Sambil mengusap bagian belakang lehernya, Fein menahan kuap dengan sebelah tangannya yang bebas. Di sampingnya, Baron mengalihkan pandangannya dari Fein, karena percaya kalua menguap juga bisa menular.
Baru tiga hari Baron dan Fein bekerja pada Trey. Kemudian pada hari keempat, tiba-tiba Trey menyuruh mereka mengantarnya ke sebuah tempat yang belum pernah ia dan Fein kunjungi selama bekerja menjadi pengawal Trey. Mencium adanya sebuah petunjuk, Fein yang biasanya sulit sekali dibangunkan pagi-pagi kali ini bangun lebih awal dibandingkan dengan Baron.
Sayangnya, kenyataannya tak seindah apa yang diharapkan oleh Fein. Meski mereka mengantar Trey ke sebuah bangunan tua mencurigakan yang ada di tengah hutan, Baron dan Fein hanya bisa menunggu di luar sebuah ruangan yang kedap suara. Seberapa pun tajamnya pendengaran mereka berdua, mereka tidak bisa mendengar suara dari dalam.
Ditambah lagi dengan banyaknya seseorang yang menjadi ‘pengawal’ untuk orang-orang yang ikut dalam pertemuan itu, mereka berdua tidak bisa bergerak dengan bebas.
Satu kali Baron mengelilingi bangunan itu setelah memberi alasan untuk buang air kecil. Namun sayangnya, ia tidak menemukan ruangan tempat di mana Trey berada dari luar. Kemungkinan ruangan itu juga tidak memiliki jendela.
Ketika matahari hampir terbenam, akhirnya Trey dan orang-orang yang ia temui keluar dari ruangan itu. Menghapal wajah dan suara orang lain sangat mudah dilakukan oleh Baron dan Fein. Sayangnya, salah satu kekurangan mereka adalah tidak bisa menggambarkan ciri-ciri orang itu di atas sebuah kertas.
Ketua serikat tidak akan merasa puas jika menerima hasil pekerjaan mereka yang dilakukan setengah-setengah. Selain wajah, ketua serikat juga menginginkan nama mereka masing-masing.
Jika Baron atau Fein bertanya nama orang-orang yang ditemui oleh Trey, tentu saja ia akan curiga. Yang berarti mereka harus sabar dan menyelesaikan misi ini dengan hati-hati. Di akhir, hari ini mereka berdua tidak mendapatkan petunjuk apa pun.
Baron dan Fein sama-sama mendesah pelan. Kemudian dengan kode rahasia yang mereka buat sendiri, mereka menyusul Trey menuju kereta kuda miliknya dan kembali pulang.
.
.
Baron hanya bisa diam memerhatikan jalan yang ada di depannya. Kali ini, bagiannya untuk mengendarai kereta kuda, sedangkan Fein berada di dalamnya bersama Trey. Untuk sesaat ia melihat sebuah pergerakan dari ekor matanya. Langsung saja ia menghentikan laju kudanya. Sepertinya selain dirinya, ada orang lain yang menargetkan Trey.
Dari belakangnya Baron mendengar suara jendela kereta kuda yang dibuka. Kepala Fein keluar setelahnya. “Hei, ada apa?”
Baron memakai sarung tangannya, lalu menjawab, “Ada yang ingin menemui kita.”
Mulut Fein langsung membentuk huruf ‘o’. “Baiklah. Serahkan yang di sini padaku.”
Setelah mendengar jawaban Fein, Baron turun dari kereta kuda itu, dan berjalan menuju semak-semak yang tidak jauh darinya.
“Aku ingin buang air kecil sebentar!” sahut Baron pura-pura.
Fein mendesah sambil menggelengkan kepalanya. “Jangan terlalu lama! Bagaimana jika ada sekelompok orang yang menyerang? Kau ingin aku mati dengan cepat?!”
Baron mendengus pelan sambil melambaikan tangannya tidak peduli. “Kalau begitu takdirmu memang mati di tempat ini.”
Setelah berjalan cukup jauh dari kereta kuda, sepertinya orang-orang yang dari tadi mengikutinya tidak memiliki pemikiran untuk menyerang sekarang. Tidak ada pilihan lain, akhirnya Baron melepas ikat pinggangnya dan sedikit menurunkan celananya.
Ujung bibir Baron terangkat ketika ia mendengar sebuah suara tak jauh darinya. Ia yang sudah tahu akan diserang, dengan gerakan yang mulus kembali membetulkan celananya.
Kurang lebih ada tiga orang yang tiba-tiba menerjang ke arahnya dari balik punggungnya. Masing-masing dari mereka membawa sebuah belati. Sayangnya mereka tidak tahu, meski pun Baron melawan sepuluh orang sekaligus, ia tetap tidak akan bisa dikalahkan dengan mudah.
Dengan lihai Baron menghindari serangan dari ketiga orang itu secara bersamaan. Salah satu dari mereka menerima tendangan tepat di dagunya, sedangkan dua lainnya harus meringis kesakitan karena Baron memutar dan mematahkan tangan mereka dengan mudah. Detik selanjutnya wajah mereka sudah sejajar dengan punggungnya.
Baron sengaja menyisakkan satu orang untuk ia introgasi. Namun sayangnya, entah apa yang orang itu sembunyikan dibalik mulutnya. Sebelum Baron sadar, dari mulut orang itu keluar busa dan ia kehilangan nyawanya seketika.
Sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Baron hanya bisa mendesah pelan dan kembali pada Fein dan Trey. Setidaknya dengan p*********n ini, mereka berdua bisa mendapatkan kepercayaan yang lebih dari Trey. Sepertinya ia harus berterima kasih pada siapa pun yang memilih untuk mengirim pembunuh bayaran pada Trey hari ini.
“Oh! Sepertinya kepalamu masih menyatu dengan tubuhmu,” kata Fein dengan nada yang ceria. Sayangnya, nadanya yang ceria itu tidak cocok dengan dirinya yang berkali-kali menginjak wajah seseorang yang terlihat sudah kehilangan kesadaran, atau kehilangan nyawanya.
Di sekitar kereta kudanya, ada tujuh orang yang tergeletak. Totalnya ada sepuluh orang. Mungkin orang ini benar-benar berniat untuk menghabisi Trey.
“Bagaimana dengan bos?” tanya Baron.
“Aman!” balas Fein sambil mengusap noda darah yang menempel di tangannya. “Total ada berapa orang?”
“Sepuluh.”
“Ha! Berarti aku menghabisi lebih banyak orang dibandingkan denganmu! Jangan lupa bayar makananku selama satu minggu setelah kita kembali,” kata Fein sambil mengedipkan sebelah matanya genit.
Baron mengerutkan keningnya dan berjalan ke dekat pintu kereta kuda, mengetuknya dengan pelan dan berkata, “Bos, apa kau baik-baik saja?”
Trey mengintip dari jendela kereta kuda dan membukakan pintunya setelah menyebarkan pandangannya ke sekeliling. “Aku baik-baik saja, terima kasih pada kalian berdua. Bagaimana dengan kalian? Apa kalian terluka?”
Fein menyengir lebar sambil menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya. “Tentu kami berdua baik-baik saja. Orang yang memiliki pemikiran untuk melukaimu sangat bodoh atau menganggap sepele kemampuan kami berdua.”
Baron menganggukkan kepalanya satu kali. “Sayangnya aku tidak bisa mengambil informasi dari mereka. Salah satu dari mereka bunuh diri sebelum aku sadar kalau ia menyembunyikan racun di dalam mulutnya.”
Fein mengusap dagunya sambil menyipitkan kedua matanya. “Hmm … mereka lebih baik mati dari pada gagal menjalankan misinya, ya?”
“Sepertinya orang yang menyewa mereka memiliki kedudukan yang cukup tinggi di lingkungan politikmu, bos.”
“Bagaimana, bos? Apa kau tahu seseorang yang mungkin menginginkan kepalamu?”
Trey memijat pelan keningnya sebelum menjawab, “Untuk saat ini aku memiliki beberapa kemungkinan. Tapi aku butuh bukti yang lain …”
Fein mengangkat kedua bahunya. “Yah, kau akan aman selama berada di sisi kami berdua.”
“Untuk saat ini, p*********n yang dilakukan oleh orang-orang itu berada di luar ruangan. Tapi … kami tidak bisa melakukan apa pun jika kau diserang saat kau mengadakan pertemuan seperti tadi, bos,” tambah Baron.
Fein menjentikkan jarinya sambil menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Ah! Itu benar! Kami tidak bisa membantumu jika kau diserang saat melakukan pertemuan.”
Trey memijat keningnya semakin keras, bahkan Baron bisa melihat keringat yang mulai membasahi keningnya. “Mungkin pertemuan selanjutnya kau bisa meminta izin untuk membawa kalian masuk ke dalam ruang rapat.”
“Itu lebih baik, bos,” jawab Baron sambil menutup kembali pintu kereta kuda itu. “Kalau begitu lebih baik kita cepat-cepat pergi dari tempat ini. Fein, duduklah di depan bersamaku.”
“Eh? Tapi aku baru duduk sebentar di dalam kereta kuda!” protes Fein.
Tentu saja, Baron tidak mengindahkan protesnya itu.
.
.
Baron tidak pernah mengerti apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang memiliki banyak uang, begitu pula dengan seseorang yang bekerja sebagai politikus.
Tetapi Baron mengerti apa yang dipikirkan oleh orang yang berkali-kali mengirim banyak pembunuh bayaran untuk menyerang Trey. Putus asa.
Awalnya sepuluh, kemudian dua puluh … dan terus bertambah. Trey sempat meminta pendapat pada Fein dan Baron untuk menyewa orang tambahan untuk menjaga dirinya. Tentu saja hal itu mereka berdua tolak karena jika ada orang lain, rencana utama mereka bisa gagal.
Karena sampai saat ini Fein dan Baron dapat dengan mudah mengalahkan orang-orang yang berusaha untuk membunuh Trey dengan mudah, akhirnya ia berpikir mungkin hal itu memang tidak dibutuhkan.
Terlebih lagi, terima kasih pada orang yang ingin melukai Trey. Karena kepercayaan Trey pada Fein dan Baron sudah tidak dipertanyakan lagi. Bahkan kali ini Trey mengizinkan mereka untuk ikut masuk ke dalam ruang rapat.
Kali ini mereka benar-benar berpikir mungkin misi mereka akan berakhir. Tapi lagi-lagi harapan mereka pupus saat menyadari kalau orang-orang yang mengikuti rapat itu selalu menggunakan topeng dan nama samaran.
Baru kali ini Fein dan Baron mengerjakan misi lebih dari dua minggu. Orang-orang ini benar-benar berhati-hati dalam melakukan kejahatan. Pantas saja mereka sangat sulit untuk diberantas.
Hari ini lagi-lagi berakhir dengan pekerjaan yang sia-sia. Fein yang bahkan tidak ingin bertemu dengan ketua secara suka rela kali ini merengek ingin kembali ke serikat, yang membuat Baron juga ingin pulang karena rindu ayam bakar madu yang ada di sana.
Seperti biasa, Viola dan istri Trey menyambut mereka pulang. “Ayah, kau terlambat!” protes Viola.
Trey baru saja selesai mengecup kening istrinya dengan sayang, kemudian mengelus kepala Viola yang seperti anak kecil. “Maafkan ayah, pekerjaan hari ini lebih banyak dari pada biasanya.”
“Jangan terlalu memaksakan dirimu. Kau sudah memiliki banyak uang, untuk apa terus menyimpannya tetapi kau melupakan waktu bersama keluargamu, hm?” tanya istri Trey.
“Baik, baik, maafkan aku …”
“Ayo cepat masuk! Karena kau datang terlambat, kami semua sudah selesai makan malam. Tinggal kalian saja yang belum,” kata Viola sambil menarik tangan ayahnya. “Kalian juga sesekali ikutlah makan malam bersama kami. Baron, Fein.”
Fein langsung memasang wajah yang ceria. “Sungguh? Apa kami boleh ikut, bos?”
Trey terkekeh pelan, kemudian menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Viola. “Tentu. Sesekali makanlah bersamaku. Kalian melakukan pekerjaan yang sangat luar biasa beberapa hari ini.”
Mendengar persetujuan dari Trey tentu saja membuat Fein merasa senang. Karena jika ia ikut makan bersama Trey dan keluarganya, itu berarti ia bisa makan masakan yang lebih enak. Namun sepertinya tidak untuk hari ini.
Entah kenapa ada aura berwarna hitam yang memenuhi meja makan ketika mereka semua sampai di ruang makan. Baron tidak tahu apakah ada sesuatu yang salah dengan matanya atau tidak, tetapi ketika ia melirik ke arah Fein, sepertinya tidak hanya dirinya yang melihat aura hitam itu.
“Lihat, ayah! Hari ini aku membuat makanan kesukaanmu! Karena beberapa hari ini kau selalu pulang terlambat karena pekerjaanmu itu,” kata Viola dengan semangat.
Baron bisa melihat kalau Trey sedikit kesulitan menelan ludahnya sendiri. Ia melirik dengan panik ke arah istrinya, yang dibalas oleh wajah simpati dan acungan ibu jari darinya.
Seketika, wajah Trey terlihat semakin panik dan mulai pucat. “A-apa kau membuatnya sendiri?”
Viola mengangguk, masih dengan semangat. “Tadinya, ibu dan koki yang ada di dapur memaksa untuk membantuku. Tapi, jika aku terus dibantu, kapan aku bisa mahir dalam memasak?”
“Umm ... tetapi ayah masih ada pekerjaan—”
“Tidak-tidak-tidak! Kau juga harus mengatur pola makanmu. Jika kerja saja yang kau pikirkan, kau akan sakit.”
“Sebenarnya, aku sudah makan tadi. Be-benarkan, Fein, Baron?”
Fein mengerutkan keningnya. “Eh, seingatku kau belum—”
Trey berdeham pelan, kemudian menambahkan, “Ah, tentu kalian tidak melihatnya. Karena aku makan saat di ruang rapat …”
Baron langsung mengerti kenapa Trey terlihat sedikit panik, bahkan istrinya pun terlihat seperti itu. Tetapi karena Fein yang kerja otaknya sedikit lambat, dan jika ia ditanyai soal makan otaknya semakin lelet, ia tidak bisa diharapkan untuk membantu Trey keluar dari keadaan seperti ini.
Meski Baron mulai sedikit khawatir karena reaksi dari Trey dan istrinya seperti itu, ia tidak bisa membantu Trey untuk keluar dari masalah ini
Viola mengerucutkan bibirnya, dan matanya terlihat mulai berkaca-kaca. “Hmm, baiklah … jika memang ayah tidak ingin makan bersama tidak apa-apa.”
Wajah Trey langsung luluh seketika, sedangkan istrinya langsung menepuk keningnya dan izin untuk pergi dengan alasan ingin memeriksa kedua anaknya yang lain.
“Ah!! Baiklah. Tetapi, sedikit saja, ya?” kata Trey yang akhirnya tidak tega melihat Viola.
“Kenapa sepertinya Trey tidak ingin makan masakan anaknya?” bisik Fein pada Baron.
“Aku tidak pernah meragukanmu dalam menyelesaikan pekerjaanmu, Fein. Tetapi otakmu itu, aku selalu meragukannya,” balas Baron.
“Nah, seperti itu dong! Hehe, ayo duduk, ayah~” kata Viola dengan manja sambil menarik ayahnya untuk duduk di kursi meja makan. “Kalian juga, ayo duduk!”
Fein yang masih tidak paham hanya menganggukkan kepalanya dan duduk di sebelah Viola. Sedangkan Baron duduk di sebelah Trey dan berhadapan dengan Viola sesuai dengan permintaannya.
Semakin dekat, Baron melihat kalau masakan yang ada di depannya ini terlihat semakin berbahaya. Entah apa yang dimasukkan dan dengan teknik apa Viola memasak dan bisa menghasilkan senjata pembunuh ini …
“Ayah harus banyak makan! Aku akan mengambilkannya,” kata Viola yang tak tahu diri dengan masakannya sendiri.
“Sayang, setelah masak sebanyak ini apa kau tidak kelelahan? Duduk denagn santai saja, ya? Biarkan ayah yang mengambil makanannya sendiri,” kata Trey cepat sambil mengambil … entah masakan apa itu yang tidak jauh di dekatnya.
“Kalian juga harus cepatlah ambil. Sebelum masakannya dingin!” kata Viola pada Fein dan Baron.
Fein yang sebelumnya semangat terlihat mulai ragu. Tetapi karena terus diperhatikan oleh Viola, ia tidak punya pilihan lain selain mengambil masakan misterius yang ada di dekatnya. Sedangkan Baron, mengambil yang terlihat paling tidak berbahaya. Sepertinya tumis sayuran? Entahlah, setidaknya Baron bisa melihat ada wortel, buncis, dan brokoli di dalamnya …
“Selamat makan,” gumam Trey pelan lalu menyendokkan makanan ke mulutnya. Dengan senyum yang dipaksakan, ia menggerakkan mulut dan rahangnya dengan kaku.
“Bagaimana? Enak, kan?” tanya Viola semangat.
Terlihat Trey yang berusaha untuk menelan makanannya dengan susah payah, kemudian menganggukkan kepalanya berkali. “Mhm, enak. Teruslah belajar masak.”
Trey yang sepertinya tidak ingin sengsara sendirian langsung menatap Fein dan Baron dengan tajam. Menyuruhnya untuk mulai makan. Mereka berdua yang mengerti dengan maksud Trey ikut menyuapkan satu sendok makanan misterius ke dalam mulut mereka masing-masing.
Untuk sesaat, rasa manis yang luar biasa memenuhi mulut Baron. Kemudian entah karena sayuran yang dimasak Viola belum matang atau apa, ia merasa kalau mulutnya mulai berlendir. Karena semakin lama masakan misterius itu berada di dalam mulutnya terasa semakin berbahaya, akhirnya ia memberanikan diri untuk menelannya dibantu dengan segelas air minum.
Sedangkan Fein, sepertinya ia tidak bisa menerimanya sebaik Baron.
“Bagaimana? Enak bukan, masakanku?” tanya Viola.
Fein hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil mengangkat kedua ibu jarinya.
Trey tertawa dengan terpaksa, kemudian berkata, “Enak, ‘kan? Baron?” tanyanya.
Baron mengedipkan matanya sekali, dan menganggukkan kepalanya. Kemudian ia kembali menyendokkan makanan misterius itu ke dalam mulutnya lagi.
“Oi, Baron! Jangan paksa dirimu! Bisa-bisa perutmu sakit,” bisik Fein pelan di sebelahnya.
“Kita sudah kebal oleh racun, bukan?” jawab Baron kembali memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.
Trey menutup mulutnya dengan wajah yang penuh simpati pada Baron. Kemudian berkata, “Ah! Aku baru ingat, aku harus menyelesaikan laporanku malam ini. Fein, Baron, kalian makanlah terlebih dahulu.”
Dengan kening yang berkedut, Fein ikut berdiri dari duduknya. “Aku harus melindungimu meski di dalam rumahmu juga. Kita tidak tahu kapan bahaya akan datang.”
Trey menatap Baron seperti berkata, semoga-kau-masih-hidup. Tidak hanya bosnya, tetapi temannya sendiri juga menjual dirinya.
“Ah! Kenapa cepat sekali. Setidaknya, habiskan dulu makananmu,” kata Viola terlihat sedih.
“Ma-maafkan ayah, Viola. Kapan-kapan ayah akan memakan masakanmu lagi, ya? Sampai jumpa.” Dengan langkah yang lebar, Trey keluar dari ruangan itu. Kemudian Fein menyusul di belakangnya.
Viola mengerucutkan bibirnya. Kembali terlihat matanya yang mulai berkaca-kaca. “Kenapa tidak ada yang ingin memakan masakanku, sih?”
Di depannya, Baron mendesah pelan dan cepat-cepat membersihkan makanan yang ada di dalam piringnya. Ingin segera keluar dari neraka dunia ini. []