Bisakah Kau Menurut Saja

1402 Words
Di dalam penjara yang gelap, delapan pria duduk bersila di setiap sudut sel dengan mata tertutup. Berbeda dengan kondisi tahanan lain yang berantakan dan lelah, delapan pria itu masih terlihat segar meski telah terkurung di dalam penjara selama berhari-hari. Setelah masuk ke dalam penjara, Max dan tujuh penjaga gelap lainnya tentu tidak bisa melanjutkan latihan bela diri mereka lagi. Namun bukan berarti mereka akan menyerah. Karena di dalam penjara mereka tidak memiliki ruang yang cukup besar untuk sekedar melatih skill bela diri, mereka akhirnya hanya berkonsentrasi untuk melatih pengendalian energi spiritual mereka. Setiap hari, mereka akan duduk memejamkan mata dan hanya bergerak jika sudah saatnya untuk mendapatkan makanan. Saat itulah Skye pertama kali menyadari sesuatu yang luar biasa terjadi pada tubuhnya. Di dalam penjara, mereka hanya mendapatkan makanan sekali sehari dengan porsi sepertiga dari makanan yang biasanya mereka makan ketika masih bebas. Dengan jumlah makanan seperti itu, wajar jika semua tahanan di dalam penjara tidak memiliki banyak energi. Namun Skye menemukan bahwa tubuh mereka bisa tetap segar sepanjang hari setelah selesai berlatih mengendalikan energi spiritual. Jadi setelah dia mengangkat topik itu dan berdiskusi dengan yang lain, mereka semua menyimpulkan bahwa energi spiritual membuat daya tahan tubuh mereka semakin kuat. Awalnya, ketika pertama kali masuk ke dalam penjara, Bert telah mempersiapkan nasib mereka ke arah yang terburuk, siapa yang menyangka selama berhari-hari mereka hanya di penjara, bahkan tidak ada siksaan sama sekali. Tap... Tap... Berth adalah yang pertama kali membuka mata begitu mendengar langkah kaki itu, biasanya tidak ada orang yang datang untuk menjenguk, jadi Berth berpikir bahwa makanan hari ini datang jauh lebih cepat dari biasanya. Tapi siapa yang menyangka, beberapa saat kemudian, sosok wanita bergaun merah muncul di ujung koridor. Hanya melihat penutup mata dan rambut pirang keemasannya, Bert tahu siapa yang datang. "Nona Ruby!" Jude yang juga telah menyadari kedatangan Ruby berlari cepat ke depan jeruji, menatap Ruby dengan mata emerald cerahnya. Ruby tersenyum lembut, menggunakan satu tangannya yang bebas untuk menepuk pelan kepala remaja yang setengah kepala lebih pendek darinya itu. "Maaf membuatmu menunggu lama." Jude ingin menggeleng dengan cepat, namun mengngat bahwa tangan Ruby masih bertengger di puncak kepalanya, Jude hanya bisa menggunakan kata-kata untuk membalas. "Nona Ruby tidak pernah terlambat." Ruby tertawa pelan dan semakin mengacak rambut lembut di tangannya. "Nona, mengapa kau disini? Bagaimana jika Yang Mulia tahu?" Skye mendekat dan menatap Ruby dengan mata yang cemas. Ruby menoleh. "Memangnya kenapa jika Yang Mulia tahu?" "Nona, meski kami di dalam penjara, pendengaran kami masih cukup tajam untuk mendengar beberapa kabar dari luar." Fern meremas jeruji di hadapan dengan erat. "Kami mendengar bahwa hubunganmu dengan... Dengan Yang Mulia memburuk." "Dengar dari mana?" Ruby mengangkat alis. "Semua orang di kastil membicarakannya." Rio membenarkan letak kacamatanya. "Bahkan sipir penjara juga tahu." Hawk berdehem pelan dan menatap Ruby dengan ragu-ragu. "Apakah Yang Mulia marah dengan apa yang kami lakukan dan menyalahkanmu juga." Sebenarnya wajar saja mereka berpikir seperti itu, bagaimana pun yang membentuk tim mereka adalah Ruby, jika tiba-tiba tim itu membuat masalah, maka Ruby sebagai orang yang bertanggung jawab untuk melatih mereka pasti tidak akan lolos dari tanggung jawab. "Nona, kami akan menjelaskan semuanya kepada Yang Mulia, jadi tolong beri kami kesempatan, kami akan berusaha keras untuk menahan diri lain kali." Max menunduk. Sejujurnya, di bandingkan mendapat hukuman mati, Max dan yang lain lebih banyak mencemaskan jika Ruby marah dan membuang mereka. Bagi mereka, eksistensi Ruby bukan hanya sekedar mentor, tapi juga seorang penyelamat. Di hukum mati hanya membuat mereka berpikir bahwa hukuman itu adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri, tapi jika Ruby kecewa dan memutuskan meninggalkan mereka, maka hal itu akan membuat mereka menyesal seumur hidup. Ruby diam dan mendengarkan semua omong kosong mereka sebelum kemudian menghela napas. "Jangan percaya kata-kata penggosip itu." ujarnya lalu mengeluarkan kunci dari sakunya. "Hubunganku dengan Yang Mulia baik-baik saja, jika tidak, bagaimana bisa dia membiarkanku secara pribadi membebaskan kalian. Dengan bunyi klik kecil, gembok sel di hadapan kedelapan penjaga itu terbuka. Ruby mendorong pintu untuk mereka. "Sekarang berhenti membahas hal tidak penting itu dan berkonsentrasi untuk berlatih." "Nona... "Dua hari lagi adalah ulang tahun Yang Mulia, aku ingin kalian membuat kemajuan di dalam dua hari ini, kemudian menjalankan tugas kalian sebagai penjaga gelap dengan baik." Mendengar semua kata-kata Ruby, beban berat yang selama beberapa hari mereka pikirkan akhirnya terangkat. Di bebaskan tanpa adanya hukuman lain sudah merupakan kemurahan hati Yang Mulia yang tidak mudah di dapatkan oleh pelaku keributan di lingkungan kastil. Jadi, rumor yang beredar sudah pasti tidak benar, Yang Mulia masih sangat menghargai Nona Ruby dan memberinya perlakuan istimewa tanpa batas. Setelah kembali dari penjara, Ruby mengembalikan kunci sel kepada sipir penjara dan berjalan menuju kamar Azure. Tapi Ruby justur bertemu Azure di depan pintu kamarnya, sedang berdiri diam di sana sendirian. "Yang Mulia... Oh, Azure." Ruby langsung mengubah panggilannya begitu Azure menyipitkan mata padanya. "Kenapa kau di sini? Bagaimana dengan penjaga." Azure mengendikkan bahu. "Sayap kanan adalah bagian kastil yang di penuhi dengan formasi sihir, aku tidak perlu penjaga untuk mengikutiku sepanjang hari." "Bagaimana kau tahu?" Ruby bertanya. Kemarin adalah hari terakhir dia membuat formasi di sekitar dinding kastil, sedangkan hari ini Ruby berkonsentrasi menggambar formasi di beberapa sudut sayap kanan kastil. Tapi Ruby melakukannya diam-diam ketika semua orang masih terlelap di malam hari. "Menebak." Azure menjawab enteng, dia kemudian menatap koridor kosong di belakang Ruby dengan bingung. "Kau belum membebaskan mereka?" "Sudah." Ruby mengerti bahwa 'mereka' yang Azur maksud adalah delapan penjaga gelapnya. "Lalu di mana mereka?" Ruby tersenyum tipis."Berlatih." "Mereka baru saja di bebaskan dari tahanan, bukannya kembali untuk berisitirahat, tapi justru langsung berlatih?" Ruby mengangguk. "Mereka mengatakan bahwa tidak berlatih selama berhari-hari membuat energi di dalam tubuh mereka seolah menumpuk, jadi mereka keluar untuk berlatih dulu lalu kembali beristirahat nanti." "Ah, begitu." Azure mengangguk mengerti. "Lalu kau ikut denganku." Dia mengulurkan tangan untuk menarik pergelangan tangan Ruby, namun Ruby dengan cepat menghindarinya. "Kemana?" Azure menatap wajah tanpa emosi Ruby lalu kembali ke pergelangan tangan gadis itu yang tidak berhasil dia tangkap. "Treasure room," jawabnya kesal. Lalu kembali mengejar tangan Ruby untuk di genggam. Tapi Ruby masih menghindar, jadi selama beberapa detik, pria yang gigih dan gadis yang menolak menyerah, menukar beberapa skill bela diri hingga Ruby terjepit di antara dinding dan Azure yang berhasil menangkap tangannya. "Jangan membuat masalah. Aku tidak punya tenaga untuk bermain-main." Nafas Azure berderu dengan keras. Hanya beberapa gerakan dan dia muali merasa sangat lelah. Karena kondisi ini juga lah Ruby menyerah dengan cepat, jika dia ingin, Azure tidak akan bisa menangkap lengannya dengan mudah. "Lalu jangan bermain-main." Ruby mendorong pundak Azure untuk bebas dari posisi terhimpit itu, namun Azure sama sekali tidak ingin bergerak dan Ruby takut mendorong Azure terlalu keras. "Azure, bukankah kita sudah sepakat untuk bertingkah layaknya status kita masing-masing?" "Benar." Azure membenarkan dengan senyum tipis. "Tapi sekarang tidak ada orang di sini, jadi tidak perlu berpura-pura." Ruby mengerutkan kening. "Berpura-pura? Azure... Hmphh... Azure memblok kata-kata Ruby dengan jari telunjuknya. "Bisakah kau menurut saja, aku merasa sangat lelah," ujarnya dengan nada lemah sambil memijat pelipisnya. Wajah tidak nyaman Ruby berubah menjadi cemas. "Karena itulah aku katakan jangan bermain-main!" Ruby menangkap pergelangan tangan Azure untuk memeriksa nadi pria itu dan menemukan bahwa nadi Azure memang berdetak sedikit pelan. "Sekarang pergi istirahat!" Azure menangkap pergelangan tangan Ruby yang mendorongnya. "Tidak, kita harus ke Treasure Room dulu." "Untuk apa? Lihatlah kondisi tubuhmu, kau perlu istirahat." Ruby menolak, namun tidak berani menahan langkahnya ketika Azure menariknya untuk jalan. "Hari ini prajurit yang ayah kirim dari batalion jendral Qhali datang, mereka membawa banyak hal dan beberapa di kirimkan untukmu." "Untukku?" Ruby berjalan di sisi Azure agar pria itu tidak perlu membuang-buang tenaga menariknya. Setelah mendapatkan anggukan, Ruby kembali berusaha menghentikan langkah Azure dengan menghalangi jalan pria itu. "Belum terlambat untuk memeriksanya besok, hari kau istirahat saja." Azure tersenyum tipis dan menangkap kedua bahu Ruby, membalik tubuh gadis itu dan mendorongnya seperti troli. "Tidak, aku mau memeriksanya hari ini," ujar Azure di telinga Ruby. Pada akhirnya Ruby hanya bisa pasrah dan menurut keinginan Azure tanpa tahu bahwa pria yang mengaku lemas kini tersenyum semakin cerah di belakangnya, namun begitu Ruby berbalik, Azure akan kembali memasang wajah lelah. Meski Ruby masih mengenakan penutup matanya Azure tidak pernah memperlakukan Ruby seperti gadis yang tidak bisa melihat. Dan Yang Mulia Putra Mahkota yang terkenal lembut juga baik hati mulai belajar untuk menggunakan kondisi tubuhnya demi mendapatkan perhatian tabibnya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD