Wanita itu

1191 Words
Tiga Jam waktu yang tergolong sebentar bila membicarakan soal bisnis. Tapi khusus hari ini mereka bisa mengerti karena mendengar kabar Rena masih di Rumah sakit. Untunglah para Koleganya tidak seperti di drama Korea atau Telenovela. Mereka sangat baik, bahkan kantor ini memakai Azas kekeluargaan. Makanya Investor tidak pernah berkurang, malah bertambah. Angga Prasetyo terhitung sebagai pengusaha muda yang penuh perhitungan dan hati-hati. Pujian ini di luar dari tingkah Minus Angga sendiri. Angga yang suka bergonta-ganti Wanita seperti tisu sangat pintar menutupi segalanya. Karena dia juga sangat paham dalam bidang IT. Suasana hati Angga cukup baik kali ini. Hampir satu jam perjalanan, akhirnya mobil sport hitam itu sampai di halaman rumah sakit. “Kamu baru datang?” Tanya Rena yang mengamati wajah adiknya itu. “Ada apa Angga? Kamu sepertinya agak aneh!” Rena terus bertanya, Ya dia yang paling mengerti Siapa Angga. “Kenapa belum tidur, Kak? Angga balik bertanya. “Eum... Ini karena terlalu banyak tidur siang. Jadi malam sulit tidur.” “Oh benarkah? Aku pikir itu karena kakak mengkhawatirkan aku.” “Ya itu termasuk dalam hitungan” Jawab Rena malas berdebat. “Sebenarnya ada yang ingin aku katakan. Tapi aku minta kakak tidak marah atau stres karena ini.” “Apa? “Janji?” “Angga jangan bersikap kekanakan. Apa kamu terkena penyakit yang ganas?” Tanya Rena dengan wajah yang serius. “Tidak! Tenang saja itu tidak akan terjadi.” “Lalu?” “Aku membatalkan pernikahan” ucap Angga kepada Rena dengan suara yang agak ragu. “Keke masih mencintai mantan pacarnya, dia hanya memanfaatkan aku untuk membuat mantan pacarnya cemburu. “Oh gadis sialan itu ! Mengingatnya saja kolesterolku bisa naik” Umpat Angga kesal. “Apa kamu yakin? Apa ini bukan rasa cemburu yang berlebihan?” Rena mencoba membuka pikiran Angga. “Aku adalah tipikal orang yang tidak percaya gosip Kak. Tapi aku tidak bisa menerima apapun kata maaf jika kesalahan itu terdengar di telingaku sendiri. “Ya Tuhan. Kamu benar-benar yakin?” Rena tampak sulit untuk percaya. “Jika aku mendengarnya dari orang lain mungkin aku akan sedikit tak percaya kak. Tapi aku mendengar darinya secara langsung, ketika dia tak menyadarai keberadaanku” Angga menjelaskan apa yang terjadi pada hubungannya dengan Keke. “Apa kamu sangat mencintai Keke?” Rena menatap iba sang adik. “Tidak!” Jawab Angga tegas. “Aku hanya ingin lebih serius dalam sebuah hubungan, tapi nyatanya ini hanya menyakitiku saja!” jawab Angga dengan wajah datarnya. “ Lagi pula kakak yang memaksa aku menikah dengan Keke, ‘kan?” Rena masih ternganga mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya tadi. Dia tidak percaya Keke bisa melakukan itu. Wanita itu benar-benar manis di mulut jika apa yang di katakan Angga adalah kebenaran. Padahal selama ini dia selalu mengatakan menyukai Angga sepenuh hati dan tulus mencintainya. Apa di zaman sekarang cinta adalah bualan? Rena menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang terjadi. Rena melihat wajah Angga yang tengah menunduk. Rena mengerti sebenarnya Angga juga kecewa. Tapi dia berusaha agar Rena tidak terlalu terbebani. Bagaimana pun Rena-lah yang memaksa Angga untuk menikahi Keke. Keke! Kamu benar-benar ular, Rena menarik napasnya sebelum mulai bicara. “Ya karena kalian pacaran sudah sangat lama. Jadi tidak butuh waktu lama lagi untuk mengikat hati, Kakak pikir begitu saja” Rena menarik napasnya melihat tanggapan Angga yang sangat malas. “Jadi apa kamu baik-baik saja? Kakak melihat wajahmu sungguh tidak enak seperti makanan basi.” “Tentu saja! Aku belum gila!” Angga memperlihatkan tubuhnya yang segar bugar sambil berpose lucu membuat Rena tertawa terbahak-bahak. “Baguslah kalau begitu, jadi tak perlu membawamu ke Psikiater hanya karena batal menikah!” Rena terkekeh melihat wajah adiknya itu. “Aku tidak ingin di repotkan dengan tingkahmu yang menggila Angga.” Lagi-lagi Rena tertawa. “Ah sudahlah... Tawamu sungguh menyebalkan, ngomong-ngomong apa besok kakak boleh pulang?” “Ya tentu saja” Jawab Rena. “Baiklah kala begitu. Aku mandi ya...” Angga berjalan mengambil handuk dan mandi dengan cepat. Hari ini Edo tidak menjaga Rena. Apa Pria itu sedang sibuk hingga tidak menghiraukan istrinya yang sedang sakit?” Angga menggelengkan kepalanya. Berumah tangga tidaklah mudah, Angga menarik napasnya panjang. Selesai mandi tubuh Angga terasa sedikit segar. Rasanya ada rongga di d**a yang membiarkannya untuk bernapas. Baru saja keluar dari kamar mandi. Mata Angga menangkap basah kakaknya yang tengah melamun. “Kenapa masih menungguku? Tidurlah duluan, Kak!” “Aku tidak bisa tidur.” “Apa yang kakak pikirkan sebenarnya?” Angga mencoba bicara dengan kakaknya yang tampak sedikit lesu. “Tidak ada apa-apa Angga. Sekarang tidurlah!” Rena meminta agar adiknya itu tidak mengganggu dengan banyak pertanyaan. Angga sangat tahu jika Rena menyembunyikan sesuatu. “Apa kakak marah karena aku memutuskan membatalkan pernikahan sesuka hati?” Tanya Angga. “Aku tidak pernah marah dengan keputusanmu Angga. Aku tahu kalau kamu sangat paham mana yang terbaik buatmu.” Angga mengangguk setuju. Dirinya memang paling pintar memilah dengan baik. “Kak, jangan banyak berpikir ketika tubuhmu sakit. Istrihatlah dan kamu akan bisa pulang dengan cepat. “Baiklah...” Rena menarik selimutnya agar sang adik tenang walaupun sejujurnya dia tidak bisa memejamkan mata. Pagi ini Angga terkejut saat tidak sengaja bertemu Feli, gadis yang selalu berputar di pikirannya. Angga selalu membolak balik berkas informasi tentang Feli dalam beberapa Bulan ini, karena jujur saja wanita itu berhasil mempengaruhinya. Feli, wanita yang tak sengaja ia tiduri malam itu. Angga terbangun dari pikirannya saat dia tersadar wanita tersebut berlalu meninggalkannya dengan cepat. “Hey tunggu aku !” teriak Angga pada Feli. Dengan cepat Angga berlari menyusulnya dan menarik tangan wanita tersebut. “Apa kamu hamil anakku?” pertanyaan itu sukses membuat Feli membulatkan matanya. Feli tidak menjawab pertanyaan Angga. Dengan cepat dia menepis tangan pria itu agar menjauhinya. “Aku tidak hamil!” Jawabnya singkat dan berbalik berjalan meninggalkan Angga yang sudah ternganga. “Hey apa kamu pikir aku bodoh dan buta? Lihatlah perutmu itu? Kamu hamil anakku atau tidak?” Angga berteriak dan tidak sadar bahwa dia sudah menjadi pusat perhatian. Feli sudah masuk ke dalam mobil angkot dan Angga yang masih dalam kebodohannya hanya ternganga saja. Dia tidak menyangka bahwa dirinya di anggap bodoh dengan seorang wanita seperti Feli. Jelas-jelas perutnya menyembul, tidak mungkin dia kurang gizikan? Sesampainya di kantor, Angga mengacak-acak rambutnya kesal. “Apa dia hamil anakku?” Angga merutuki dirinya sendiri. Sesekali dia memukul mejanya karena tidak tahu harus bicara apa. Bagaimana dengan kuliahnya? tiba-tiba Angga memikirkan itu. Angga kemudian berdiri mengambil kalender di dekat meja tamu. Angga menghitung waktu di hari kejadian dia tidur dengan Feli. Empat Bulan. Dia sudah hamil selama empat Bulan. Bagaimana kalau itu benar-benar anakku? Angga menarik-narik rambutnya kasar. Ah sepertinya aku akan pergi ke klub malam ini. Angga meracau sendiri. Setelah kejadian hari itu, Angga menjadi uring-uringan. Pekerjaan kantornya berantakan dan dia tidak tahu harus berkata apa dengan dirinya sendiri. Berulang kali Angga melafalkan Mantra agar dirinya tidak terjebak dengan cinta yang tidak pantas. Berulang kali juga Angga mengatakan pada dirinya kalau itu bukan anaknya. Bisa-bisanya aku menjadi gila karenanya. Angga meracau dan melemparkan tubuhnya di dalam kursi kebesaran. Aku tidak akan memikirkanmu, aku tidak ingin memikirkanmu. Feli kamu racun dan aku tidak akan berpikir itu anakku. Wanita sialan, beraninya kamu mengandung anakku! Angga meracau sesekali mengakui dan sesekali memungkiri. Dia benar-benar sudah gila karena ini. Semakin Angga memungkiri Feli, semakin dia mengingat malam itu. Argh!! aku menginginkanmu Feli. benar-benar ingin memiliki dirimu. Jangan membuat aku seperti ini!! Angga benar-benar kacau dengan dirinya sendiri. -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD