Bab 9 : Permintaan Nafisah

526 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Aditya pulang bersama dengan Nafisah yang asyik mengunyah sedari tadi. wanita itu bahkan sesekali akan menyuapi suaminya dengan jajanan yang tadinya Aditya beli. Yah, ketika hendak pulang tadi, Aditya tiba-tiba menginginkan jajanan sekolahan yang berjejer rapi di depan gerbang tempat Nafisah mengajar. Aditya bahkan membeli telur gulung seharga seratus ribu, bayangkan berapa banyak telur gulung yang akan mereka habiskan. Belum lagi batagor, siomay, dimsum mini, kleper, cilok, dan masih banyak lagi jenis jajanan yang kini berada di pangkuan istrinya. "Aaa, Mas." Nafisah menyodorkan sesuap batagor yang berada di bungkusan mika, jajanan yang berlumurkan bumbu kacang itu sangat menggugah selera Aditya, ia membeli batagor empat bungkus sekaligus, dan ini sudah bungkus kedua yang ia makan dengan disuapi istrinya. "Sesuka itu mas sama batagor?" Aditya mengangguk. "Iya, ini pertama kalinya gue makan jajanan pinggir jalan gini, makanya begitu ngerasain batagor, enak banget," ujar Aditya membuat Nafisah melongo terkejut, seriously? Menyadari Nafisah yang kaget, Aditya meringis pelan sedikit malu. Umurnya sudah hampir kepala tiga dan jajanan begini saja ia tahu karena membaca tulisan di grobak mamang jualannya. "Serius, gue emang gak pernah jajan begini. Mentok tuh di salad buah, ngemil buah, yogurt, yah makanan yang gak buat gemuk." "Serius?" Aditya yabg tidaj tega hanya mengangguk. "Selagi masih bisa gue kabulin, bakal gue lakuin." Nafisah tersenyum lirih, senyuman yang menurut Aditya mengandung banyak hal. "Mas, maaf sudah jadi penghalang dalam hubungan mas dengan mba andini. Maaf juga sudah memaksakan takdir dengan menerima perjodohan yang bahkan mas sendiri menolaknya," ujar Nafisah dengan derai air mata. Aditya sendiri semakin tidaj mengerti tentang apa yang terjadi sebenarnya. Ia mencari jawaban dengan menatap mata Nafisah , namun di sana hanya ada keputusasaan yang membuat Aditya seolah tersadar, wanita di depannya tengah terluka hebat dan entah karena apa. "Nafisah mohon sama, Mas. Nikahin mba Andini. Masalah ayah dan mana, biar Nafisah yang menceritakan dan meminta ijinnya. Nafisah tidak mau membuat suami Nafisah dalam lingkupan dosa. Jadi harapan Nafisah, mas mau menuruti ini sekali saja." Tubuh Aditya menegang sempurna, apa dirinya tidak salah dengar? Nafisah meminta ia menikahi Andini. Seolah dirinya tidak akan terluka menyerahkan suaminya ke wanita lain. "Nafis, ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba meminta ini?" Nafisah tidak menjawab, namun gerakan tangannya yang mengusap area leher dan juga d**a aditya dengan pelan membuat wajah Aditya pias, mengapa ia begitu bodoh tadi? Membiarkan Nafisah melihat bukti percintaan panasnya dengan Andini di mobil. Ia meraih tangan Nafisah yang gemetar, lalu netra matanya menatap mata Nafisah dengan dalam, di sana ia melihat ada banyak luka dan kekecewaan yang penyebabnya adalah dirinya sendiri. Ia merengkuh tubuh rapuh itu, dan bisa mendengar suara isakan yang memilukan dan juga tubuh Nafisah gang gemetar tidak karuan. "Maaf, maaf Nafisah." Ujar nya menyesal, jika menyakiti Nafisah akan sesesak ini, maka Aditya akan berfikir berulang kali tadi, tapi nasi sudah menjadi bubur, bahkan istrinya melihat bukti percintaan itu dengan sendirinya. Hingga tak lama Aditya merasakan beban sangat berat, ia menggoyangkan tubuh Nafisah yang tiba-tiba sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya. Dengan panik ia mengangkat tubuh itu ke atas ranjang. Dan berusaha menyadarkan wanitanya dengan cepat. "Nafis, jangan buat gue pengen bunuh diri gue sendiri. Sadar please, jangan buat takut."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD