka terkejut. Terlebih karena Ibu Aisha dan Papa Aydin juga saling mencintai. Bahkan aku dan Deniz sampai marah. Tapi akhirnya kami tahu, kalau perjuangan cinta Papa Aydin dan Ibu Aisha itu lebih besar daripada cintaku dengan Deniz. Akhirnya aku dan Deniz memutuskan untuk menyudahi hubungan kami." Sevda memberi jeda sejenak. "Kau tahu, kisah cinta Papa Aydin dan Ibu Aisha itu sangat sulit sekali. Mereka rela berpisah bertahun-tahun dan menikah dengan orang yang sama sekali tidak mereka cintai. Makanya aku takut. Jika Serkan sudah memiliki kekasih, dan aku takut menjadi orang ketiga dari hubungan mereka." Sevda meneguk ludah sejenak dan kembali bertanya, "Apa kau yakin Serkan belum memiliki kekasih?" Oyku membisu beberapa saat. "Umm… yah. Of course! Mungkin dia belum belum punya," ujarnya canggung. "Mungkin? Itu berarti–" "–Sevda, bagaimana kalau kita ke kelas? Kau sudah menghabiskan semua makanannya, kan?" Oyku mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ehm. Yah, sebaiknya kita ke kelas sebelum terlambat." Sevda mendirikan tubuhnya, mengambil tasnya dan kembali mengalungkan di lengan. "Oyku, aku ingin beli minuman cokelat hangat dulu." "Oke!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD