Suku Bergigi Runcing Bagian 1

1199 Words
Sebelum matahari tenggelam, Ruby dan juga Azure kembali ke tempat di mana mereka sebelumnya meninggalkan Demien dan Boo. Karena Ruby telah memutuskan untuk kembali ke kerajaan bersama Azure, suasana hati pria itu menjadi sangat baik hingga bibirnya tidak berhenti menyunggingkan senyum tipis di sepanjang perjalanan. "Aku selalu penasaran dengan pisau-pisau kecilmu, apakah kau menggerakkannya dengan sihir?" Berbeda ketika mereka datang, kali ini mereka berjalan berdampingan layaknya teman lama. "Namanya Hunter." Ruby membelai delapan pisau kecil yang melingkari pinggangnya "Dan ini Runa." Ruby mengangkat pedang panjang yang di pegangnya. "Kau bahkan memberi mereka nama?" Azure menatap Hunter dan Runa penasaran. "Tentu saja, karena mereka sudah seperti bagian dari diriku." Ruby tersenyum dan melambaikan tangannya, delapan pisau kecil bernama Hunter itu segera terbang keluar, membentuk lingkaran dan berputar-putar di sekitar mereka. "Aku menempa mereka dengan darah dan juga dagingku sehingga meski mereka tidak memiliki jiwa, ketika bertarung, mereka memiliki naluri yang sama denganku." Ruby mengembalikan hunter ke pinggangnya dan membelai Runa "Sayang sekali, penempaan Runa tidak berhasil.  Aku hanya bisa memanggilnya dari jauh tapi tidak bisa membuatnya bertarung sendirian. "Senjata yang sangat hebat, dengan begitu kau tidak perlu khawatir kehilangan senjata." "Aku memang menciptakan mereka dengan kekhawatiran seperti itu." Begitu mereka tiba di tempat mereka sebelumnya, Boo dan Demien masih di tmpat sebelumnya terlihat menyedihkan dengan wajah lesu mereka. "Yang Mulia!" Begitu melihat Azure muncul, Demien langsung berteriak kegirangan. Boo yang masih belum bisa bergerak masih berbaring namun dengan mata terbuka Sedangkan Demien duduk waspada menghadapi ribuan ular di sekeliling mereka. "Yang Mulia, hati-hati, beberapa dari ular ini sangat beracun." Demien berseru dan mencari celah untuk menghampiri Azure sedangkan Boo menggerak-gerakkan kelopak matanya dengan sangat menyedihkan. Begitu Azure datang, secara mengejutkan kewaspadaan ular-ular sebelumnya berkurang dan perlahan menyembunyikan tubuh mereka di semak belukar maupun pepohonan. "Yang Mulia, kau baik-baik saja?" Akhirnya Demien bisa menghampiri Azure dengan mudah dan memeriksa kondisi pangerannya dari atas ke bawah untuk memastikan tidak ada sedikit pun goresan di tubuhnya. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir." Azure menepuk pundak sahabat sekaligus ajudannya itu untuk menenangkannya. "Lalu bagaimana dengan penyih... " Demien belum menyelesaikan perkataan dan pandangannya menangkap sosok Ruby tidak jauh di belakang Azure, dengan kemarahan yang tak di sembunyikan di matanya, dia menghunus pedangnya dan berniat maju menyerang meski tahu dia bukanlah tandingan wanita itu. "Dia seorang teman sekarang, jangan selalu saja menghunuskan pedang padanya." Azure maju dan menahan Demien dengan ujung sarung pedangnya. Demien memandang heran dan memiliki keinginan untuk mengorek telinga agar dia bisa memperjelas apa yang Putra mahkotanya katakan " Teman? tapi Yang Mulia, dia meracuni Boo hingga lumpuh dan bahkan tidak bisa bicara seperti mayat hidup." Boo merengek di belakang, membuka mulutnya namun tidak ada satu kata pun yang keluar. "Lihatlah, dia bahkan belum makan apa pun sejak kemarin." Lagi-lagi Boo memberikan persetujuan untuk perkataan Demien dengan mata yang berkaca-kaca sedangkan perutnya berbunyi dengan keras. Azure menghela nafas keras dan menoleh untuk menatap ular piton besar yang melilit di sebuah ranting pohon besar, menjulur-julurkan lidahnya yang kecil sedangkan matanya tidak pernah meninggalkan posisi Boo. "Itu adalah hasil kesalahannya sendiri, membunuh binatang tak bersalah seenaknya." Ruby berkata sembari berjalan melintasi bahu Azure juga tatapan waspada Demien dan menghampiri Boo yang masih berbaring kaku. Ruby tidak bisa menahan senyum tipisnya saat merasakan aura ketakutan yang terpancar dari tubuh Boo. "Lain kali, jika seekor binatang tidak menyerangmu, sebaiknya jangan langsung membunuh mereka begitu saja, di hutan belantara ini banyak hal yang tidak kau tahu." Gadis itu memberi nasehat ekstra dan mengeluarkan jarum dari kantong kecil yang terikat di pinggangnya, lalu dengan pelan menancapkannya satu persatu di tubuh Boo, mulai dari tengkuk, pergelangan tangan ,dan pergelangan kaki. Begitu mendapatkan kekuatannya kembali, Boo bangun dengan cepat dan menjauh dari Ruby dan menyembunyikan tubuhnya di belakang Demien. "Apa kau bahkan bisa dikatakan seorang pendekar dengan bersembunyi seperti ini?" Demien mencubit telinga Boo namun tidak berhasil menyeret remaja itu keluar dari balik punggungnya. "Dia mengerikan." Boo berbisik dan bergidik ngeri, dia sungguh trauma berhadapan dengan gadis yang di katakan sebagai penyihir itu. Ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang wanita memiliki kekuatan bertarung yang kuat. Di barak, ada beberapa prajurit wanita, namun tidak satu pun yang memiliki kekuatan bertarung seperti Ruby. "Kau ini seorang pangeran, mengapa begitu berani hanya membawa dua orang pengawal lemah seperti merek ... Ahh maaf, aku lupa. Tidak boleh mengatakan seorang pria lemah." Ruby menggigit bibirnya, namun dia tidak terlihat merasa bersalah. Demien hampir menyemburkan darah dari mulutnya karena kesal dengan harga diri yang terluka. Apa katanya? lemah? Dia dan Boo? Hey mereka berdua adalah salah satu pengawal terbaik yang ada di kerajaan. Azure tertawa pelan dan memutuskan tidak membahas tentang kemampuan pengawalnya lebih agar tidak menggores harga diri mereka lebih dalam. "Misiku di hutan ini adalah misi rahasia. Kami tidak perlu bertarung, hanya mencari informasi, sedangkan pengawalku yang lain sedang menunggu aba-aba untuk menyusul." "Apa kau datang untuk mencari tahu tentang kematian yang terjadi di hutan ini?" Azure mengangguk, meski dia tahu Ruby tidak bisa melihatnya, dia juga tahu meski Ruby menutup matanya, gadis itu bisa mengetahui semua gerakan seseorang hanya dengan mendengar gerakan paling kecil. "Jadi awalnya kalian datang ke hutan ini untuk menyelidikiku." Ruby bergerak ke sebuah akar pohon dan duduk di sana, sedang seekor ular derik perlahan bergerak mendekat dan naik ke atas pangkuannya. "Para penduduk desa berpikir bahwa kaulah yang membunuh orang-orang yang mati di hutan ini." Azure mencari tempat duduk lain di sekitar Ruby. "Aku tahu." Demien dan Boo ikut mendekat dan duduk di hadapan Ruby dan Azure "Kau pernah ke desa?" Demien mengerutkan kening. "Tidak, hanya saja. Kalian bukan orang pertama yang datang mencariku karena masalah ini." Ruby membelai ular di pangkuannya "Tapi mereka semua pada akhirnya menjadi korban selanjutnya. hanya kalianlah yang berhasil hidup lebih dari tiga hari di hutan ini." "Siapa yang membunuh mereka?" "Kau membunuh mereka semua?" Azure dan Demien mengajukan dua pertanyaan yang berbeda. Hingga Ruby tertawa pelan mendengarnya. "Apakah menurutmu, aku yang membunuh semua orang yang mati di hutan ini?" Dia menoleh pada pengawal berpakaian hitam itu. "Aku tidak tau tapi, aku tau kau punya kemampuan untuk melakukannya." Demien menjawab. "Kau benar, tapi aku terlalu malas untuk melakukannya. Jika saja, anak bodoh yang menyebar berita tentangku itu mati sebelum keluar dari hutan. keberadaanku pasti tidak akan pernah di sadari oleh penduduk desa." Ruby menopang dagu "Tapi aku harus mengakui bahwa kalian cukup beruntung bisa hidup lebih lama di hutan ini." "Beruntung? Bukannya karena kami kuat?" Boo mengangkat tangan untuk menyela. "Apa kalian pikir dengan kekuatan kalian bertiga, jika bertemu rombongan suku bergigi runcing itu, kalian bisa bertahan?" "Suku berigi runcing? Pria yang menyerang kita pagi ini?" Azure bertanya, "Yah." Ruby mengangguk dan menarik sebuah ranting kering lalu mulai menggambar manusia bergigi runcing di tanah. "Mereka juga adalah suku kanibal yang mendiami pedalaman Dark Forest. Berpenduduk sekitar 200 kepala keluarga dengan masing-masing kemampuan bertarung yang tangguh." Dia menoleh pada azure "Yang kita hadapi hari ini hanyalah Warrior tingkat rendah, Warrior tingkat tinggi mereka bisa merobek tubuh manusia dengan tangan kosong." Demien dan Boo saling memandang takjub sedangkan Azure menatap Ruby dengan senyuman tipis. "Kau pernah bertarung dengan mereka." ini bukan pertanyaan, karena Azure yakin bahwa wanita itu memang sudah bertarung dengan mereka. "Beberapa dan kini mereka menjadi teman bertarungku." Ruby mengeluarkan Hunter dan Runa. "Tulang mereka sangat kuat." Azure tersenyum lebar, dalam hati. Lagi-lagi memuji bagaimana kemampuan Ruby tidak berhenti membuatnya kagum.    Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD