Di kampus

703 Words
Di tempat lain Feli yang sibuk di kampus masih berusaha menutupi perutnya agar tidak tapak hamil. Kenapa Dosen satu ini harus terlambat masuk dan mengganti jam mata kuliahnya. Rutuk Feli saat pikirannya terbagi dua. Dia seharusnya sudah berada di kafe sekarang. Karena Feli sudah berhenti dari Toko photocopy, bukan karena pemiliknya jahat atau bagaimana. Tapi penghasilan di kafe lebih besar di bandingkan tempat sebelumnya. Feli tidak bisa lagi hanya memikirkan dirinya saja. Akhirnya jam mata kuliah itu selesai. Feli menarik napasnya panjang. Ya Tuhan aku akan terlambat? rutuk Feli. Ya Tuhan, Feli berlari secepat mungkin dari kampusnya saat melihat arloji di tangannya. Ya , dia sudah hampir terlambat ke cafe dan pasti akan kena marah lagi. Sesampainya di cafe, Feli langsung mengganti pakaiannya dan membersihkan semua meja. Dia hanya bisa berdoa kalau atasannya tidak tahu kalau dia terlambat. Belum sampai satu jam Feli membersihkan cafe. Lagi-lagi Feli muntah ditengah-tengah pekerjaannya. Apa aku harus mengambil cuti kuliah dan fokus mencari uang untukmu? Feli berbicara sambil mengelus perutnya. Feli sangat mandiri di tengah keterbatasannya, dia tidak suka berpangku tangan dan Feli merasa dirinya bukanlah orang yang lemah. Ya... walaupun Feli hidup sebatang kara. Tetap saja kenangan orang tuanya selalu hidup di diri Feli dan menjadikannya kuat. Feli sudah memutuskan untuk menatap dunia, walau sesekali dia mengunjungi makam orang tuanya dan menangis melepaskan beban yang sangat berat dia rasakan. “Feli...!!” teriak sang atasan hingga membuat Feli terbangun dari lamunan. “Iya, maafkan saya pak!!” jawab Feli lembut. “Kamu jangan seperti itu, bukannya saya enggak tahu kamu terlambat. Tapi di sini saya menghargai kamu yang selalu rajin dan bersih dalam melakukan apapun. “Iya pak, saya mengerti dan tidak akan ulangi lagi” jawab Feli sambil menunduk. Feli kembali kebelakang saat semuanya sudah selesai. Dia terduduk di bawah nakas sambil memegang perutnya dengan lembut. Feli kembali berdiri saat mendengar salah satu pelanggan keluar dari cafe. Dengan cepat Feli membersihkannya. Atasan Feli melihat itu dari jauh! Feli anak yang baik, sangat di sayangkan dia bisa mengalami ini. Hamil di luar nikah bukan persoalan yang mudah. Atasan tersebut menggelengkan kepalanya, dalam waktu dekat dia akan memecat Feli. Kau harus kuat dan aku akan menjadi lebih kuat. Walaupun aku tidak tahu akhir dari kisah in, tetap saja dirimu adalah yang terbaik. - Di kantornya Angga masih sibuk dengan semua berkas. “Kalian harusnya lebih teliti lagi dalam membuat bekas penjualan dan bahan baku. Ini apa namanya, saya ingin karyawan saya itu lebih menghargai perusahaan ini yang menaungi kalian. Saya tidak ingin menggaji karyawan yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Semua karyawan terdiam saat mendengar Angga meledak hari ini. Angga di kenal sebagai atasan yang ramah jadi dia terbiasa murah senyum dan jarang sekali memperlihatkan kemarahannya seperti saat ini. “Saya ingin kalian perbaiki semua ini. Jangan sampai Perusahaan ini runtuh dan kalian tidak lagi punya pekerjaan!!” Angga membanting berkas yang berada di tangannya kepada mereka yang bertanggung jawab. “Kamu jangan keluar masuk hotel kalau pekerjaan kamu belum selesai!” Tunjuk Angga pada salah satu pegawainya yang beberapa kali bertemu dengan Angga bersama wanita masuk ke Hotel. “Saya tidak masalah kalian mau ngapain, mau sok hebat atau kayapun enggak masalah bagi saya. Asal kalian tahu batasan dalam dunia nyata. Pekerjaan kalian.” Angga menarik napas panjang sambil membalik tubuhnya pergi berlalu begitu saja. Saat ini dia sangat malas berurusan dengan karyawannya yang kurang bertanggung jawab. Dalam keheningan terdengar hanya suara hembusan angin yang menyelinap di sisi telinga. Kepenatan pikiran ini telah terasa begitu berat, maka perlu bagi Angga untuk merileks kan pikiran agar menjadi lebih fresh. Sejenak memejamkan mata untuk terapi dalam menenangkan pikiran ini. Angga berjalan dengan malas. Dia baru saja menyelesaikan Rapatnya yang padat. Rapat ini membuat aku kurang oksigen!! Angga menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke Sofa yang berada di dalam ruang kerjanya. Angga mengendurkan urat yang tegang dengan menggeliat ke sana kemari diatas sofanya. Dasi yang dia kenakannya begitu menggerahkan dan tarikan napasnya pun tertahan. Ya, Angga sangat perlu melonggarkan dasi yang masih melingkar kencang di lehernya. Terlihat raut wajah Angga begitu prustasi menghadapi hai-harinya. “Brengsek..” bahkan ketika rapat pun dirinya masih saja memikirkan wanita itu” Pria itu berdiri dari tempat malasnya dan melihat berkas yang tidak henti dia lihat setiap hari. Fel... Angga tersenyum bila mengingatnya. Wanita ini sangat penuh sensasi sampai Angga sulit untuk melupakannya. Hah... Angga menarik napas berat berusaha untuk menghilangkan apa yang menjadi permasalahan pikirannya saat ini. "Gila sekali nasibku jika harus berurusan dengannya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD