Bab 10 : Nikah siri

556 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Aditya menatap sendu istrinya. Wanita yang sudah seminggu ini hidup bersama dengan nya di satu atap. Dan selama seminggu ini pula ada banyak luka yang ia torehkan. Tangannya masih setia menggenggam tangan mungil Nafisah, kata dokter Nafisah terlalu stres dan banyak pikiran, sehingga mempengaruhi kondisi tubuhnya yang langsung drop dan berakhir tidak sadarkan diri. "Cepat bangun, biar bisa ngehukum gue." Lirih Aditya yang terus dihantui rasa bersalah. Beruntung adik iparnya sudah lebih dahulu pulang sebelum melihat kondisi kakaknya, jika Rio tahu, maka bukan hanya lebam di d**a yang ia dapatkan, melainkan sekujur tubuhnya bahkan sampai patah tulang dan koma di rumah sakit. Adnan mengangguk sembari berjalan menjauhi Nafisah yang menatapnya dengan bangga. Rasa sakit yang tadi ia rasakan sedikit berkurang menatap satu persatu muridnya sudah mulai memasuki lingkungan sekolah. Ia jadi teringat dengan Rio yang belum sempat ia kunjungi selama sepekan ini, mungkin sepulang sekolah nanti ia akan menuju kekediaman adiknya itu. Tanpa Nafisah sadari, sedari tadi Rio sudah berdiri di atas motornya di seberang jalan, menatap kakaknya yang sedang tersenyum lebar. Tadinya ia hendak menjemput sang kakak takut jika Aditya tidak bisa mengantar saudara satu-satunya itu. Tapi begitu sampai di sana, ia melihat mobil Aditya yang baru saja keluar dari komplek perumahan, awalnya ia tidak ada niat mengikuti, tapi begitu melihat mobil yang dikemudikan Aditya berbeda jalan dengan sekolah tempat Nafisah mengajar, Rio langsung mengikuti mobil itu. Dan alangkah terkejutnya ia melihat Aditya mengecup kening seorang wanita di depan kakaknya. Rasa emosi menguasai dirinya, namun teringat akan sosok arzan yang bisa keluar kapan sana, membuat Rio berusaha menahan amarah itu. "Sabar yah, Kak. Setelah Rio bisa mandiri nanti, Rio bakal bawa kakak menjauh dari b******n itu." *** Di lain tempat sedang terjadi perdebatan sengit antara Aditya dengan Andini. Aditya memaksa Andini agar menerima permintaan Nafisah, namun Andini ngotot menolak dengan alasan dirinya seorang wanita yang kejam kalau sampai menuruti permintaan konyol itu. "Kamu mikir gak? Permintaan Nafisah itu bukan karena dia ikhlas, tapi karena terpaksa sama keadaan kamu yang begini." Pekik Andini menatap tajam Aditya. Lelaki itu tampak frustasi. Ia sudah tidak bisa berfikir jernih sekarang. Yang ada di otaknya hanya bagaimana agar ia dan Andini bisa bersatu. "Yaudah, ayo nikah sirih tanpa diketahui oleh Nafisah. Agar dia gak sakit hati." Ajak Aditya yang membuat Andini menatapnya tidaj percaya, sebenarnya apa yang ada di kepala kekasihnya ini? Nikah sirih tanpa diketahui orang lain, dalam artian dirinya akan tersembunyi gitu? "Gila kamu yah." Lirih Andini. Aditya menggenggam tangan Andini dengan erat. "Andini, aku sudah ketergantungan sama kamu. Kamu itu segalanya buat aku, kamu sadar gak kenapa kalau kita ini udah seperti pasangan suami istri pada umumnya. Kita melakukan kegiatan ranjang di mana pun, bahkan pernah di basemant hotel, sebaiknya kita ikat hubungan kita, agar tidak semakin banyak dosa." Lidah Aditya sangat mudah sekali merayu, bahkan dalam sekejap Andini menjadi termenung membenarkan apa yang di sampaikan oleh Aditya. Mereka sudah terlalu jauh, bahkan Andini yakin pertemuan kali ini juga akan berakhir dengan kegiatan panas. Kalau tidak ada ikatan bagaimana jika dirinya hamil? Bukan sekali dua kali Aditya tidak menggunakan pengaman. "Baik, kalau itu mau kamu. Tapi aku minta kamu jangan jadikan aku selingan. Kalau bisa kamu tinggal di rumah aku aja." Dan entah kenapa sisi egois Andini lah yang mendominasi sekarang yang malah membuat Aditya tersenyum lebar. "Tentu, aku akan tinggal bareng kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD