8-Gara-Gara Mabuk

1744 Words
Melihatmu mabuk ada kesenangan. Hatimu mengungkapkan kependaman tanpa ikut campur pikiran. ***   Varlo mencari keberadaan Jasmine tapi wanita itu menghilang tanpa jejak. Dia sudah berkali-kali menghubungi tapi Jasmine tidak mengangkat panggilannya. “Tolong! Ada yang jatuh!!” Varlo yang sedang mengobrol dengan Yama dan Ayu buru-buru menoleh ke sumber suara. Dia segera berlari ketika melihat seorang wanita berambut panjang sedang digendong oleh seseorang. Entah kenapa firasatnya mengatakan kalau wanita itu Jasmine. “Ya ampun, Jasmine!!” pekik Varlo ketika menyadari memang Jasminelah yang tadi dikabarkan jatuh. Varlo berdiri di depan lelaki yang menggendong Jasmine dan menarik wanita itu ke dalam gendongannya. “Dia datang bersama saya,” ucapnya ketika lelaki di depannya itu mulai terlihat marah. Tanpa banyak kata, Varlo berbalik keluar ballroom dengan Jasmine dalam gendongannya. Samar-samar Varlo mencium bau wine menguar dari bibir Jasmine. “Kamu minum wine?” tanya Varlo ke Jasmine yang memejamkan mata itu. “Varlo. Gue pengen nyekik lo. Lagi-lagi lo ngerjain gue,” rancau Jasmine sambil memejamkan mata. Varlo menghentikan langkah lalu menunduk wanita itu. Jasmine mulai merancau, batinnya. Setelah itu dia kembali melanjutkan langkah sambil meladeni Jasmine. “Kenapa, Sayang?” “Lo nyebelin, playboy tokek belang!!” “Hahaha.” Varlo terbahak mendengar julukan baru dari Jasmine itu. Playboy tokek belang? Ada-ada saja julukannya. Setelahnya Jasmine diam lalu mendekatkan wajah ke lekukan leher Varlo. Tindakan itu membuat Varlo menghentikan langkah. Lelaki itu merasa lehernya hangat karena embusan napas Jasmine. Sesampainya di mobil, Varlo tidak langsung menjalankan mobil. Dia menunduk menatap Jasmine yang memeluknya erat itu. “Sayang. Lepas dulu, ya. Aku mau nyetir.” Jasmine menggeleng. Dia merasakan ada guling keras tapi guling keras itu membuatnya nyaman. Dia memeluk Varlo—yang dia anggap sebagai guling itu lebih erat. “Gulingnya keras. Sekaligus wangi,” ucapnya sambil mencium lekukan leher Varlo. “Lo. Hik. Tadi. Hik. Ciuman. Hik,” lanjutnya sambil cegukan. Jasmine mendongak menatap wajah Varlo yang tampak kaget lalu tersenyum penuh arti itu. Entah kenapa dia tidak suka melihat Varlo yang seperti itu. Jasmine mendorong d**a Varlo kencang, lalu wanita itu bersandar di pintu. “Jauh-jauh dari gue!!” Varlo terkekeh geli mendengar kalimat itu. Jauh-jauh? “Kamu yang nggak mau jauh-jauh dariku,” jawab Varlo sambil mengulum senyum diakhir kalimatnya. “Jangan cium!!” ucap Jasmine sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Varlo terkekeh. Dia bicara apa, tanggapannya seperti apa. Dia menjauh memegang kemudi lalu melirik Jasmine yang masih menutup mulut itu. “Siapa juga yang mau nyium. Aku nggak suka nyium kamu yang lagi nggak sadar.” Ucapan Varlo membuat Jasmine langsung melotot. “Lo ngomong apa?” desisnya. Lalu yang terjadi selanjutnya adalah Jasmine mencium Varlo. Dalam pikirannya saat ini, dia ingin memberi pelajaran atas ucapan lelaki itu. Dia ingin memberi pelajaran karena lelaki itu lagi-lagi mengerjainya sekaligus lelaki itu telah mencium wanita lain di depan mata kepalanya.   ***   Trett!! Valan tersentak mendengar bel rumahnya berbunyi. Dia mendongak, melihat jam di nakas yang menunjukkan pukul dua belas malam. Siapa tamu yang datang dijam seperti ini? Trettt!! Bel berbunyi lagi. Valan mengusap wajah lantas turun dari ranjang. Sesampainya di pintu, dia terdiam, syok melihat Varlo sedang menggendong Jasmine. Valan lalu melihat penampilan keduanya yang sebenarnya rapi, tapi terlihat acak-acakan. “Valan lo bisa minggir nggak!” sentak Varlo kesal. Melihat Valan yang mulai sadar dari keterkejutannya, Varlo segera menerobos masuk. Dia naik ke lantai atas dengan Jasmine yang tertidur pulas di gendongannya. “Jasmine kenapa itu?” Valan mengekor hingga berdiri di depan pintu kamar Varlo. Valan bingung melihat Jasmine yang tertidur pulas itu. Perlahan Valan mendekat lalu duduk di pinggir ranjang. “Jasmine mabuk.” “Mabuk? Kok bisa?!” tanya Valan setengah berteriak. “Kayaknya minum di pernikahan Yama tadi. Tahu deh siapa yang diem-diem sajiin wine. Padahal Yama anti sama minuman itu.” “Ck! Ada aja,” jawab Valan. “Kalian tadi dateng jam berapa? Kok nggak ketemu gue?” “Jam setengah sepuluh.” “Pantes nggak ketemu. Jam sembilan gue udah pulang.” Varlo tidak begitu mendengarkan ucapan adiknya. Dia terlalu sibuk menatap wajah damai Jasmine yang terlelap itu. Dia seolah sulit percaya kalau mata itu terbuka menampilkan sosok lain. Sosok keras kepala dengan lidah tajam. Tangan Varlo terulur mengusap pipi Jasmine lembut. Dia menunduk, mencium kening Jasmine lembut dan lama. “Good night.” Valan yang melihat tindakan itu merasa kakaknya telah jatuh cinta ke Jasmine. “Lo cinta beneran ke dia?” Varlo menoleh lalu mengangkat bahu. Dibilang cinta, tapi sepertinya tidak tapi dibilang tidak cinta, tapi rasanya cinta. “Masih abu-abu.” Valan berdiri dari posisinya. Jawaban Varlo bukanlah jawaban yang dia inginkan. “Kalau Kakak main-main aja sama Jasmine, mending berhenti. Gue nggak bakal biarin Jasmine disakiti,” peringatnya lalu meninggalkan kamar. Satu alis Varlo terangkat. Apa itu ucapan sebagai seorang sahabat atau sebagai lelaki yang menyukai Jasmine? Varlo menggeleng. Dia yakin apa yang dia dengar tadi sebatas Valan melindungi sahabatnya, tidak lebih.   ***   Jasmine terbangun dengan perut mual. Rasanya ada yang menonjok perutnya hingga seluruh isi perutnya terdorong ke tenggorokan. Sesuatu yang asam mulai terasa, Jasmine menutup mulut buru-buru turun dari ranjang lalu bergegas ke kamar mandi. Kamar mandi Jasmine berada di sebelah kiri dari ranjang. Namun yang dia dapati, sebelah kiri ranjang adalah lemari. Dia menoleh ke sekeliling hingga melihat pintu di sebelah kanan. Dia menebak, itu adalah kamar mandi. “Hoek!!” Sesampainya di kamar mandi, Jasmine muntah. Rasa asam memenuhi rongga mulut dan itu membuatnya kembali muntah. “Huh.” Jasmine memaksa tubuh agar tetap tegap. Tidak lucu kalau dia sampai pingsan di kamar mandi. Perlahan dia berdiri tegak, mencuci mulut lalu membasuh muka dengan air. Ketika menggapai sabun muka, Jasmine kembali merasakan aneh. Dia mendapati sabun muka untuk lelaki. Dia lalu menatap perlengkapan mandi yang berubah menjadi sedikit. “Gue salah kamar mandi?” Pandangannya menyapu keseluruhan ruangan. Kamar mandi di kamarnya bercat putih, bukan biru laut. Jasmine bergegas keluar, tiba-tiba ada yang mengganggu pikirannya. Ketika keluar, Jasmine mendapati bukan kamarnya. Kamarnya bernuansa soft pink, bukan nuansa biru laut. “Kamu sudah bangun?” Jantung Jasmine berdetak lebih cepat mendengar suara lelaki. Apa gue semalem tidur sama lelaki itu? Jasmine menggeleng tegas. Tidak!! Varlo yang masuk kamar sambil membawa nampan menghentikan langkah. Dia melihat Jasmine yang menunduk sambil geleng-geleng itu. Apa yang wanita itu lakukan? batin Varlo. Buru-buru Varlo meletakkan nampan berisi sarapan lalu mendekati Jasmine yang berdiri di depan pintu kamar mandi itu. “Sayang,” panggilnya. Perlahan Jasmine mengangkat wajah. Dia mendesah lega melihat Varlo. “Hei. Kenapa, sih?” Tatapan Jasmine tertuju ke Varlo. Dia sedang sibuk mengingat kenapa berakhir di kamar Varlo. Seingatnya dia sedang di pesta pernikahan. “Kenapa gue ada di kamar lo?” “Kamu kemarin pingsan. Kamu minum wine, ya?” Jasmine mengernyit. Wine? Seingatnya dia minum air berwarna putih lalu minum air berwarna merah yang dia kira itu soda. “Gue mabuk dong semalem!!!” pekiknya. Varlo menjauhkan diri dari Jasmine. Telinganya berdengung mendengar pekikan yang begitu kencang itu. Varlo lalu berbalik menuju nakas. “Sarapan dulu sini.” Jasmine masih terlalu kaget dengan berita kemabukannya. Seumur-umur dia tidak pernah mabuk. Dia jadi penasaran, kalau mabuk dia melakukan apa. “Waktu gue mabuk, gue ngapain aja?” Pertanyaan itu membuat Varlo menoleh. “Aku nggak mau ngasih tahu.” “Kasih tahu gue. Mabuk kan kondisi nggak sadar seratus persen. Siapa tahu gue ngelakuin kesalahan. Jadi gue musti minta maaf,” jawab Jasmine beralasan. Varlo mendongak memperlihatkan lehernya yang memerah. Setelah itu dia menatap Jasmine yang terlihat tidak mengerti itu. “Bekas kemerahan itu ulahmu,” jawabnya sambil tersenyum geli. Mulut Jasmine terbuka. Apa Benar? Kenapa dia jadi agresif? Jasmine berlari hingga depan kamar mandi lalu mulai ketakutan sendiri “Terus kita nggak ngelakuin apa-apa, kan?” “Hubungan bebas maksud kamu?” “Ehm ya. Lo.. lo, kan, suka gituan. Siapa tahu lo... .” Varlo terkekeh geli melihat Jasmine yang gugup dengan pipi bersemu itu. Dia mendekat dengan senyum miringnya. Sesampainya di depan Jasmine, Varlo menunduk. Membuat Jasmine ikutan menunduk. “Hampir.” Jasmine mendesah lega. Dia menatap Varlo, turun ke leher lelaki itu lalu dia bergidik. “Kamu memang agresif, Sayang,” ucap Varlo setelah itu tertawa. “Hahaha.” “Gue nggak percaya. Bisa aja itu perbuatan wanita lo,” jawab Jasmine membela diri. “Tapi ini perbuatanmu.” “Jangan mengada-ngada, Varlo. Gue tahu, kemarin lo ciuman sama cewek. Pasti itu perbuatan, tuh, cewek.” Varlo mendengar Jasmine menyebut kalimat 'kemarin lo ciuman sama cewek' apa insiden dirinya tiba-tiba dicium itu terlihat Jasmine? “Aku nggak ciuman. Wanita itu tiba-tiba nyium.” “Bodo amat. Gue nggak peduli.” Jasmine menjawab dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Dia tidakpeduli Varlo berciuman dengan wanita lain tapi mengingat itu membuat Jasmine sebal. Di pesta pernikahan kemarin dia seolah dikerjai Varlo. Jasmine ingin marah, tapi dia terlalu malas untuk mengungkapkan. “Gue mau pulang,” ucapnya sambil berjalan menuju pintu. “Sarapan dulu.” “Nggak!” Varlo berjalan mengejar Jasmine yang menggapai pintu itu. Dia menarik tangan Jasmine hingga wanita itu menubruk dadanya. “Apa susahnya, sih, sarapan dulu?” Jasmine bergerak berusaha melepas pelukan Varlo. “Gue makan di rumah.” “Di sini aja. Udah aku buatin nasi goreng.” “Makan di rumah aja!!” “Makan di sini, Sayang.” Jasmine mengela napas lalu menggeleng. “Ya udah kalau kamu mau pulang. Kiss dulu.” Mata Jasmine membulat. Kiss? Bah! Permintaan apa lagi itu? Dia pernah mengabulkan tiga permintaan konyol dan sekarang dia tidak akan mengabulkan permintaan dari Varlo lagi. “Enggak!!” “Ya udah nggak pulang!!” Jasmine membuka mulut, tapi bibir Varlo lebih dulu membungkamnya. Dia berontak, tapi ciuman Varlo semakin dalam. Wanita itu pasrah menunggu Varlo mengakhiri ciuman itu. “Kalau nggak mau nyium, aku nggak keberatan kok nyium,” ucap Varlo setelah mengakhiri ciumannya. Varlo menarik tangan Jasmine dan menggenggamnya erat. Dia membimbing pacarnya itu ke arah tangga tapi baru beberapa langkah, dia menghentikan langkah. Dia melihat Valan berdiri di dekat tangga, menatapnya dan Jasmine dengan pandangan kosong. “Valan. Ngapain di situ?” tanya Varlo. Jasmine yang melihat Valan diam saja ikutan bingung. Dia mendongak menatap Varlo yang juga tampak bingung itu. Jasmine melepas genggaman tangan Varlo lalu mendekat ke Valan. “Lan. Lo kenapa?” “Nggak apa-apa kok, Jas.” Valan berbalik lalu turun dari tangga. Jasmine mengernyit, heran mendapati Valan yang seperti itu. Jasmine lantas berbalik menatap Varlo yang hanya mengedikkan bahu. Tanda tidak tahu apa yang tengah terjadi dengan Valan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD