Hari Jade sangat jarang dimulai dengan seramai ini sebelumnya. Biasanya, ia akan bangun pagi dalam suasana yang tenang, kemudian akan menyantap kopi paginya dengan damai. Namun, hari ini kedamaian itu menguap. Hilang dan pergi entah ke mana, dan Jade tahu jika ini akan berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Bahkan mungkin seumur hidupnya.
Ketika memutuskan untuk pindah bersama neneknya, Jade tahu jika hari damainya memang tidak akan datang lagi. Akan tetapi, Jade tidak keberatan dengan keributan itu. Ia memang butuh berada di tengah suasana ramai dan ribut untuk melupakan semua kekacauan yang terjadi dalam hidupnya sebelum ini.
Selama ini, Jade tidak pernah tinggal di Paris bersama Sofia. Ia menjalani hidup dan kariernya sendiri di London sejak orangtuanya meninggal beberapa tahun lalu. Sofia tidak pernah menyukai pekerjaan yang ia pilih, dan karena itu, Jade memilih untuk pergi jauh dari Paris. Sama seperti yang dulu orangtuanya lakukan. Pergi meninggalkan wanita tua itu sendirian yang mana membuat ibu Jade merasa begitu menyesal di akhir hidupnya.
Apa kalian bertanya kenapa Sofia tidak menyukai pekerjaannya? Memangnya jenis pekerjaan apa yang bisa membuat seorang wanita tua seperti neneknya itu uring-uringan setiap kali Jade menelepon?
Bertahun-tahun ini, Jade menjalani kehidupannya sebagai seorang pemeran pengganti. Yeah, bayang-bayang sang aktor utama untuk melakukan adegan berbahaya maupun berisiko. Bergelantungan dengan tali di atas gedung, berkelahi, meluncur dari ketinggian, bahkan mengendarai mobil tanpa sabuk pengaman dengan kecepatan ekstra. Ia pernah melakukan semua itu. Dan tetap hidup.
Jangan tanyakan kenapa Jade memilih pekerjaan berbahaya tersebut karena ia sendiri tidak bisa menjelaskan alasannya. Mungkin itu semua karena ayahnya.
Sejak kecil, Jade tidak asing dengan dunia hiburan karena ayahnya adalah seorang stuntman. Kadang, Jade akan ikut ayahnya pergi ke lokasi syuting dan melihat bagaimana ayahnya melakukan berbagai adegan berbahaya itu. Ia jatuh cinta dengan dunia akting, tetapi Jade tidak ingin dikenal oleh banyak orang. Dulu, ia benar-benar seorang gadis pemalu.
Meski begitu, diam-diam Jade selalu mengamati bagaimana ayahnya melakukan pekerjaan itu. Ia pernah menjadi saksi ketika ayahnya jatuh dari atas gedung dan menderita patah tulang. Atau ketika ayahnya melakukan adegan perkelahian dan kepalanya terantuk batu hingga bocor.
Bukan berarti ia takut. Jade malah merasa semakin tertarik. Namun, ketika Jade mengatakan keinginannya untuk menjadi seperti ayahnya, tidak ada satu pun yang mendukungnya. Bahkan Dad sendiri. Itu memang masuk akal karena dunia stuntman tidak seperti dunia artis terkenal yang penuh dengan hingar binger dan mungkin juga kepalsuan.
Mereka, para pemeran pengganti itu, melakukan semua aksi berbahaya tanpa ada jaminan asuransi, pada saat itu. Sekarang, Jade sudah lebih beruntung karena ia memiliki asuransi. Juga berbagai risiko yang harus dihadapi. Risiko yang bisa dibilang tidak kecil. Lecet, patah tulang, kecelakaan parah, bahkan kehilangan nyawa.
Dan itulah yang terjadi pada ayahnya.
Dad meninggal saat melakukan adegan mengendarai mobil balap yang menembus api. Entah bagaimana, ada kerusakan pada sistem bahan bakarnya sehingga saat mobil menyentuh api, mobil itu meledak dengan Dad yang masih berada di dalamnya.
Mom begitu terpukul dengan kejadian itu. Mereka pindah dari rumah mereka di London untuk kembali ke Paris bersama Sofia. Akan tetapi, bukannya takut, Jade justru semakin tertantang untuk menjalani profesi yang sama dengan Dad. Ia selalu melihat bagaimana video-video tentang pemeran pengganti berakting.
Hanya saja, saat itu usianya masih tiga belas tahun. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti apa yang Mom katakan padanya, termasuk ketika dirinya harus mengambil jurusan pastry saat kuliah.
Jade suka memasak seperti Mom dan Sofia, tetapi ia lebih mencintai dunia stuntman. Diam-diam, Jade kadang menerima panggilan akting sebagai pemeran pengganti saat ia seharusnya kuliah. Toh, wajahnya tidak pernah terekspos di kamera. Lalu, setelah Mom meninggal karena kanker yang tiba-tiba menyerang, Jade memutuskan untuk kembali ke London.
Ia bertengkar hebat dengan neneknya karena itu. Hubungan mereka sangat buruk selama beberapa tahun pertama Jade menjalani pilihan kariernya. Akan tetapi, lama kelamaan, kemarahan itu mereda. Hanya tinggal mereka berdua keluarga yang tersisa dan Jade tidak bisa menjauhkan diri terlalu lama dari neneknya. Ia menyayangi Sofia. Sangat.
Ketika Jade menghubungi Sofia beberapa minggu lalu dan berkata akan mundur dari pekerjaannya, wanita itu tentu saja sangat bahagia. Sofia menerimanya kembali ke Paris dengan tangan terbuka. Saat itu, Jade hanya perlu menjalani syuting terakhirnya sebelum ia akan pulang dan membantu Sofia di kafe.
Bukan tanpa alasan jika Jade memilih untuk mundur menjadi pemeran pengganti. Ada sesuatu terjadi. Hal yang buruk. Sangat buruk. Sesuatu yang tidak akan bisa ia lupakan jika dirinya tetap tinggal di London. Dan tentu, sesuatu itu berhubungan dengan seorang pria.
Sebelum ini, Jade memiliki seorang kekasih. Mereka hampir saja bertunangan jika peristiwa itu tidak terjadi. Alex adalah pria tampan dan juga memiliki pekerjaan mentereng sebagai seorang pengacara.
Jade sendiri juga sedikit takjub saat pria itu memilihnya menjadi kekasih. Namun, hampir satu tahun mereka berhubungan, Alex tampak sangat mencintainya. Atau itu yang Jade kira Alex rasakan padanya.
Ternyata pria itu tidak seperti yang Jade kira. Di belakangnya, Alexi sering meniduri wanita lain ketika pria itu berdalih ada rapat dengan klien atau makan malam bisnis. Jade memergoki Alex masuk ke kamar hotel di mana ia tengah melakukan syuting.
Sayangnya, pria itu tidak menyesali perbuatannya dan malah mengaku kepada Jade bahwa sudah banyak wanita yang ditidurinya semenjak menjalin hubungan dengan Jade.
Terlebih, pria itu berkata jika tidak pernah mencintai Jade sedikit pun. Alex hanya kasihan padanya dan memanfaatkan tubuh seksinya demi kepuasan. Jade murka. Ia menghajar Alex hingga wajah pria itu berlumuran darah dan hidung patah.
Jade tahu tubuhnya memang menggiurkan bagi para pria. Terlebih dengan rambut pirangnya, sebenarnya Jade hanya perlu menggoyangkan pinggul dan para pria akan sukarela tidur dengannya.
Namun ia tidak seperti itu. Jade merasa tidak nyaman dengan tubuhnya. Karena itulah ia sering berpakaian kebesaran, seringnya dengan celana robek-robek dan jaket kulit, juga membiarkan wajahnya polos tanpa riasan. Selama ini Alex tidak pernah protes dan berkata jika itu bukan masalah. Ternyata…hhh..Jade menyesal sudah jatuh cinta setengah mati kepada si b******k itu.
Alex tidak bisa menuntutnya karena itu berarti membuka aibnya sendiri sebagai seorang pria b******k yang tidak setia. Itu akan buruk bagi citranya sebagai pengacara ternama di London. Jadi Jade memilih pergi untuk melupakan semuanya dan pulang ke Paris. Tidak ada lagi yang bisa diharapkannya di London.
Mulai saat ini, ia akan menjalani hidup seperti yang Sofia inginkan untuknya. Menjadi chef pastry di kafe kecil milik neneknya itu. Dan juga, ia tidak akan menjalin hubungan lagi. Terutama dengan seorang pria yang tampan, keren, dan terlihat baik hati. Nyatanya itu hanya di permukaan saja. Di dalamnya, pria-pria seperti itu tidak lebih dari seorang penjahat. Penjahat wanita.
Mereka menjerat para wanita malang dengan senyum maut yang dimiliki kemudian meninggalkannya dengan patah hati akut setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Entah itu tubuh, hati, atau bahkan uang si wanita. Para pria itu tidak lebih dari setan berwujud sempurna dalam balutan Armani. Cium dia, rayu dia, tiduri dia, dan tinggalkan. Itu adalah motto mereka. Jade tahu itu sekarang dengan sangat baik.
“Anne Blanchet! Cepat pakai apron-mu! Kita harus mulai membuat muffin! Jam sarapan akan segera dimulai!”
Jade mengerang mendengar teriakan neneknya itu sambil mencoba untuk membenamkan wajah di balik bantal agar Sofia pergi. Namun Sofia tidak pergi. Wanita tua bertubuh gemuk dan memiliki kekuatan super itu malah mendatangi tempat tidurnya, memukul pantatnya dengan keras, dan menyambar bantal dari kepala Jade.
“Bangun sekarang atau aku akan menyeretmu ke dapur!” ancam Sofia lagi dengan suara melengking.
Oke, jade tahu itu bukan sekedar gertakan. Jika neneknya bilang akan menyeret, itu berarti benar-benar menyeretnya.
Jade membuka mata dan cemberut menatap neneknya. “Aku tidak ingin mulai bekerja sekarang! Apa Granny tahu jika London dan Paris itu tidak dekat? Aku baru sampai kemarin.”
“Aku juga tidak menyuruhmu pulang kemari! Kembali saja ke London jika kau ingin bermalas-malasan!”
Jade semakin cemberut menatap punggung neneknya yang keluar dari kamar. Sofia tidak tahu tentang Alex. Tidak ada satu orang pun di sini yang tahu. Jadi bukan salah Sofia jika menyebut-nyebut soal London. Jade bersumpah ia tidak akan menginjakkan kakinya kembali di kota itu.
Lima menit kemudian, Jade sudah berada di dapur yang ramai dan ribut itu. Meskipun kecil, Sofia memiliki banyak pegawai. Setidaknya ada empat belas orang, kalau tidak salah. Dua orang membantu Sofia di dapur sementara yang lain melayani para pembeli.
Kafe ini terkenal karena muffinnya yang lezat. Jadi, setiap jam sarapan maupun sore hari waktu minum teh, tempat ini selalu ramai. Makan siang pun kadang hampir tidak ada meja yang tersisa. Beberapa orang yang memiliki waktu istirahat terbatas, lebih memilih meminum kopi dan menyantap satu cup muffin.
Muffin adalah favorit Jade. Di London, ia sering membuatnya dan membawa ke lokasi syuting untuk di makan bersama dengan teman-temannya. Alex juga selalu menyukai muffinnya. Pagi Alex selalu dimulai dengan kopi dan muffin buatannya. Bukankah itu terlihat sempurna untuk pasangan yang saling mencintai?
Meskipun pertama kali ditemukan di Wales, kata ‘muffin’ sebetulnya berasal dari Bahasa Perancis “Moufflet” yang sering digunakan untuk mendefinisikan roti yang lembut dan halus. Dan kini, hampir setiap negara memiliki muffin khas-nya masing-masing. Pemerintah Amerika bahkan mempunyai tanggal khusus untuk merayakan hari Muffin.
Dulu, Mom juga selalu membuatnya saat sarapan. Apapun jenisnya, Jade selalu suka. Blueberry, cokelat, kacang, apa saja. Namun, ada satu jenis yang sekarang sangat digemarinya. Muffin lemon seperti yang Sofia buat kemarin saat ia sampai di sini.
Itu adalah yang terenak yang pernah Jade makan. Rasa manisnya berpadu sempurna dengan asam dan segarnya lemon. Ia jarang bereksperimen karena takut akan gagal, karena itulah Jade memilih Sofia yang membuatnya. Jade tahu jika neneknya tidak akan pernah gagal.
Jade baru saja mengayak tepung saat ia mendengar suara sapaan itu dan semua wanita yang ada di dapur menjerit riang membalas sapaannya. Tanpa menoleh pun, Jade tahu siapa orang itu. Si pencuri muffin lemonnya.
Untuk apa dia berada di sini pagi-pagi? Kafe ini bahkan belum buka. Apa Sofia benar-benar memiliki hubungan yang dekat dengan pria itu?
Jade mendengar Sofia tertawa oleh apa yang dikatakan pria itu. Begitu juga para wanita lainnya. Jade mencibir. Itu adalah apa yang selalu dilakukan para penjahat. Memesona semua wanita yang ada di sekitarnya sehingga mereka tidak akan bisa menolaknya.
“Apa kau memiliki chef baru, Sofia?”
Oh, kenapa pula pria itu harus memerhatikannya? Jade sudah berdiri di sudut dapur di samping kulkas besar, mencoba untuk tidak terlihat siapapun. Kenapa pria itu bahkan bisa melihatnya? Apa karena tubuh Jade yang besar? Atau karena rambut pirang yang selalu gagal Jade sembunyikan?
“Tentu saja. Kau ingin berkenalan dengannya?” Jade mendengar neneknya menjawab.
Apa-apaan itu? Mereka sudah ‘berkenalan’ kemarin! Untuk apalagi Sofia mengenalkan mereka? Lagipula, pria itu adalah jenis yang tidak akan pernah Jade lirik. Begitu juga sebaliknya.
Meskipun Jade tahu jika tubuhnya bisa membuat pria itu b*******h, tetapi Jade tidak akan pernah melakukan itu. Saat ini, tidur dengan seorang pria menjadi daftar terakhir dalam hidupnya. Mungkin ia akan hidup selibat selamanya dan hanya berkencan dengan ‘pria’ berbaterai.
Tangan gemuk Sofia tiba-tiba saja sudah berada di dekatnya, dan meraih ayakan tepung dari tangan Jade. Jade menoleh pada neneknya itu.
“Aku sudah kenal dengannya,” kata Jade sambil mencoba merebut kembali panci ayakannya sebelum Sofia membuka mulut.
“Dengan cara yang benar. Kemarin kalian bertengkar.”
“Apa Granny tidak melihat jika aku sedang sibuk? Kau bilang jika jam sarapan akan segera dimulai.”
“Immanuel dan Rossi bisa mengatasinya.”
Kenapa neneknya semakin pemaksa sekarang? Apa karena wanita itu sudah bertambah tua? Menuruti neneknya, Jade berbalik dan seketika kehilangan napas saat menatap pria itu. Sial, apa pria itu benar-benar manusia??