20 - Livanto

2654 Words
        Akhirnya air yang berada di dalam bendungan terkuras habis setelah menerjang kota yang ada di bawahnya dalam waktu kurang lebih sepuluh menit. Tanpa mengirim beberapa pasukan untuk memeriksa keadaan kota itu, Syville bisa tahu bahwa tidak ada seorang pun yang selamat dari ribuan ton air yang menerjang tanpa ampun.         “Dan, kirim beberapa pengintai untuk memeriksa menara Deena. Pastikan mereka tidak membuat kesalahan yang sama seperti sebelumnya,” perintah Syville pada Dan yang berdiri di sampingnya.         “Baik, Nona,” jawab Dan singkat sebelum ia memutar tubuhnya dan pergi berbicara dengan kepala pasukan pengintai.         Syville mendesah pelan sambil mengusap keningnya. “Bagaimana dengan ayah, Kak?”         “Aku baru dapat kabar kalau saat ini ayah sedang berada di perjalanan menuju tempat ini,” jawab Vayre. “Ia juga membawa beberapa pasukan dan bala bantuan dari keluarga Livanto.”         Kening Syville sedikit berkerut mendengar perkataan dari kakaknya. “Keluarga Livanto? Maksudmu keluarga ‘Duke’[1] Livanto yang itu? Bukankah mereka tinggal di pusat kerajaan dekat dengan keluarga kerajaan?”         “Itu benar. Mungkin saat berada di pusat kerajaan ayah bertemu dengan salah satu dari anggota keluarga Livanto dan mendengar kabar tentang perbatasan yang diserang,” lanjut Vayre.         Syville mengerutkan dagunya merasa tidak senang. Tidak, lebih tepatnya ia merasa sedikit lega karena ada bala bantuan, namun yang membuatnya sedikit merasa terganggu adalah seseorang yang memiliki kedudukan di bawah keluarga kerajaan langsung bersedia untuk membantu dalam kejadian yang belum tentu akan menyebabkan perang antar kerajaan.         Perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu tidak biasa yang akan terjadi …         Syville mendesah pelan sambil menggenggam tombaknya lebih erat. “Ayo kembali. Kita harus menyiapkan rencana selanjutnya.”         .         .         Kabar dari pasukan pengintai datang tidak lama setelah Syville dan yang lainnya kembali ke markas sementara mereka. Seperti yang diperkirakan olehnya, beberapa penduduk melarikan diri ke menara Deena untuk  berlindung.         Kebanyakan dari mereka merupakan wanita dan anak-anak, dan mereka semua ditinggalkan oleh suami, ayah, saudara, dan orang yang mereka sayangi dalam waktu yang singkat.         Syville memerintah beberapa pasukan untuk mengantar orang-orang itu menuju kota terdekat dari tempat ini untuk mengungsi. Setelah ia selesai membereskan semua masalah yang ada di tempat ini, tugas pertama yang harus ia kerjakan adalah mencari tempat tinggal baru untuk mereka semua.         Mungkin karena rencana yang Syville jalankan untuk kembali merebut kota yang diserang oleh pasukan musuh selesai dalam waktu yang singkat, sampai langit terlihat lebih terang dari pada sebelumnya, ia tidak mendengar kabar tentang pasukan musuh yang mulai bergerak. Mereka pasti kembali membuat ulang rencana mereka dari awal.         Hal seperti inilah yang paling membuat Syville takut. Rencana yang dibuat secara gegabah dan terburu-buru hanya akan merugikan pasukanmu sendiri. Tidak hanya membuang-buang sumber daya dan waktu, tetapi p*********n yang gagal juga menurunkan moral pasukan dan juga jumlah pasukan itu sendiri.         Meski demikian, membuat rencana untuk bertahan dan mendorong balik pasukan musuh tetap Syville lakukan. Ia juga dibantu oleh Dan, bahkan Vayre yang biasanya berada di sekitar pasukannya lebih memilih untuk ikut membantu Syville.         Salah satu alasan kenapa kakaknya ini hampir tidak pernah ikut serta dalam membuat rencana mungkin karena ayah, atau alasan lain seperti melindungi Syville dari dekat.         Syville mendesah cukup panjang. Saat ini seseorang yang seumuran dengannya mungkin masih tertidur pulas di kasurnya yang empuk dan hangat. Meski pun mereka sudah bangun, mungkin saat ini mereka sedang membaca buku atau sedang belajar menyulam. Bukan berarti ia mau melakukan hal yang sama, sih.         Vayre tiba-tiba mengacak-acak rambut Syville dengan cengiran yang terpasang di wajahnya. “Kenapa cemberut seperti itu?”         Merasa sedikit malu karena kakaknya sendiri sadar kalau ia sedang memikirkan hal lain meski peperangan sedang berlangsung, Syville berdeham pelan kemudian berkata, “Aku hanya memikirkan kapan ayah datang.”         “Ahh … mungkin tidak lama lagi. Mengingat ayah yang bahkan belum satu hari sudah sampai di pusat kerajaan saja cukup mengesankan,” kata Vayre. “Sedikit butuh waktu lebih banyak untuk kembali, ditambah dengan bala bantuan tentunya.”          Kening Syville berkerut semakin dalam. Semoga saja tidak ada pergerakan dari pasukan musuh sampai ayahnya tiba.         .         .         Dari puluhan permintaan yang selalu dibuat oleh Syville, akhirnya salah satu di antaranya terkabul. Ayahnya benar-benar sampai sebelum pasukan musuh kembali menyerang.         Baru kali ini ia melihat tampilan ayahnya yang berantakan. Pakaian yang ia gunakan sudah kusut dan kotor, rambutnya yang biasa disisir rapi ke belakang bagaikan baru saja diterjang oleh badai. Tapi yang membuat Syville kasihan adalah kuda yang ditunggangi oleh ayahnya.         “Dan, bagaimana keadaannya?” kata ayahnya dengan napas yang terengah-engah.         Dan langsung berlari mendekat sambil berkata, “Terima kasih pada rencana Nona Syville, pasukan musuh dapat dengan mudah didorong kembali.”         “Oh? Rencana apa? Aku belum sempat mendengarnya.”         “Um, dengan menggunakan air dalam bendungan yang berada di bukit,” jawab Syville. “Aku menggunakan bahan peledak.”         Kedua alis ayahnya sedikit terangkat, kemudian ia menerima segelas air yang baru saja diberikan oleh Vayre. “Bagaimana dengan kotanya?”         “Terbakar habis, begitu pula dengan penduduk kota yang belum sempat melarikan diri,” tambah Syville. “Aku sudah meminta beberapa pasukan untuk mengantar penduduk yang berhasil selamat ke kota terdekat.”         “Untuk rencana pertama yang kau jalankan dalam perang secara langsung … tidak terlalu buruk,” gumam ayahnya pelan.         Dan membenarkan posisi kacamatanya dan berdeham pelan. “Rencana mendorong pasukan musuh juga dilakukan tanpa adanya korban dari pasukan kita.”         “Koreksi. Kerja bagus,” tambah ayahnya.         Entah Syville harus merasa senang, lega, atau aneh karena ayahnya terus memujinya. Tapi untuk saat ini Syville mengesampingkan perasaannya sendiri dan berkata, “Sampai saat ini pasukan pengintai belum memberi kabar adanya pergerakan dari pasukan musuh.”         “Sepertinya mereka harus menyusun kembali rencana dan pasukan mereka karena kita berhasil mendorong mereka kembali dengan cepat,” tambah Dan.         “Baiklah. Aku perlu berbicara dengan Syville.”         Syville langsung melirik ke arah Vayre, yang juga dibalas langsung olehnya. Setelah menganggukkan kepalanya sekali, Dan keluar dari tenda tempat pertemuan itu, disusul oleh kepala pasukan pengintai dan beberapa petinggi lainnya. Vayre menepuk pelan bahu Syville sebelum menyusul yang lainnya.         “Ada apa, ayah? Apa rencana yang kubuat merugikan?”         “Dalam sebuah perang, tidak ada yang namanya untung atau rugi, Syville. Di balik itu semua hanya ada kematian yang mengatas namakan demi kebaikan kerajaan,” jawab ayahnya sedikit memelankan suaranya.         Tenggorokkan Syville terasa sedikit tercekat, entah kenapa ia ikut memelankan suaranya ketika bertanya, “Lalu … ada apa?”         “Kau ingat Cainelle? Aku percaya kau pernah bertemu dengannya satu kali saat kau ikut denganku untuk menghadiri jamuan keluarga kerajaan.”         “Tentu. Cainelle ‘iz Livanto, putra ketiga dari keluarga Duke Livanto,” jawab Syville sambil menganggukkan kepalanya. “Aku dengar ada seseorang dari keluarga Livanto yang mengirim pasukan untuk membantu kita, ‘kan?”         “Itu benar,” jawab ayahnya dengan senyuman tipis, yang entah mengapa membuat Syville semakin khawatir karena terakhir kali ia melihat ayahnya tersenyum ketika ibunya masih ada …         “Umm … bukankah itu bagus? Apakah itu yang membuat ayah se … sedikit senang?”         Ayahnya tertawa satu kali kemudian menepuk bahu Syville sambil berkata, “Oh, tentu. Tentu beban di punggungku sedikit berkurang karena salah satu dari empat keluarga Duke bersedia untuk membantu kita. Tapi tidak hanya itu …”         Syville sedikit memiringkan kepalanya ke samping. “Tidak hanya itu?”         “Salah satu alasan kenapa keluarga Livanto bersedia untuk mengirim bala bantuan ke tempat ini karena dirimu, Syville.”         Rasanya kepala Syville sedikit lebih miring ke samping setelah mendengar perkataan ayahnya itu. “Err … kenapa aku?”         “Mungkin karena pertemuan singkat yang pernah terjadi antara dirimu dan Cainelle, anak itu langsung menyukai dirimu.”         Padahal, saat ini Syville tidak sedang makan atau minum. Tapi bisa-bisanya ia tersedak ludahnya sendiri dan batuk cukup keras di depan ayahnya.         Ayahnya tertawa sambil mengusap punggung Syville dengan lembut. “Lihatlah, padahal saat itu kau masih sangat muda. Tapi karena kau sangat mirip dengan ibumu, aku tidak heran jika anak itu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama! Dahulu sekali, saat ayah …”         “Tunggu sebentar, ayah,” potong Syville cepat sebelum ayahnya mulai menceritakan kisah cintanya dan ibunya yang jujur saja membuat Syville merasa tidak nyaman. “Jadi … keluarga Livanto bersedia untuk membantu kita karena Cainelle … uh, padaku?”         Ayahnya menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Tentu saja! Mungkin ada beberapa alasan kecil yang lain.”         Kening Syville langsung berkerut, kemudian kembali bertanya, “Tapi untuk seorang anggota keluarga Duke langsung mengirim pasukan dalam waktu yang singkat … apa keluarga kerajaan sudah memastikan bahwa p*********n di perbatasan akan menjadi perang antar kerajaan?”         “Karena laporan darimu mengenai harga besi yang tiba-tiba naik dengan pesat, pencarian informasi di daerah perbatasan langsung berjalan lebih cepat dan mudah,” jawab ayahnya. “Sebelumnya kami berhasil menemukan pembeli besi dalam jumlah yang sangat besar merupakan anggota dari kelompok perlawanan kerajaan.”         “Ayah langsung menemukan semua informasi itu hanya dalam beberapa jam saja?” tanya Syville sedikit takjub.         Ayahnya kembali tertawa satu kali. “Mencari informasi semudah itu tidak membutuhkan waktu yang banyak. Jika saja kau tidak menemukan keanehan dalam harga besi yang tiba-tiba naik, mungkin saat ini di setiap perbatasan kerajaan tidak memiliki waktu yang cukup untuk bersiap-siap terhadap penyerangan.”         “Jadi setiap perbatasan memang diserang, ya?” gumam Syville pelan. “Apa karena itu mereka tidak kembali menyerang?”         “Mereka bisa menyerang dari bagian perbatasan yang lain,” tambah ayahnya. “Karena itu bersiap-siaplah, Syville. Setelah pasukan dari keluarga Livanto datang, kita akan membantu bagian perbatasan yang lain.”         “Mhm, baiklah … kalau begitu aku akan kembali untuk memeriksa pasukan terlebih dahulu—”         “Ah, tunggu sebentar. Ada satu hal lagi yang harus aku beritahukan padamu,” potong ayahnya cepat. “Kenyataan bahwa keluarga Livanto bersedia untuk membantu kita bukan hanya karena ia tertarik padamu Syville,”         Mendengar hal itu, tanggung jawab yang tiba-tiba Syville rasakan semenjak mendengar salah satu dari keluarga Duke Livanto tertarik padanya langsung berkurang. “Tentu saja aku tahu, ayah. Tidak mungkin hanya karena seseorang tertarik padaku sehingga ia mengirim pasukan dan ikut berperang, ‘kan?”         “Tentu saja. Karena anak ketiga dari keluarga Livanto ini tidak hanya tertarik padamu, Syville. Tetapi ia juga langsung meminta izin padaku untuk melamarmu,” tambah ayahnya.         Syville menggaruk telinganya beberapa kali, merasa ada yang salah dengan pendengarannya. “Uhh … maaf ayah, bisa ayah ulangi apa yang baru saja ayah katakan?”         “Sudah kubilang, aku menerima lamaran Cainelle untukmu, Syville.”         Rasanya seluruh darah yang ada di wajah Syville menghilang seketika. “Tunggu, ayah … maksudmu aku dan Cainelle—”         Pertanyaan yang akan Syville katakan kembali ia telan setelah punggungnya merasakan adanya hembusan angin secara tiba-tiba. Seseorang baru saja menyibak pintu tenda untuk masuk ke dalam tempat dirinya dan ayahnya berada.         Entah karena di luar lebih terang dibandingkan dari dalam tenda, atau memang mata Syville juga ikut bermasalah menyusul telinganya. Karena, ketika Syville melihat orang yang baru saja masuk ke dalam tendanya, ia harus menyipitkan matanya karena cahaya yang terasa menusuk kedua matanya.         Entah kenapa, rasanya orang yang tidak pernah ia lihat ini memiliki matahari pribadi untuk menyinari dirinya sendiri. Butuh beberapa kali untuk Syville mengedipkan matanya sampai ia bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.         Meski begitu, ia tetap tidak tahu siapa orang itu. Mata berwarna hijau cerah bagaikan batu giok dengan tatapan yang sangat lembut, serta potongan rambut pendek yang rapi berwarna cokelat kemerahan.         Entah kenapa, untuk sesaat rasanya d**a Syville berdegup dengan kencang, tenggorokkannya terasa tercekat seketika. Rasanya ia hampir menyebutkan nama seseorang … tetapi entah kenapa nama itu buyar seketika, meninggalkan rasa yang aneh pada lidahnya.         “Ah. Apa aku mengganggu? Maaf karena masuk tanpa izin. Seseorang langsung memintaku masuk saat aku baru sampai,” katanya.         Ayah Syville langsung berdiri dari duduknya sambil membuka kedua tangannya dengan ramah. “Cainelle, kau sudah sampai!”         Syville menaikkan kedua alisnya. Jadi orang ini yang bernama Cainelle. Ia masih mempertanyakan tentang jantungnya yang berdebar lebih cepat ketika ia melihatnya. Tentu ini bukan karena ia yang ikut jatuh cinta pada pandangan pertama, ‘kan?         “Marquis[2] Lyttleton! Maaf karena keterlambatanku,” kata Cainelle yang terlihat sedikit panik sambil menerima uluran tangan ayah Syville.         “Omong kosong apa yang kau katakan? Seharusnya aku berterima kasih karena keluarga Livanto berbaik hati meminjamkan pasukannya pada kami.”         Cainelle tertawa satu kali, kemudian menambahkan, “Omong kosong apa? Sebagai salah satu bangsawan yang tinggal di kerajaan, bukankah memang wajar untuk mempertahankan kerajaan dari serangan musuh?”         Ayah Syville menganggukkan kepalanya berkali-kali sambil menepuk pelan punggung Cainelle. “Oh, benar juga. Aku sampai lupa. Cainelle, perkenalkan ini putriku. Tentu kau sudah mengetahuinya, ‘kan?”         Mendengar perkataan ayahnya, kesadaran Syville langsung kembali pada orang yang ada di depannya ini. Ia tidak ingat apakah saat jamuan keluarga kerajaannya itu ia pernah berbicara secara langsung dengan Cainelle atau tidak.         Ia juga yakin bahwa ini pertama kalinya ia bertemu dengan Cainelle. Tapi kenapa … kenapa perasaannya mengatakan bahwa ia pernah bertemu dengannya di suatu tempat? Atau mungkin bukan dengan Cainelle … tetapi seseorang yang sangat mirip dengannya dan ia merasakan kalau dirinya begitu akrab dengan orang itu?         Cainelle yang perhatiannya baru tertuju pada Syville langsung berdiri kaku di tempatnya, wajahnya juga terlihat sedikit merah. Dengan gerakan yang panik ia mengusap kedua tangannya pada celananya, setelah berdeham pelan ia berkata, “Ha-Hai, apa kabar?”         Kedua alis Syville semakin terangkat tinggi, sedangkan ayahnya malah tertawa terbahak-bahak yang bahkan membuat Syville sedikit takut karena sikapnya saat ini jauh berbeda dengan sikapnya yang biasa.         Setelah ayahnya menjadi lebih tenang dibandingkan dengan sebelumnya, akhirnya Syville menerima uluran tangan Cainelle dan mencoba untuk memasang senyuman di wajahnya. “Aku baik-baik saja, Tuan Cainelle. Bagaimana denganmu?”         Cainelle langsung menepuk keningnya cukup keras, kemudian ia menggelengkan kepalanya dengan wajah yang terlihat semakin merah padam. “Ah, maafkan aku. Biasanya aku tidak seperti ini …”         “Jangan terlalu kaku! Setelah p*********n ini selesai, kalian akan bertunangan, ‘kan?”         “Marquis Lyttleton!” sahut Cainelle cukup keras.         Wajah ayah Syville langsung berubah serius. Senyuman yang sangat jarang sekali Syville lihat menghilang seketika, ia kembali seperti ayahnya yang biasa. “Kenapa? Jangan bilang apa yang kau katakan sebelumnya itu tidak benar?” tanyanya dengan nada yang sangat rendah.         Cainelle menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Te-tentu tidak! Aku sangat serius, benar-benar serius. Kembali melihatnya setelah begitu lama, akhirnya aku bisa yakin kalau aku benar-benar … benar-benar … ja-ja-ja …” Tiba-tiba ia memukul kedua pipinya dengan cukup keras dan kembali berkata dengan suara yang sangat kencang, “Jatuh cinta pada anakmu!”         Mendengarnya saja Syville merasa sangat malu, apalagi orang yang mengatakannya secara langsung? Rasanya kepala Syville sedikit terasa sakit.         “Tapi saat ini bukan waktu yang tepat,” kata Cainelle yang akhirnya terlihat lebih tenang. “Setelah semua ini selesai, aku akan langsung menikahi—”         “Bertunangan. Tunggu sampai anakku delapan belas tahun dan melakukan debutnya,” potong ayah Syville cepat.         Cainelle berdeham pelan, kemudian melanjutkan perkataannya, “Setelah semua ini selesai, akan kupastikan hal pertama yang kulakukan adalah … bertunangan … denganmu …” Setiap kata yang ia ucapkan, suaranya semakin lama semakin kecil.         Melihat sikapnya membuat Syville tertawa pelan. “Tidak masalah, Ze—” Lidah Syville langsung tergigit karena kata yang akan ia keluarkan. Ze … Ze? Nama siapa yang akan ia ucapkan? []         Note:         [1] Duke: Istilah Inggris untuk suatu gelar kebangsawanan. Asalnya dari bahasa Prancis duc, yang sendirinya berasal dari bahasa Latin dux yang berarti "pemimpin". Gelar ini diberi oleh sejumlah kerajaan Eropa sejak Abad Pertengahan. Istilah Belandanya adalah hertog dan Jerman, Herzog. Duke merupakan gelar bangsawan tertinggi setelah Marquess dan sebelum Raja.         [2] Marquis: Marquess adalah gelar kebangsawanan yang berada di bawah duke dan di atas earl atau count. Pelafalan Prancis untuk gelar ini, marquis, kerap digunakan dalam bahasa Inggris.         Di masa lalu, perbedaan antara marquess dan count adalah tanah kepemimpinan marquess, disebut march atau mark, berada di tanah perbatasan negara, sedangkan biasanya count tidak. Hal ini menjadikan seorang marquess dipercaya untuk melindungi negara dari potensi serangan negara tetangga, menjadikan kedudukannya berada di atas count.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD