Treasure Room

1528 Words
Treasure Room adalah ruangan di mana Azure menyimpan semua benda berharga dan harta kastilnya. Emas, perak, perhiasan, senjata dan batu permata, semuanya bertumpuk di sana. Bahkan Ruby yang berpikir bahwa harta tidak begitu berarti tidak bisa menutup mulutnya karena tumpukan harta di hadapannya. "Wah, kau sangat kaya." Ruby menoleh ke arah Azure kemudian kembali melihat tumpukan koin emas di hadapannya. "Benar-benar sesuai lambang kerajaan kalian." Menurut buku yang Ruby baca, naga adalah salah satu mahkluk yang suka mengumpulkan emas di sarang mereka. Azure mengangkat alis. "Jika kau menyukai sesuatu, ambil saja." Ruby melirik Azure dari ujung matanya kemudian tersenyum. "Bagaimana jika aku mengiginkan semuanya?" "Lalu ambil." Azure berkata enteng, seolah menyuruh seseorang memungut sesuatu yang tidak dia gunakan lagi. "Aku masih punya tambang berlian." Ruby mendengus. Semakin lama Ruby berinteraksi dengan Azure, Ruby menyadari bahwa Azure semakin banyak mengimbangi karakternya. Ketika Ruby semakin berperilaku seperti wanita bangsawan, Azure justru semakin lama bersikap seperti pria awam. Tapi untunglah, Azure hanya menunjukkan sisi itu di hadapan Ruby. Ruby sekali lagi mengamati penampilan Azure yang masih sama seperti sebelumnya, terlihat dewasa dan berwibawa. "Apa? Aku terlihat tampan?" Azure tersenyum lebar. Tanpa tahu bahwa dia baru saja merusak kesan aristokratnya di hadapan Ruby. Ruby menggeleng pelan. "Azure, kau semakin menjauh dari image Putra Mahkota yang awalnya selalu kau perlihatkan." "Aku hanya melakukannya di hadapanmu." Azure menghindari tatapan Ruby dan menahan diri agar tidak menggaruk kepalanya. "Karena kau juga sedang belajar untuk menyesuaikan diri dengan duniaku, aku tentu juga harus melakukan yang sebaliknya." "Huh? Apa yang kau bicarakan?" Ruby memiringkan kepala. Azure tertawa pelan, dia tau Ruby tidak akan mengerti sekarang. Tapi dia tidak keberatan. "Bukan apa-apa. Ayo, barang-barang yang ayah dan ibuku kirim ada di sana." Azure menuntun Ruby ke sudut ruangan yang terletak tak begitu jauh dari pintu masuk. Ketika berada di hadapan Ruby, Azure memang tidak lagi menggunakan gelar untuk menyebut ayah dan ibunya untuk menunjukkan bahwa bagi Azure, Ruby bukan lagi orang asing untuknya. Sayangnya, Ruby tidak pernah mengerti itu, dan entah kapan dia akan mengerti. Di sudut ruangan, beberapa peti di lapisi kain satin berjejer rapi sedang di sisinya terdapat peti besar yang terlihat sangat berat. "Semua ini adalah benda yang ibu kirimkan padamu." Azure mengarahkan telunjuknya ke peti yang terbungkus kain. "Kalau yang ini adalah kiriman dari ayah." Mendengar bahwa semua peti dengan bungkusan satin itu kiriman Baginda Ratu, Ruby langsung bisa menebak apa yang ada di dalamnya dan hanya bisa tersenyum miris. Pakaian yang dia miliki sekarang saja sudah sangat banyak. Jadi, di bandingkan melihat tumpukan baju dan perhiasan di peti satin, Ruby lebih tertarik oleh dua peti besar di sisinya. "Apa ini?" Ruby membelai peti itu dan menemukan bahwa peti itu terbuat dari kayu yang kokoh, namun di cat menggunakan warna silver untuk membuatnya terlihat lebih baik. "Senjata." Azure mengeluarkan kunci dari sakunya. "Ayah sudah mendengar kabar bahwa kau melatih delapan penjaga khusus untukku, jadi dia ingin mengirim senjata, tapi karena dia tidak tau senjata seperti apa yang mereka gunakan, jadi ayah mengirim sebanyak ini agar lebih banyak pilihan." "Baginda Raja dan Baginda Ratu sangat loyal." Ruby memijat pelipisnya, sungguh. Dia masih belum terlalu terbiasa dengan kemewahan ini. "Aku bisa memberimu yang lebih baik." Azure membuka gembok peti itu dan mendorong penutupnya. Hal pertama yang Ruby tangkap di dalam peti adalah Runa, pedang miliknya yang sempat di sita oleh Baginda Raja. Ruby memang sudah merasakan keberadaan pedang itu sejak pertama kali masuk ke dalam ruangan, jadi dia tidak begitu terkejut saat melihatnya ada di dalam peti. "Ayah mengirim permintaan maaf padamu, karena sibuk, dia sampai lupa mengembalikan pedang ini padamu." Azure menatap Ruby dan pedang di tangannya dengan sedikit kilat rasa bersalah di matanya. "Kau seharusnya memberitahuku, jika ayah tidak mengatakannya, aku bahkan tidak akan tahu bahwa pedangmu di sita oleh ayah." Ruby tersenyum tipis. "Bukan masalah, jika aku menginginkan, menyegelnya di dalam ruangan sebenarnya tidak begitu berguna. Aku tetap bisa memanggilnya ke sisiku." "Lalu?" Ruby membelai Runa yang terus bergetar antusias di tangannya. "Aku sebenarnya juga lupa padanya." "..." Runa berhenti bergetar. Azure tertawa pelan, dia tahu Ruby cuma bermain-main dengan kata-katanya. Ruby pasti hanya tidak ingin menyinggung ayahnya jadi tidak berani meminta pedangnya kembali sebelum di kembalikan secara sukarela. *** Hari ulang tahun Yang Mulia Putra Mahkota tiba, meski tanpa pesta, kastil Putra Mahkota tetap sibuk sejak pagi hari. Para pelayan menyusun bunga dan menggantung pita berwarna biru muda di sepanjang jalan menuju gerbang, sedangkan ratusan penjaga berzirah baja berdiri tegak dengan berbagai senjata di tangan mereka. Di antara mereka, Bert, Max, Rio dan Hawk memakai Zirah tanpa helm yang menutupi wajah mereka, di sertai jubah biru khusus, sebagai lambang penjaga pribadi Putra Mahkota. Keempat hanya memegang sebuah pedang di tangan mereka, namun hanya dengan melihat tampilan luar pedang itu, semua orang bisa melihat bahwa pedang itu adalah senjata langka yang biasanya sulit untuk para penjaga biasa dapatkan. Kabar bahwa Bert dan tujuh penjaga lain yang Ruby rekrut mengalahkan seratus prajurit sekaligus kemudian keluar dari penjara tanpa luka telah menyebar di telinga para penjaga lain. Saat itu, masih banyak penjaga yang tidak percaya, namun hari ini mereka bisa melihat dengan jelas bahwa Yang Mulia Putra Mahkota benar-benar telah memberikan jubah khusus penjaga pribadi kepada mereka. Jadi, dengan sangat menyesal mereka harus mengakui bahwa kini derajat para pecundang yang dulunya berada di bawah mereka kini terbang tinggi dan menjadi orang-orang yang harus mereka hormati. Beberapa yang sempat ikut seleksi namun keluar secara suka rela karena ragu, kini sangat menyesal hingga mereka bahkan malu mengangkat wajah mereka di depan Bert, Hawk, Rio dan Max. Di sisi lain, Ruby sedang menatap tumpukan pakaian, sepatu, dan perhiasan di dalam kamarnya yang masih belum sempat dia rapikan selama dua hari ini. Karena Ruby tidak ingin Willow dan Tifa melihat benda-benda mewah ini dan memulai gosip, jadi Ruby berpikir dia bisa merapikannya sendirian, tapi siapa yang berpikir kesibukannya dalam dua hari terus menundanya untuk merapikan kamar dan akhirnya barus berhadapan dengan tumpukan baju ini di hari ulang tahun Azure. "Sepertinya aku tidak punya pilihan lain." Ruby menggaruk kepala frustasi lalu keluar dari kamar dan memerintahkan seorang pelayan yang lewat untuk memanggil Tifa dan Willow. Saat Tifa dan Willow datang, mata keduanya di silaukan oleh sejumlah pakaian dan sepatu mewah dan juga perhiasan yang menumpuk di atas lantai, sedangkan Ruby sedang berdiri di tengah tumpukan sambil memegang sebuah gaun coklat cantik yang terlihat begitu cocok dengan kulitnya. "Kalian akhirnya datang." Ruby keluar dari lingkaran dengan hati-hati agar tidak menginjak apa-apa. "Kemari dan rapikan semua benda-benda ini." perintahnya kemudian meletakkan gaun yang dia pilih di atas tempat tidur. "Ini... "Tifa tidak bisa membentuk kata-katanya, hanya dengan melihat semua jenis kain dan permata ini, dia bisa menebak siapa yang memberikannya. Azure adalah seorang pria, dia tidak mungkin bisa memilih semua keperluan wanita dengan kualitas sebagus ini, sedangkan satu-satunya wanita yang memiliki kemampuan untuk memiliki semua perhiasan luar biasa mahal ini hanya Baginda Ratu. Saat menyimpulkan hal itu, Tifa memiliki keinginan untuk berlutut seketika. Jika semua benda ini di kirim oleh Baginda Ratu, maka itu artinya Ruby telah mendapat restu darinya. Bahkan jika Ruby tidak bisa menjadi Ratu karena kecacatannya, sebagai orang yang di akui Baginda Ratu secara pribadi tentu tidak akan memiliki status rendah. Jika Tifa bisa menebaknya, maka Willow tentu bisa menebaknya juga. Tapi Tifa tidak lagi peduli dengan tanggapan rekannya itu, saat ini dia telah membuat keputusan di dalam hatinya. Layani Ruby sebaik mungkin. "Nona, apa kau akan menggunakan pakaian coklat itu untuk menjamu tamu?" Tifa mengarahkan telunjuknya ke arah gaun coklat di atas tempat tidur Ruby. "Ya, ada masalah?" Sebagai tabib pribadi Azure, dia tentu harus mendampingi Azure menjamu tamu, apalagi Azure telah mengumumkan bahwa kondisinya tidak begitu baik agar bisa membatasi kunjungan. Jadi, Ruby harus mendampingi Azure. "Nona, maafkan aku, tapi kau akan mendampingi Yang Mulia menjamu tamu, pakaian yang kau pakai juga melambangkan kejayaan Yang Mulia." Tifa menggigit bibir. "Jika kau memakai pakaian yang lebih inferior dari orang-orang di sekitar pangeran yang lainnya, orang-orang bisa mengolok Yang Mulia Putra Mahkota." Tifa menghabiskan semua keberaniannya untuk mengatakan kebenaran itu. Karena dia telah memutuskan untuk malayani Ruby dengan benar, maka dia akan memastikan Ruby tidak menjadi bahan olokan orang lain karena pakaiannya. Ruby mengerutkan kening. "Benarkah?" "Ya, nona. Setiap tahun saat Pangeran Rian datang untuk menghadiri ulang tahun Yang Mulia, mereka akan datang dengan rombongan yang sangat mencolok. Gadis-gadis cantik, gaun Indah dan perhiasan mahal." Ruby beredecih dan duduk bersedekap di atas ranjang. "Lalu kau pilihlah pakaian yang cocok aku gunakan, aku memberimu kesempatan pertama dan terakhir." Nada Ruby berubah dingin. "Jika kau mengacaukan kesempatan ini, jangan berpikir aku akan melepaskanmu begitu saja." Alih-alih takut, Tifa justru tersenyum dengan sangat cerah. "Baik! Serahkan semuanya kepadaku!" sahutnya keras. Ketika dia akhirnya menoleh ke arah Willow, rekannya itu juga sedang menatap ke arahnya dengan wajah aneh. Tifa hanya tersenyum tipis lalu berbisik. "Berapa lama kita menjadi seorang pelayan? Kau seharusnya tahu bahwa sudah saatnya untuk memilih keputusan yang benar. Aku memutuskan pilihanku, bagaimana denganmu?" Willow membuka mulut namun menutupnya kembali, tidak tau harus menjawab apa. "Willow, jangan salah pilih." Setelah melemparkan bom lain kepada Willow yang masih ragu, Tifa kemudian mulai melayani Ruby sepenuh hati. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD