* saja menelpon nafisah, dan sejak kapan foto kontak Nafisah bergambar Andini?
Ardi melotot kaget dan menatap Aditya dengan tajam. "Jangan bilang lu udah nikah sama andini."
Aditya juga tampak terkejut, begitu pula dengan rekan mereka yang lain yang menatap Aditya dengan penuh tanya.
"
"b*****t emang Lo! Gue bilang jangan ikut campur. Gak ada otak yah!" Ujar Aditya tajam. Namun Tiara sama sekali tidak takut, malah dengan santai ia berjalan mendekati tempat duduknya Aditya.
"Kenapa? Gak terima? Lu itu sampah yang sok jadi berlian tau gak? Lo liat aja apa yang bakal gue lakuin."
"Iya, mas pulang ke rumah kita. Yaudah mas tutup yah."
Aditya yang masih berada di jalan hanya bisa terduduk pasrah di boncengan ojek online. Ia menatap jalanan kota Medan yabg ternyata sangat macet hampir sama dengan kota Jakarta, walaupun hanya di beberapa titik saja sih.
Nafisah menghela nafas dan beristighfar berulang kali, ia menatap siswa nya yang menunduk merasa bersalah.
"Tian, apa selama ini kamu ibu biarkan, Nak? Apa ibu dan guru-guru lain tidak pernah menegur Tian?"
Tian menggeleng. "Enggak Bu, guru-guru sering negur Tian."
"Begini, Pak, Bu. Tentu bapak dan ibu sudah mendengar alasan Tian tadi, dan tanpa saja jelaskan pasti ibu dan bapak sudah tau alasan dia melakukan hal ini, yah saya harap bapak atau ibu bersedia meluangkan waktunya untuk Tian, bagaimana pun seorang anak tidak hanya membutuhkan materi, tapi juga kasih sayang yang berkecukupan."
"Iya, Bu. Sebenarnya saya juga merasa bersalah karena sering banget ninggalin Tian sendirian di rumah." Jawab ibu Tian dengan sendu. Sedangkan sang ayah hanya diam menatap ke sekeliling taman tanpa memperdulikan obrolan Nafisah tadi.
"Bapak sendiri bagaimana?" Tanya Nafisah dengan pelan.
"Yah bagaimana? Merawat anak itu emang tugasnya seorang istri, tugas suami itu cuma cari nafkah doang." Jawab ayah Tian dengan acuh. Nafisah jelas saja terkejut melihat respon dari ayah muridnya ini, hanya saja memilih bungkam menunggu pria paruh baya di depannya berbicara.
"Lagian Tian itu manja banget, masa udah Segede itu harus diperhatiin, contoh aja kakak-kakak nya gak ada yang merengek, bahkan prestasinya lebih banyak dibandingkan Tian."
"Cukup mas! Jangan kamu bandingkan anak aku dengan anak selingkuhan kamu itu." Teriak ibu Tian yang membuat suasana semakin memanas, Nafisah yang tidak mengetahui apa-apa hanya bisa terdiam.
"Jaga mulut kamu! Dia bukan selingkuhan, kamu lah yang sebenarnya orang ketiga di sini. Jauh sebelum kamu datang dengan anak haram itu! Aku udah sama dia! Ngerti!"
"Anak haram? Apa maksud kamu mas, anak itu ada di dalam pernikahan, malah yang pantas disebut anak haram itu anak kamu yang kamu bangga-banggakan."
.