3. UFF KAMU?!

872 Words
Mia sesegukan menangis, dia tidak mendapatkan bayaran dari pekerjaannya. "Lelaki memang b******k. Mereka selalu saja meninggalkan perempuan terlantar setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan" Mia menangis seraya melempar bantal ke lantai. Dia berteriak sambil memaki. Tok tok!!! kembali bunyi pintu diketuk, "Room service." Terdengar kembali suara seorang pria di balik pintu. "sebentar." Mia segera bangkit dan memakai pakaiannya lalu membuka pintu kamar hotel Mia tertegun. Ia mendapati seorang pegawai hotel yang membawa nampan berisi makanan dan minuman "Permisi, saya mengantarkan makanan, Bapak Andre yang pesan. Waiter itu berkata seraya berjalan masuk ke dalam kamar, lelaki itu membawa dan meletakkan nampan itu di atas meja. "Permisi." Waiter itu pergi. Telepon kamar berdering. "Halo," Mia menjawab telepon. "Mia, aku pesankan kau sarapan. Aku lagi di Coffee shop sekarang, aku bertemu temanku. Kau makanlah." "Ok." Mia menutup pembicaraan. Mia tersenyum senang, ternyata dia tidak ditinggalkan. Ia segera lalu menyantap makanannya. Makanan itu sangat enak sebenarnya, tapi karena Mia tadi malam meminum minuman beralkohol cukup banyak, perutnya terasa mual. Mia memandang ke arah pintu saat terbuka. Andre mendekat ke arahnya sambil tersenyum kemudian mengecup pipi Mia sembari mengusap kepalanya dengan lembut. Hati Mia terasa luruh mendapat perlakuan seperti itu. Ditambah lagi sebelumnya Mia mengira dirinya telah ditinggalkan kabur Andre. Mia senang ternyata Andre tidak pergi meninggalkan dirinya. "Makan?" Mia menawarkan sarapan sambil tersenyum lebar. Dia merasa senang. "Tidak, aku sudah sarapan bersama temanku," ucap Andre sambil menyurungkan minuman kepadanya saat melihat gadis itu kesulitan menelan makanannya. Ia terlihat seperti mau muntah. Dengan senang hati Mia menyambutnya Mia merasa canggung saat dia melihat andre menatapnya begitu lekat, "Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" Mia menjadi salah tingkah "Mia, sudah berapa lama kau bekerja seperti ini?" Ia bertanya sembari menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Sudah dua tahun. Kenapa?" "Pernahkah kau berpikir untuk berhenti dari pekerjaan ini?" Andre bertanya sambil menyatukan ruas jarinya dan menumpangkan kedua pahanya. "Tentu saja aku mau, tapi untuk sekarang aku belum bisa. Walaupun aku sangat menginginkannya. Aku harus menafkahi keluargaku. Aku hanyalah keluarga miskin dengan empat saudara." Mia berkata dengan perasaan sedih, Ia menahan air mata yang hampir menetes. "Menikahlah denganku Mia, aku akan bertanggung jawab kepadamu dan juga pada keluargamu." "Hah?! A-apa?!" Mia ternganga tidak percaya apa yang dia dengar. Mia berusaha mencernanya susah patah. Ia berpikir Andre sedang mempermainkannya. "Tidak mungkin ada orang mengajak menikah pada saat kali pertama mereka bertemu. Orang ini sudah tidak waras!" Mia bergumam di dalam hati sambil menggelengkan kepalanya. Seulas senyum aneh tercipta di bibirnya. Dipandanginya lelaki di depannya itu dengan seksama. Pria dengan tubuh yang tegap dan gagah, serta tinggi badan yang proporsional. Ia memiliki wajah yang menawan hati. Dia masih muda, berusia pertengahan 30-an Tentu saja akan memikat setiap wanita yang memandangnya. "Kau melamarku? Atau membuat diriku sebagai lelecon?! Jangan keterlaluan. Hatiku mudah terluka dengan hal-hal seperti ini." Mia tersenyum sinis. "Iya aku melamarmu. Aku ingin membantumu agar kau bisa segera keluar dari dunia malam. Bukankah kau ingin berhenti dari pekerjaanmu? Maafkan aku bukan aku bermaksud untuk melecehkanmu. Tapi aku memang berniat membantumu untuk keluar lebih cepat dari pekerjaan ini." Andre terlihat sangat sungguh-sungguh dengan perkataannya. Tatapan matanya memandang Mia dengan lekat. Raut wajahnya diliputi kecemasan. "Entahlah, ini terlalu mendadak" Mia mengangkat bahunya dengan cuek. "Kau boleh pikirkan dulu, tapi lebih cepat lebih baik." Andre berkata dengan nada tegas. Mia bermain dengan pikirannya, Dia sebenarnya takut memiliki suami mereka para lelaki yang telah menjadi pelanggannya. Selama ini banyak lelaki yang mengajak dirinya menikah, tapi ia selalu menolaknya. Ia takut jika suaminya kelak bermain-main di belakangnya. Egois memang, namun Mia hanya ingin memperbaiki dirinya terlebih dahulu sebelum Ia memiliki suami. Ia ingin bertemu dengan lelaki pilihannya dengan cara yang baik. Setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya. "Andre, aku harus pulang sekarang." Mia bersiap, dia memasukan barang- barang miliknya ke dalam tas. "Ok, Aku juga mau keluar." Andre menyerahkan amplop berwarna coklat pada Mia. Di amplop itu tertera sederet nomor telpon. Mia sangat terkejut melihat amplop itu, nampak begitu tebal. Dia tersenyum kemudian mengecup pipi Andre, "Terimakasih, ini nomor teleponmu?" Mia menunjuk deretan nomor yang tertera di atas amplop. "Iya" Andre tersenyum. "Siapa tau kamu nanti berubah pikiran dan ingin menghubungiku." "Tidak perlu ditulis, langsung simpan saja, mana ponselmu?" Mia memasukan nomornya. Mereka pun saling bertukar nomor telpon. Mia melangkah keluar kamar hotel, dia duduk di lobby hotel sambil menunggu taxi menjemputnya. Mia memikirkan perkataan andre. Memang seharusnya dia berhenti dari pekerjaan ini. "Pekerjaan ini sangat buruk." Mia membatin. "Tapi, aku bahkan belum mengenalnya." Mia sepertinya mulai mempertimbangkan perkataan Andre. Dengan wajah tampan yang dimiliki Andre, tentu semua wanita akan mempertimbangkan perkataannya. Tak lama taxi jemputan Mia datang. Dia bergegas naik taxi dan pulang. Dia ingin melanjutkan tidur di dalam kamarnya tanpa gangguan. Di dalam Taxi Ponsel Mia berdering, tertera nama Kayla, dia adalah adik perempuannya. "Kak, apa kabar? Kapan pulang? Ibu merindukanmu." "Nanti aku pulang saat dapat libur kerja." "Kakak, kau memiliki uang? Ada yang harus kubayar di sekolah." "Aku akan kirimkan uang, sekalian untuk uang belanja di rumah, kau dimana sekarang?" "Di sekolah, Kak." "Baik-baiklah kau di sekolah, jangan macam- macam. Kalau sudah pulang sekolah, pulang langsung ke rumah. Belajarlah yang rajin." "Iya, Kak. Sudah dulu, aku harus masuk kelas. Bel masuk sudah berbunyi." "Baiklah" mereka mengakhiri pembicaraan. Keluarga Mia-lah yang membuat dirinya bertahan dengan pekerjaan ini. Jika orang- orang berpikir mudah mencari uang seperti ini mereka salah. Hanya segelintir orang yang yang memperlakukan para wanita malam dengan baik. Kebanyakan dari mereka bersikap semau mereka. Tak jarang mereka pun main tangan "Aku lelah" keluh Mia dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD