bc

Stellar | She's The Fifteenth

book_age16+
313
FOLLOW
1.4K
READ
body exchange
friends to lovers
comedy
sweet
mystery
campus
childhood crush
enimies to lovers
first love
secrets
like
intro-logo
Blurb

"Tapi, mencintaimu hampir seperti memikul seribu kilo beban di pundakku. Terkadang itu membuatku bahagia ... terkadang itu membuatku merasa sesak. Bagaimana mungkin mencintai seseorang dari dunia lain harus seberat dan sesedih ini?"

(Kutipan dialog Fori kepada Xynth, dua tokoh utama Stellar)

_____________________________

Dia putra mahkota langit yang super arogan dan pemarah dan memiliki status tertinggi di langit. Seribu tahun lamanya, ia disembunyikan di bumi dan hidup dengan terus berganti tubuh manusia. Lalu tiba-tiba, tubuh keempat belas miliknya mengalami kanker otak dan ia sekarat. Ia pun baru tahu bahwa tubuh kelima belas yang harus ia tempati selanjutnya ternyata milik seorang WANITA yang tidak istimewa. Untuk pertama kalinya, sang pangeran terpaksa harus mempelajari banyak hal seputar wanita yang selalu sial dan bertampang biasa-biasa saja itu, sebelum merebut tubuhnya.

Sayangnya....putra mahkota langit itu jatuh cinta pada pemilik tubuh kelima belasnya, dan salah satu dari mereka harus mati.

Bagaimana jika sebuah kisah fantasi dan komedi romantis dibalut konflik perebutan kekuasaan dan berbagai misteri gelap?

Silahkan simak kisah selengkapnya dan nikmati adegan seru di setiap bab yang disajikan pada novel ini.

---

IG: @rouzelsoeb

Ilustrator cover: Reshii

Copyright cover: Rouzel Soeb

---

WARNING: Menduplikasi atau meniru karya orisinil yang saya buat dengan susah payah ini berarti uji nyali bagi Anda. Saya tidak akan pernah berpikir dua kali untuk mengambil langkah hukum atas tindakan ilegal pencurian/peniruan hasil karya orang seperti itu. (Landasan Hukum: UU Hak Cipta & Pasal 380 KUHP)

chap-preview
Free preview
Bintang Jatuh
11 Tahun Lalu, Sentul, Bogor Twinkle, Twinkle, little star how I wonder what you are up above the world so high like a diamond in the sky Twinkle,Twinkle little star how I wonder what you are. Fori cilik memejamkan matanya usai mendengarkan lagu penghantar tidur yang dinyanyikan Suster Elsa. Ia dapat melihat anak lain juga berpura-pura sudah terlelap di tempat tidur masing-masing dan menenggelamkan kepala mereka di balik selimut. Ada enam anak dalam kamar yang sama dengan Fori dan hampir semuanya berusia sekitar delapan atau sembilan tahun. Masing-masing dari mereka tidur di ranjang besi kecil dengan kasur dan bantal yang tidak terlalu empuk, serta diberi selimut tipis seperti di rumah sakit. Panti Asuhan Immaculata adalah bangunan kuno besar, namun hanya memiliki sepuluh kamar dengan kapasitas per kamar berisi enam orang anak. Ada sekitar 58 anak di Panti Asuhan Immaculata, Fori adalah salah satunya dan saat itu ia masih berusia tujuh tahun. Fori memicingkan mata di balik selimutnya, mencoba mengintip Suster Elsa yang berjingkat keluar sambil mematikan lampu kamar dan kemudian menutup pintu kamar secara perlahan. Suasana hening menyeruak ketika Suster Elsa pergi, namun itu hanya bertahan sekitar satu menit. Setelahnya, beberapa anak akan kembali berbincang dan cekikikan dari tempat tidur masing-masing. Tidak demikian dengan Fori. Biasanya di Jumat malam ia akan berjingkat keluar dari jendela bersama temannya di kamar sebelah, Sega, untuk menuju ke wilayah padang ilalang tempat mereka akan melihat banyak kunang-kunang. Dan malam di hari Jumat itu, sebuah ketukan kecil terdengar di jendela yang berada tepat di samping tempat tidur Fori. Fori segera mengenakan sweater maroon-nya dan sendal tebal miliknya sebelum perlahan membuka pintu jendela dari dalam. Sega sudah berada di luar menunggunya dengan senyum lebar. Anak laki-laki berusia sembilan tahun itu sangat dekat dengan Fori. Ia adalah anak yang paling lama berada di panti asuhan mereka dan belum ada yang mengadopsinya. Sementara Fori baru setahun di sana setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Keduanya menjadi cepat akrab karena sama-sama menyukai kunang-kunang. Itulah kenapa di hari Jumat yang adalah hari terakhir sekolah setiap minggunya, keduanya akan berjingkat keluar pada malam hari untuk menangkap kunang-kunang di padang ilalang dekat panti mereka. Hanya Fori dan Sega yang mau melakukannya dan itu adalah ritual khas keduanya. "Kata guru di kelasku tadi, akan ada meteor yang terlihat dari wilayah Sentul malam ini," ujar Sega setelah Fori melompat keluar dan berdiri di sampingnya. "Meteor?" tanya Fori bingung. Keduanya berjingkat perlahan melewati area bebatuan yang membatasi dinding panti dengan taman di bagian depannya. "Apa itu meteor?" "Katanya itu benda langit yang jatuh ke bumi. Orang-orang mengatakannya bintang jatuh," jawab Sega dengan berbisik. "Apa bintang bisa jatuh?" tanya Fori lagi dengan polos. "Meteor bukan bintang, orang hanya menyebutnya seperti itu. Katanya itu hanya bebatuan langit yang jatuh ke bumi." "Kalau kita kena bagaimana?" Sega tertawa. "Dasar bodoh. Meteor jatuh ke bumi paling hanya berupa serpihan seperti debu. Mana mungkin kita kena, meteor jatuh kan bukan seperti durian jatuh." Fori mengangguk meski tidak paham maksud Sega. Ia hanya percaya saja pada perkataan temannya itu dan mengikutinya. Ia memandang punggung Sega dari belakang dan melihat anak laki-laki itu membuka perlahan semak-semak tumbuhan di tembok pagar panti dan berjongkok untuk menerobos ke luar. Fori dan Sega sudah sering masuk keluar panti lewat lubang itu. Meski tukang pembersih kebun selalu berusaha menutupinya dengan semak, namun kedua anak itu sudah terlanjur mengetahui lokasinya. Mereka pun berlari setelah sukses menembus jalanan di luar tanpa ketahuan. "Wah, langit malam ini terang sekali, ya! Banyak bintang bersinar jelas," ujar Sega sambil menengadah ke langit ketika mereka tiba di padang rerumputan dekat panti. "Apa kita akan berhasil menangkap kunang-kunang?" tanya Fori sibuk melihat sekeliling dengan cemberut. Tidak ada kunang-kunang yang terlihat malam itu. "Kita tangkap bintang saja. Aku mau bintang yang itu," ujar Sega mendadak, menunjuk ke arah sebuah bintang yang sinarnya paling terang di seluruh langit dan berwarna keperakan. "Kau suka bintang yang mana, Fori?" "Aku?" tanya Fori bingung. Ia berjalan perlahan mendekat ke arah Sega dan ikut menengadah ke langit untuk melihat bintang perak besar dan paling terang yang ditunjuk oleh Sega. "Memangnya kita bisa menangkap bintang?" "Pilih saja," jawab Sega asal. "Kalau ada bintang jatuh, katanya kita harus memanjatkan harapan dan biasanya akan terkabul. Jadi... kau mau memanjatkan doa pada bintang yang mana? Mana tahu kita beruntung malam ini." Fori memiringkan kepalanya untuk memilih. Setelah menimbang-nimbang, ia menunjuk salah satu bintang yang juga bersinar perak dan berada di dekat bintang besar tadi. "Aku pilih bintang itu saja," ujar Fori pada Sega. "Bintangnya menempel di dekat bintang besar yang tadi kau pilih, jadi kita selamanya tidak akan berjauhan." "Hmmh, bintang itu masih kecil sekali, seperti anak bintang besar itu," gumam Sega sambil mengamati bintang pilihan Fori. "Tapi sinarnya terang juga ya. Mereka sama-sama berwarna perak. Biasanya sinar bintang terlihat putih atau keemasan, tapi kenapa dua bintang itu berwarna perak?" "Eh? Bintangnya bergerak," ujar Fori mendadak sambil berseru antusias. "Bintangku bergerak!" "Bergerak?" ucap Sega sambil memicingkan mata mencoba melihat jelas bintang kecil yang ditunjuk Fori tadi. Sinar yang mengelilingi bintang itu terlihat bergerak memutar perlahan, lalu memanjang dan semakin terang sedikit demi sedikit. Sega mengucek matanya tak percaya. Ia tidak pernah melihat bintang selama ini bergerak, apalagi dengan mata telanjangnya. "A-aneh, kenapa bintang bisa bergerak?" ujar Sega seperti kebingungan di tempatnya berdiri. Sementara Fori masih tetap antusias meski tidak mengerti, Sega justru terpaku sambil terus memandangi bintang aneh itu. "Kau lihat sinarnya, Fori? Kenapa sinarnya seperti memanjang?" Fori mengangkat bahu. Mendadak, ia cepat-cepat memejamkan mata dan menempelkan kedua tangannya sambil komat-kamit berdoa. "Kau sedang memanjatkan harapan? Kan belum ada bintang jatuh?" tanya Sega tertawa memperhatikan Fori. Pikirannya teralih dari keanehan bintang tadi. "Tapi bintang itu seperti bergerak ke arah kita, mungkin dia bisa memenuhi keinginan kita. Kau tidak mau coba ikut berdoa?" Sega diam sejenak, lalu setelah berpikir bahwa tidak ada salahnya iseng memanjatkan harapan, ia pun ikut memejamkan mata dan berdoa. "Aku ingin ada orang tua yang akan segera mengadopsiku. Aku ingin mereka sangat pintar dan kaya raya," gumam Sega dalam doanya. "Sega, kau ingin diadopsi orang kaya? Ah, tadi aku minta berumur panjang. Apa tadi seharusnya aku minta keluarga baru yang banyak uang saja agar bisa membeli banyak kunang-kunang?" tanya Fori polos sambil melihat Sega dengan mengiri hingga membuat pipi gembilnya terlihat lucu. Sega tertawa ke arahnya. "Kau kan bisa memanjatkan doa lagi nanti jika ada meteor jatuh." Baru saja Sega mengatakan hal itu mendadak suasana di sekitar mereka seperti bergemuruh. Angin di padang itu tiba-tiba bertiup sangat kencang ke arah mereka. Anehnya, keduanya malah mendadak merasa kepanasan dibandingkan dingin. "Ada apa ini, Sega?" tanya Fori bingung dan ketakutan. "Aku tidak tahu," ucap Sega sambil melihat ke sekeliling. "Kenapa mendadak panas sekali?" Fori melihat Sega mengibas-ngibas tangannya ke wajahnya yang mulai berkeringat. Ia pun mendadak merasakan udara memanas meski angin membuat rambut mereka berkibar. "Sega, apa tidak sebaiknya kita pulang saja? Sepertinya di sini mulai menyeramkan," ucap Fori ketakutan. Ia melihat Sega mendadak menutup wajahnya dengan lengannya. "Sega?" "Dari atas...," ucap Sega terpatah ke arah Fori. "Ada sesuatu yang silau di atas." Fori dengan refleks menengadah ke atas dan melihat sinar perak luar biasa terang dari bintang kecil tadi kini semakin memanjang ke arah mereka, seolah mendatangi mereka. Wajah Fori memanas dan matanya terasa silau. Sinar itu awalnya terasa merambat pelan ke bawah, namun kemudian seperti mulai semakin cepat menuju ke arah mereka. Fori terpaku di tempat dengan mata terbelalak. "La-lari!" seru Sega sambil menarik lengan Fori dengan cepat ketika melihat sesuatu berwarna perak seperti cahaya besar seolah akan jatuh ke arah mereka. Fori membalikkan badan dengan gemetar dan ikut berlari mengikuti Sega. Namun karena tidak bisa mengimbangi kecepatan Sega yang terus menarik lengannya, Fori terjatuh akibat tersandung kakinya sendiri. Ia terjerembab di rerumputan dan mendengar suara seperti gemuruh besar dari bagian atas kepalanya. Fori menoleh ke atas dan melihat sinar perak kini semakin mendekat dan membuat bola matanya perih. Fori sudah tidak bisa menggerakan badan. Ia tahu dalam beberapa detik sesuatu akan menimpanya. Tubuhnya hanya mematung di atas rerumputan dengan mata membesar - menatap datangnya cahaya perak tersebut. "Awas, Fori!" teriak Sega membalikkan badan ke arah Fori lalu berusaha memeluk tubuh mungil gadis itu untuk melindunginya. Tapi segalanya sudah terlambat, sesuatu telah menimpa keduanya dalam hitungan detik dan telinga mereka sesaat seperti mendengung. Yang Fori ingat hanyalah bahwa suara desing yang menyakitkan telinga, udara panas di punggungnya serta cahaya sangat terang yang membuat matanya sakit. Sesaat setelah badan mereka seolah melayang ke udara sekitar satu meter, ia dan Sega mendadak jatuh menghantam rerumputan lagi. Kali ini, semuanya mendadak terasa menjadi gelap. Beberapa jam setelahnya di Rumah Sakit Immaculata "Dia baik-baik saja, Dokter Yuda?" Suara itu samar-samar membangunkan Fori. Gadis kecil itu membuka matanya dengan susah payah dan melihat Suster Elsa tengah memandang seorang dokter dengan panik. Fori butuh waktu cukup lama untuk sadar bahwa ia sedang berbaring di sebuah ranjang instalasi gawat darurat RS Immaculata, rumah sakit milik yayasan yang sama dengan yang menaungi panti asuhan mereka. "Ia tidak apa-apa, hanya pingsan saja. Sebentar lagi, ia akan terbangun dan baik-baik saja," ucap dokter laki-laki tua berambut putih yang bernama Dokter Yuda kepada Suster Elsa. "Bagaimana dengan Sega?" tanya Suster Elsa, kali ini dengan suara serak dan terdengar lebih panik. "Katanya kepalanya jatuh membentur batu, apa ia akan baik-baik saja?" "Sega sudah mendapatkan jahitan di bagian kepala, tapi masih harus dirawat agar bagian dalam kepalanya besok bisa di cek untuk mengetahui apakah ada yang serius atau tidak. Saat ini ia sudah berada di kamar rawat inap lantai dua." Suster Elsa menarik napas dan memegang lengan dokter di hadapannya. "Dokter, bolehkah kami menemaninya di rumah sakit? Saya harus memastikan bahwa ia baik-baik saja. Besok pagi kepala panti dan direktur yayasan akan datang ke sini. Lagi pula perjalanan kembali ke panti cukup jauh ditempuh tengah malam begini." Dokter itu menghela napas panjang. "Baiklah, kalian bisa menemaninya. Kamar 201 tempat Sega dirawat berisi dua tempat tidur. Karena ranjang yang di sebelah Sega kosong, sementara kalian bisa tidur di ranjang itu." Suster Elsa mengangguk dan berterima kasih pada Dokter Yuda sebelum dokter itu meninggalkan ruangan. Wanita berusia sekitar dua puluhan itu kini menoleh ke arah Fori dan terkejut ketika melihat Fori sudah bangun. "Kau baik-baik saja, Fori?" ujar Suster Elsa sambil mengelus kepala Fori. Gadis kecil itu mengangguk dan bangun dari tempatnya untuk duduk di atas ranjang. Suster Elsa kemudian terlihat mendelik gemas padanya. "Kalian nakal sekali berani keluar malam-malam ke padang ilalang. Untung tadi ada yang melihat kalian di sana saat Sega terjatuh membentur batu. Kalau tidak ada yang lihat bagaimana? Kalau ada yang menculik kalian bagaimana?!" "Terjatuh membentur batu?" tanya Fori bingung dengan tidak memperdulikan sedikit kemarahan yang tersirat di suara Suster Elsa. Yang ia ingat ada cahaya perak dari langit dan ada sesuatu yang jatuh mengenai tubuhnya dan Sega. Tapi Fori tidak berani memberitahu Suster Elsa karena ia sendiri belum benar-benar tahu situasi sebelumnya dengan baik. "Kau sudah bisa bangun dan berjalan?" tanya Suster Elsa padanya sambil merapikan pakaian Fori. "Kita akan menginap di kamar tempat Sega dirawat malam ini." Fori mengangguk dan membiarkan Suster Elsa membantunya turun dari tempat tidur. Keduanya kemudian berjalan keluar menuju lift. Begitu sampai di kamar Sega, Fori terkejut ketika melihat Sega dirawat dengan perban putih besar yang melilit kepalanya. Sega terlihat tengah tertidur nyenyak dan tidak sadar akan kedatangan mereka, namun perawat di sana sempat mengatakan pada Suster Elsa bahwa Sega baik-baik saja. Sega sempat terbangun dan mengatakan kepalanya pusing sebentar. Karena ia baru saja menelan obat pereda nyeri, ia langsung jatuh tertidur. Pihak rumah sakit khawatir bahwa Sega mengalami gegar otak, jadi Sega membutuhkan cek lanjutan besok pagi sebelum mereka membiarkan Sega pulang. Suster Elsa sangat lega dan senang dengan informasi itu. Ia pun menyuruh Fori untuk tidur bersamanya di tempat tidur sebelah Sega, dan memeluk gadis kecil itu di tubuhnya agar Fori ikut tertidur tanpa kabur lagi. Tapi hanya Suster Elsa yang cepat jatuh tertidur. Mungkin karena sedang merasa sangat letih, Suster Elsa langsung terlihat pulas. Sejam setelahnya, entah mengapa Fori mendadak merasa gelisah. Tiba-tiba ia merasakan rasa panas yang sama dengan saat ia dan Sega berada di padang ilalang. Suhu panas itu menyeruak masuk ke ruangan mereka dan telinga Fori kembali berdengung. Suara langkah kaki beberapa orang di luar yang menggema membuat Fori mendadak sangat ketakutan. Ia gemetar di tempat tidurnya karena merasakan sesuatu yang familiar, namun ia tidak tahu itu apa. "Suster Elsa," bisik Fori sambil berusaha membangunkan Suster Elsa karena mendadak ketakutan. Tapi suster itu hanya menggumam sesaat kepada Fori sebelum kembali tertidur dan mengeluarkan suara dengkuran halus. Fori membuka mata lebar-lebar seraya memandang sekeliling kamar sambil berusaha mendengar gema suara langkah-langkah kaki yang semakin mendekat. Firasat gadis kecil itu buruk, keringat mulai terasa membasahi telapak tangannya. Gadis cilik tersebut menutup kepalanya dengan selimut ketika mendengar suara napas panjang menggema di depan pintu kamar rawat inap Sega. Ada bayangan gelap yang seolah mengintip ke dalam ruangan melalui kaca pintu. Mereka tampak bicara di depan pintu namun Fori tidak mampu mendengar jelas ucapan mereka karena suara dengung samar di telinganya. Jantung Fori berdetak kencang saat pintu dibuka dan ia mendengar langkah-langkah kaki masuk ke dalam kamar tersebut. Ia menahan napas ketakutan dan kini mampu mendengar beberapa orang berbicara dengan bahasa asing yang tidak bisa dipahami Fori. Gadis kecil itu pun memutuskan untuk mengintip meski ketakutan. Ia menyibak perlahan selimutnya dan kini melihat ada empat orang dengan jubah hitam panjang bertudung sedang berusaha memindahkan Sega ke kereta dorong. Keempatnya bertubuh sangat tinggi namun Fori tidak bisa melihat wajah mereka. Jubah hitam mereka terlihat begitu menakutkan di mata Fori sampai ia tidak berani melanjutkan melihat mereka lagi. Ia menutup kembali wajahnya dengan selimut dan merasa keringat mulai membanjiri tubuhnya. Fori merasa orang-orang itu sangat berbahaya dan ia gemetar di balik selimutnya. Sesaat setelah orang-orang itu keluar membawa Sega dengan kereta dorong, Fori langsung berusaha membangunkan Suster Elsa untuk memberi tahu. Namun anehnya, kini Suster Elsa terlihat lebih terlelap dari biasanya. Ia mengguncang-guncang tubuh Suster Elsa. Sayangnya, wanita itu tetap tidak terbangun dan malah mengigau. Fori segera turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar tersebut untuk menuju ke meja perawat tapi lorong rumah sakit dipenuhi kabut berwarna perak yang sangat panas. Di sana, Fori dapat melihat para perawat yang bertugas jaga malam mematung di tempat mereka dengan tatapan kosong. Fori mendatangi mereka dan mengguncang bahu mereka untuk memberitahu bahwa Sega diculik, tapi para perawat itu tetap kaku seolah tidak mendengar apapun dan tidak bereaksi sama sekali. Fori pun mulai berjalan menuju sumber suara kereta dorong yang samar dari depan lift dan mendengar suara pintu lift terbuka. Ia kemudian bergegas ke sana dengan napas terengah-engah dan melihat orang-orang yang membawa Sega sudah tidak ada. Ketika ia sampai di sana, pintu lift sudah tertutup. Fori berusaha melihat ke kiri dan kanan untuk meminta bantuan, tapi orang-orang di lorong masih terlihat seperti mematung. Entah bagaimana, hanya Fori yang bisa bergerak dan melihat keadaan. Gadis kecil itu pun melihat ke layar kecil digital petunjuk lokasi lantai dan melihat bahwa mereka berhenti di lantai teratas rumah sakit. Dengan cepat, Fori membuka pintu tangga darurat dan berlari ke lantai atas untuk melihat. Ia kaget saat melihat kondisi lantai teratas sama persis dengan di lantai dua. Semua orang di sana terlihat seperti mematung dalam kabut berwarna perak. Fori dapat melihat sebuah pintu menuju atap gedung terbuka lebar dan mendengar suara-suara dari bagian atap gedung. Kali ini dengan berjingkat perlahan, ia menaiki tangga untuk melihat ke atas. Gadis cilik itu pun tercengang dari balik pintu saat melihat pemandangan di atap gedung. Ada banyak orang di sana dengan jubah hitam bertudung serta banyak lilin berwarna merah yang menyala di sekitar mereka. Ranjang dorong Sega ada di sana, berdampingan dengan sebuah ranjang besar dimana ada seorang laki-laki tua asing terlihat berbaring sekarat di tempatnya. Di bagian tengah, ada satu sosok yang seperti tengah memimpin ritual aneh. Ia satu-satunya di sana yang mengenakan jubah bertudung merah dan terlihat tengah berbicara komat-kamit dengan bahasa yang tidak dimengerti Fori. Orang lainnya di sana berlutut dengan jubah mereka dan membentuk lingkaran spiral dengan lilin yang kini bersinar pucat. Mereka mengelilingi Sega dan pria tua tadi. Sesaat kemudian, telinga Fori mulai kembali mendengung pelan. Ia melihat orang yang berjubah merah menari-nari seorang diri di bagian tengah lingkaran dan diapit dua ranjang tadi. Fori kini berdiri kaku di tempat. Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti itu sebelumnya. Tapi dari sekolah minggu di gerejanya, ia pernah melihat gambaran seperti itu yang ia ketahui sebagai ritual pemujaan setan. Meskipun begitu, Fori belum pernah melihat secara langsung hal mengerikan tersebut. Ia bahkan tidak yakin apa yang sedang dilihatnya saat itu karena begitu aneh dan mengerikan. Beberapa menit kemudian, suara dengung di telinga Fori terdengar semakin kencang. Suasana menjadi kembali panas dan orang berjubah merah tadi memandang ke atas langit. Ada cahaya perak yang kali ini kembali bersinar dan semakin lama mendekat ke arah mereka, membuat sinar yang menyilaukan di atap gedung rumah sakit itu. Orang berjubah merah berteriak lebih lantang dan kali ini ada dua orang yang bangkit dan berjalan menuju ranjang Sega dan pria tua itu. Orang berjubah merah itu menyingkap lengan Sega dan mengambil darahnya dengan jarum suntik, lalu menuangkannya di sebuah cangkir perak. Yang membuat Fori semakin syok adalah.. orang tersebut kemudian meminumkan darah segar Sega ke mulut pria tua sekarat itu. Tidak berapa lama, pria tua itu terbatuk dan orang berjubah merah kali ini mengambil sebuah jarum suntik besar dan mengangkatnya ke atas langit. Setelah mengucap beberapa kata yang membuat dengung di telinga Fori makin kencang, ia seketika menusuk jarum suntik besar itu ke jantung pria tua itu dengan keras. Fori terkejut dan bergerak mundur di tempatnya. Badannya bergetar melihat orang berjubah merah tengah mengambil darah langsung dari jantung pria tua sekarat itu lalu menuangkannya ke cangkir perak yang lebih kecil. Fori bahkan semakin kaget saat melihat mereka menuangkan darah pria tua itu dari cawan perak ke mulut Sega yang tengah berbaring, sambil komat-kamit misterius. Ia ingin berteriak namun tenggorokannya terasa tercekat. Semua orang bertudung di sana kemudian bergerak mengitari pria tua tadi dan terlihat seperti melakukan penghormatan terakhir. Mereka menundukkan setengah badan mereka ke arah pria tua tadi dan meletakkan tangan kanan mereka di bahu kiri secara serempak saat pria tua itu terbatuk lemah lagi. Kali ini pria tua itu mengangkat tangan kanannya ke langit, seperti bersentuhan dengan cahaya perak tadi, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir. Setelah meninggal di ranjangnya, mendadak sebuah asap kecil berwarna perak keluar dari jantung pria itu dan melesat cepat memasuki tubuh Sega. Fori sangat terkejut melihatnya dan tanpa sadar terjatuh di tempatnya dan membuat sebuah suara berderit. Ia berusaha untuk menyembunyikan diri tapi orang berjubah merah sudah melihatnya dari tengah. Orang itu memandang lurus ke arah Fori dan membuat Fori seketika kesusahan menggerakan tubuh. Ia mematung di tempat saat orang berjubah merah seperti bergerak pelan ke arahnya. Mata di balik jubah merah itu berwarna seperti kuning dan mengerikan, membuat napas Fori tertahan saking ketakutan. Namun belum sempat orang berjubah merah mendekat, mendadak sebuah suara terdengar dari mulut Sega. Mereka semua kemudian menatap Sega termasuk orang berjubah merah yang teralih pandangannya dari Fori. Fori pun mengambil kesempatan itu dengan segera berlari saking takutnya. Ia berlari cepat menuruni tangga, dan turun melalui lift. Ia berlari keluar dari rumah sakit dan menjauh dari sana. Tubuh ciliknya bergetar hebat dan ia sangat ketakutan sampai tidak lagi bersedia menoleh. Entah bagaimana malam itu ia merasa adalah kali terakhir ia melihat Sega teman ciliknya. --- Keesokan harinya Sega tidak kembali ke panti asuhan. Menurut informasi dari Suster Elsa, Sega ternyata dalam kondisi baik-baik saja, tidak seperti bayangan Fori yang berpikir bahwa Sega telah dibunuh oleh sekelompok pemuja setan. Hasil scan kepala Sega menunjukkan bahwa tidak ada masalah dengannya, dan Direktur Yayasan Immaculata pagi itu menyampaikan kepada mereka bahwa Sega telah diadopsi. Teman Fori itu diadopsi oleh keluarga asing kaya raya yang baru saja pindah ke kota mereka. Keluarga asing itu juga memberi donasi sangat besar untuk perkembangan panti asuhan mereka. Sega sendiri langsung dibawa menempati rumah bak istana megah yang sejak dulu berdiri di bukit, dekat padang ilalang kemarin. Sega tidak bahkan kembali lagi ke panti mereka untuk mengucap salam perpisahan. Berpikir bahwa semua yang dilihatnya semalam adalah sekedar mimpi, Fori pun sorenya berusaha mengunjungi rumah baru Sega yang sangat indah dengan pagar besi yang sangat tinggi tersebut. Ia berharap bisa menemui Sega yang katanya sudah sangat sehat. Namun sesampainya di sana, ia tidak bisa masuk karena gerbang depan rumah tersebut tertutup begitu rapat tanpa ada bel ataupun satpam yang berjaga. Fori pun memanjat sebuah pohon besar dan melompat ke bagian dalam kebun bunga di rumah mewah tersebut. Ia ingin melihat Sega sahabatnya sekali lagi sebelum mereka benar-benar berpisah. Dan Fori memang melihatnya. Sega tengah berlari di taman dan bermain dengan anjing besar berwarna hitam di dekatnya. Ada beberapa orang asing di sekeliling Sega yang bertubuh tinggi-tinggi dan sangat rupawan yang sedang tertawa bersama Sega. Hanya saja, mereka tidak memanggil Sega dengan namanya. Mereka memanggilnya Xynth, dan berbicara dengan bahasa Inggris padanya. Padahal Fori tahu benar bahwa Sega tidak bisa berbahasa Inggris tapi entah bagaimana mendadak ia terlihat sangat lancar berbicara dengan orang-orang asing tersebut. Fori bermaksud memanggil Sega, namun anjing hitam besar tadi mendadak mencium keberadaan Fori dan menggeram. Sedetik kemudian, anjing itu sudah bergerak cepat ke arah Fori untuk menerjang gadis cilik tersebut. Namun tiba-tiba sebuah gerakan sangat kilat dari Sega menghentikan laju anjing itu sebelum makhluk itu menerkam Fori. Sega seolah menyuruh anjing itu diam dan anjing itu pun seperti menurut dalam hitungan detik. Fori ternganga menatap Sega di hadapannya yang berbicara dalam bahasa Inggris pada anjing itu. Sahabatnya itu kemudian memandang Fori dengan raut tanpa ekspresi, seperti tidak mengenal Fori sama sekali. Yang lebih mengangetkan, entah bagaimana, bola mata Sega tidak lagi berwarna hitam. Mendadak bola matanya kini berubah warna menjadi perak dan menbuat Fori mematung menatapnya. "Se-sega?" ujar Fori terkejut melihat warna mata Sega. "Sega, kau baik-baik saja?" Sega memandang Fori dengan bingung, seolah tidak paham apa yang dikatakan Fori sama sekali. "Who are you?" ucap anak laki-laki yang baru sehari lalu masih menjadi sahabat terbaik Fori - dengan tatapan yang kini dingin dan asing.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Rise from the Darkness

read
8.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.1K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
35.9K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.6K
bc

TERNODA

read
198.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook