"Inget, fokus. Kita bawa ratusan nyawa orang."
Aditya kembali mengangguk. Ia berusaha fokus dan semoga saja tidak menimbulkan masalah yang serius.
"Rumah gue di daerah Sibolga, dit. Ngapa? Mau ke sana? Sabilah, ajak bini lu sekalian bulan madu. Banyak pantai di sana."
Aditya menggeleng pelan, bulan madu? Buat apa?
"Coming soon, siapkan aja kado kalian yang paling mewah." Jawab Aditya membuat suasana kembali gaduh dengah sorak semangat.
.
"Gila lu, Dit. Selingkuh sampe indehoy sama Andini. Jahat banget! b*****t tau gak cewek sebaik Nafisah harus lu perlakuin kayak gini," sungut seorang wanita yang Aditya sangat kenal dekat dengannya. Dia adalah Tiara, sahabat dekat Andini yang membuat Aditya melihatnya heran, kenapa malah membela Nafisah yang hanya sekali bertemu dengan nya?
"Kalau gak tau apa-apa jangan banyak bacot!" Ujar Aditya sinis. Ia sangat tidak suka ada yang mengomentari hidupnya padahal orang itu sama sekali tidak mengetahui permasalahan apa yabg ia hadapi.
"Bener yang Tiara bilang,Dit. Kalau emang lu mau sama Andini, lepaskan aja Nafisah. Toh dia belum hamil kan? Jadi gak ad ayang nahan elu, orang tua lu juga gak bisa ngelarang kan, dari pada elu sakiti dia kek gini, dit. Kasian dia, udah gak ada tempat buat dia pulang," Ardi menatap Aditya dengan tenang, berbanding terbalik dengan tiara yang sudah sangat amat kesal dengan tingkah sahabatnya ini.
"Lagian biarin aja sih Nafisah cari laki-laki yang lebih baik dari pada elu, dit. Laki-laki yang tanggung jawab gak cuma tentang ekonominya, tapi tentang hati, jiwa dan raga dia. Gue yakin di luar sana banyak yang nunggu janda nya bini lu." Sahut Tiara yang seakan sengaja memancing emosi Aditya.
"Sekali lagi lu ngebacot, gak bakal peduli gue elu cewek apa cowok yah, Ra."
Tiara hanya mendengus kesal lalu menatap keluar jendela, sedangkan Aditya hanya bisa meredam emosi nya dengan pikiran yang semrawut, memikirkan jika Nafisah akan pergi bersama dengan laki-laki lain membuat ia merasa sangat panas sekali.
"Tapi yang diomingin Tiara bener, Dit. Kalau emang lu gak cinta sama Nafisah, bagus lepas aja. Gini deh, dalam rumah tangga itu gak harus melulu tentang uang doang, Dit. Dan tanggung jawab elu bukan masalah nafkah lahir doang, lu harus memastikan batin dia gak terluka, batin dia bahagia. Jangan lu mau enak nya doang."
Aditya tidak menyahuti sama sekali, ia melirik ke jalanan dengan sendu, bayang-bayangan jika suatu saat nanti Nafisah mengetahui tentang pernikahan nya dengan andini nanti, apa wanita itu akan meninggalkan dirinya? Meminta cerai? Atau bahkan membenci dirinya?
Semua pemikiran-pemikiran itu membuat Aditya tidak sadar jika mereka sudah sampai di lapangan merdeka dan memang benar jika di sekeliling lapangan banyak lapak-lapak kecil pedangan yang menyajikan berbagai macam jajanan yang menggiurkan mata.
"Adit sampe melongo gitu."
Rekan-rekan Aditya langsung terkekeh melihat respon pria itu yang terlihat takjub dengan bibir terbuka.
"Ada batagor gak sih?" Tanya Aditya tiba-tiba.
Ardi dan yang lainnya melihat Aditya seakan pria itu makhluk dari luar angkasa
"Emang lu tau gimana bentuk batagor?" Tanya Ardi heran. Aditya mengangguk pelan, ya tentu saja dirinya tahu, semua berkat Nafisah yang mengajarkan nya tentang jajanan pasar.
"Gue tau semua yang ada di sini." Ujar Aditya sombong. Mendengar itu, Ardi penasaran dan mengajak Aditya ke arah penjual siomay.
"Bu ijin yah, saya masih kurang yakin sahabat saya tahu in."