28 - Api

2343 Words
           Untuk beberapa saat, Key terdiam di tempatnya sambil memandangi pedang yang terbuat dari taring Hydra di tangannya. Secara berangsur-angsur, ingatan tentang dirinya yang menghabiskan waktu dengan anggota para The Oblivion yang lain mulai kembali padanya seperti lembaran kertas pada buku yang ia buka satu persatu.            ‘Salamander, kau di sana?’ tanya Key pada Mana yang ada di dalam tubuhnya.            ‘Ooh, akhirnya kau mengingat semuanya?’ suara Salamander bagaikan gema di dalam kepala Key. Ah, meski terkadang Salamander terlalu berisik karena terus berbicara, tanpa suaranya di kepala Key ternyata membuatnya sedikit kesepian.            ‘Jika tidak karena pedang ini, mungkin akan sedikit sulit untukku kembali mengingatnya,’ jawab Key. ‘Apa kau yang melakukannya? Bagaimana bisa pedang ini … tiba-tiba ada di sini?’            ‘Hmm, bagaimana menjelaskannya. Karena pedang yang terbuat dari taring Hydra ini memiliki sihir, dan sihir berasal dari Mana yang ada di dalam dirimu. Itu berarti, secara tidak langsung, pedang ini sudah terkunci di dalam jiwamu.’            ‘Oh …’            ‘Jangan oh saja, apa kau mengerti yang kujelaskan?’            ‘Aku akan memahaminya nanti setelah keluar dari situasi ini,’ jawab Key pelan kembali menyebarkan pandangan ke sekelilingnya.            Karena luapan ingatan yang tiba-tiba kembali, untuk beberapa saat Key sempat kebingungan untuk membedakan kejadian mana yang saat ini sedang ia alami dengan kepingan memori yang saling tumpang tindih.            Melihat secara langsung kejadian bagai mimpi buruk yang pernah terjadi pada dirinya di masa lalu membuatnya sedikit takut, bahkan Key merasa kalau tulangnya ikut gemetar ketakutan karena ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.            Kengerian, kesedihan, kemarahan, semuanya tercampur menjadi satu. Tapi saat ini, jika semua kejadian yang membuatnya merasa seperti itu tidak pernah terjadi, apakah masa depan akan berganti?            ‘Salamander, jika aku … melakukan sesuatu yang berbeda untuk mengubah suatu kejadian yang tidak pernah ingin aku lalui, apa masa depan juga akan berubah?’            Entah kenapa, Key bisa membayangkan kalau saat ini Salamander sedang duduk bersila di atas lantai sambil mengusap dagunya berpikir. ‘Aku tidak tahu batas dari bakat yang dimiliki oleh Median Sylphid itu. Apakah jika kau melakukan sesuatu akan berpengaruh pada dirimu atau tidak.’            ‘Jadi katakan, jika aku melakukan suatu hal yang kemungkinan tidak menjadikanku seorang anggota The Oblivion di masa depan … maka aku tidak akan terpilih menjadi salah satunya? Maka waktu yang aku lalui bersama Syville dan yang lainnya tidak akan ada?’            ‘Mehh … andai saja ada Sylphid, Luna atau Lumina yang kemungkinan bisa lebih mengerti dibandingkan dengan diriku …’ Key bisa mendengar Salamander yang mendesah panjang. ‘Tapi pikirkan saja, kau kembali untuk menghilangkan kutukan itu, ‘kan?’            ‘Ya …’ tanpa sadar, Key membalas perkataan Salamander.            ‘Kau ingat, perkataan … siapa namanya itu? Yang sebenarnya adalah target para The Oblivion dan ternyata bukan?’            ‘Uh, Rika?’            ‘Ya, dia. Bukankah kau dan anggota The Oblivion yang lainnya kecuali Median Sylphid ketika dikirim ke dimensi di mana kalian menjalani misi sudah terkena kutukan tidak bisa melukai Grimlace?’            ‘Iya … kah?’            ‘Penjelasan teman-temanmu itu ternyata tidak sedikit pun bisa kau mengerti, ya?’ sekali lagi, Key bisa tahu kalau Salamander sedang mendesah panjang.            ‘Jadi intinya saja. Berikan aku intinya!’            ‘Kau ingat sebelum kau dikirim ke dimensi ini, kau dan anggota The Oblivion yang lain diminta untuk masuk ke dalam sebuah tabung dan disuntik dengan cairan berwarna perak?’            ‘Iya … kah?’            ‘… Kau mendapatkannya. Kemudian, saat pembicaraan panjang yang tidak kau mengerti sama sekali itu, Rika bilang kalau dia menggunakan kekuatannya sendiri untuk memanggil Median Sylphid sehingga hanya dia yang tidak terkena kutukan dari Grimlace.’            ‘Mhm, lalu?’            ‘Berarti, ada cara lain untuk seseorang bisa kembali ke dimensi di mana kau mengerjakan misi para The Oblivion itu.’            ‘Jadi … meski aku tidak mendapatkan tawaran dari Presiden itu, aku bisa kembali pada Zeth dan yang lainnya dengan ‘cara lain’ ini?’            ‘Ketika kau mengerti rasanya jadi sedikit aneh,’ gumam Salamander. ‘Itu benar. Jadi, kemungkinan entah itu Zeth, atau Rika, atau mungkin kau akan terbangun sendiri setelah kau berhasil menghilangkan kutukan Grimlace ini.’            Key mengeratkan genggaman tangannya pada pedang yang ia pegang. ‘Jika seperti itu, aku mengerti. Saat ini sepertinya Caspian belum terkena kutukan yang ada pada liontinnya. Aku juga tidak yakin apakah liontin milik Caspian akan menjadi inti dari kutukan ini sama seperti sebelumnya.’            ‘Bukankah tadi kau bertemu dengannya? Dia sedang mencari liontinnya yang hilang itu, ‘kan?’            Key sempat berpikir untuk kembali ke tempat di mana Caspian mencari liontinnya yang katanya terjatuh. Tapi ia juga belum menemukan orang tuanya.            Key mencoba untuk menggali ingatannya lebih jauh. Sepertinya ia masih memiliki beberapa menit lagi sebelum … kejadian yang paling tidak ia inginkan terjadi kembali.            Mungkin saat ini, ia bisa membuat kedua orang tuanya, kedua adiknya atau bahkan mungkin ratusan penduduk desanya untuk menghindari kematian. Tidak seperti sebelumnya, yang hanya dirinya, Ken dan Caspian yang selamat.            Bahkan hanya dirinya yang selamat dari kutukan ini.            Key mencoba untuk menghunus pedangnya beberapa kali. Kemampuannya dalam seni pedang kembali beserta ingatannya yang sebelumnya. Kemampuannya dalam menghunuskan pedang pada puluhan atau mungkin ratusan mayat hidup itu, dan semua pertempurannya ketika ia melawan makhluk buas dan Demolux bersaudara.            Ia tidak akan ragu lagi untuk menghunuskan pedangnya dan membiarkan orang yang ia sayangi kehilangan nyawanya di depan kedua matanya seperti sebelumnya.            Key langsung melapisi pedangnya dengan Mana miliknya yang beratribut api. Ia akhirnya mengerti, kenapa alun-alun desa terasa sangat sepi, tidak ada seorang pun di sini. Mungkin pertarungan para penduduk desa untuk menahan serangan dari para ‘bandit’ itu berada di tempat lain yang tidak memiliki kobaran api seperti ini.            Kelemahan mayat hidup itu adalah api, sama seperti inti pada pilar yang ada di dalam kota Ouralius. Begitu pula jika Key langsung memisahkan kepala dengan tubuh mereka.            Tanpa menunggu lebih lama lagi, Key langsung keluar dari tempat persembunyiannya. Karena sudah yakin kalau di sekitar sini tidak ada mayat hidup itu, ia berpikir kalau bayangan yang ia lihat sebelumnya mungkin salah satu penduduk desa.            Dengan pandangannya yang sedikit dibatasi oleh kepulan asap, Key mencoba untuk mencari di mana bayangan yang sebelumnya ia lihat. Seketika, dari ujung matanya ia melihat sebuah pergerakan.            Key mundur satu langkah untuk menambah ruang geraknya, kemudian dengan pedangnya ia menangkis sebuah belati yang melesat hampir mengenai lehernya.            Kedua alis Key langsung terangkat ketika melihat siapa yang baru saja menyerangnya, begitu pula dengan orang yang baru saja menyerangnya.            “Key?”            “Ken?”            Kata mereka berdua bersama. Setelah satu detik lamanya, akhirnya mereka berdua sama-sama menurunkan senjata mereka. Bahkan Ken sampai membuang belatinya cukup jauh.            “Maaf! Aku kira kau salah satu dari bandit itu! Aku benar-benar tidak tahu kalau itu kau. Ah … untung saja kau bisa menangkis seranganku. Jika tidak mungkin saat ini kau sudah … ah, bagaimana aku bisa mengatakan hal ini pada kedua orang tuamu!? Aku akan bertanggung jawab, Key!” sahut Ken tanpa menarik napas satu kali pun.            “Ken. Bisa kau lihat aku baik-baik saja. Lagi pula, aku sudah tahu kalau ada seseorang yang akan menyerangku sebelumnya. Jadi aku sudah bersiap untuk menangkis serangannya.”            “Aku tidak tahu harus senang atau merasa kesal karena kau bisa melakukan hal itu dengan mudah,” gumam Ken pelan, kemudian ia menggelengkan kepalanya dan menambahkan, “Tidak, bukan saatnya untuk itu. Lagi pula, kenapa kau ada di sini? Kenapa kau tidak ikut bersembunyi?”            “Aku harus mencari ibuku, Ken. Karena sifatnya yang keras kepala, ia memilih untuk memberitahu penduduk desa yang lain. Ia khawatir kalau penduduk desa yang tinggal sedikit jauh dari alun-alun desa tidak mendengar pemberitahuan ada sebuah p*********n,” jawab Key sambil menyarungkan kembali pedangnya.            Ken sedikit mengerutkan keningnya sambil melihat Key yang berjalan untuk mengambil belati miliknya yang ia lempar sebelumnya. “Kalau begitu aku yang akan mencarinya, Key. Kau bersembunyilah dengan kedua adikmu.”            Key menggelengkan kepalanya sambil mengembalikan belati yang ia ambil kepada pemiliknya. “Seharusnya kau tidak semudah ini melempar senjatamu, Ken. Bagaimana jika setelah kau melakukannya, musuh yang dari tadi bersembunyi melihat hal itu sebagai sebuah kesempatan dan menyerangmu?”            Ken langsung melihat ke balik punggungnya setelah Key berkata seperti itu. Tetapi setelah ia sadar kalau apa yang dikatakan oleh Key hanyalah sebuah perumpamaan, ia mendesah pelan dan mengambil kembali belati miliknya. “Maaf, aku sedikit panik. Memikirkanmu yang terluka karena kecerobohanku …”            “Jangan salahkan dirimu. Anggap saja ini sebuah pelajaran untukmu agar tidak melakukan kesalahan yang sama di masa depan.”            Ken sedikit mengerutkan keningnya, kemudian berkata, “Kau … sedikit berubah, Key. Apa benar kau baik-baik saja? Apa sesuatu terjadi padamu?”            Key tersenyum miris sambil mengangkat kedua bahunya. “Tidak ada apa pun yang terjadi padaku, Ken. Bagaimana dengan kedua orang tuamu?”            “Ibuku sudah bersembunyi di salah satu persembunyian di dekat area perkebunan. Aku masih belum bertemu dengan ayahku,” jawab Ken. Kemudian, kedua alisnya terangkat seakan baru mengingat sesuatu. “Ah! Kau mengganti topik pembicaraan kita sebelumnya. Aku akan mencari ibumu, Key. Kau bersembunyilah bersama kedua adikmu.”            Sekali lagi, Key menggelengkan kepalanya. “Ibuku akan baik-baik saja, asalkan aku bertemu dengannya sebelum awan mulai berwarna merah di sekitar sektor sawah. Adikku pun akan baik-baik saja, Caspian dan teman-temannya menjaga tempat persembunyian yang ada di sektor sawah.”            Kening Ken semakin berkerut. “Kenapa kau bisa seyakin itu?”            Karena aku tahu kapan waktu kematian kedua orang tuaku dan juga adikku, Ken.            “Untuk saat ini, kita harus menemukan ayah kita. Kemungkinan besar, para penduduk desa yang mencoba untuk menahan serangan dari para bandit itu sedikit jauh dari kobaran api, Ken.”            “Pantas saja di sekitar sini tidak ada siapa pun. Aku kira karena alun-alun desa yang terbakar, para bandit itu sudah berada di tempat ini,” gumam Ken sambil mengusap dagunya berpikir. “Kalau begitu, mungkin mereka berada di perbatasan hutan …” Ken langsung menarik tangan Key yang mulai berlari sebelum ia menyelesaikan kata-katanya. “Tapi tunggu, apa kau yakin akan pergi ke sana, Key?”            “Hanya aku yang bisa menahan mereka saat ini, Ken,” kata Key sambil menarik tangannya untuk melepaskan cengkeraman tangan Ken. “Sebaiknya kau … kembali ke tempat persembunyian ibumu untuk menjaganya.”            “Tidak, aku juga ikut.”            Key mendecakkan lidahnya. Semua orang di desa ini benar-benar keras kepala. “Kalau begitu, bawa sebuah obor yang terbakar, Ken. Atau benda apa pun yang bisa menjaga api agar tidak mudah padam.”            “Kenapa harus api?”            “Lakukan saja jika kau ingin ikut denganku.”            Melihat tatapan yang dipenuhi oleh keyakinan pada kedua mata Key, akhirnya Ken menutup mulutnya tanpa pertanyaan lebih lanjut dan mulai mencari sebuah obor atau lentera di sekitarnya.            .            .            Dari jauh, Key bisa mendengar suara teriakan dan  suara besi yang saling beradu. Seperti yang diperkirakan oleh Ken, para penduduk desa dan juga ‘bandit’ yang mencoba untuk masuk ke dalam desa sedang bertarung di dekat perbatasan hutan.            Key tidak tahu siapa yang membakar alun-alun desa, tapi ia harus berterima kasih karena orang itu telah melakukannya. Setidaknya, para ‘bandit’ itu harus mencari jalan lain untuk menjauhi kobaran api.            Key berlari sekuat tenaga menuju ‘bandit’ yang terdekat. Ia juga langsung mengeluarkan Antares dari sarung pedangnya. “Ken! Bantu ayahmu!” sahut Key sambil menunjuk ke sebuah arah di mana ayah Ken sedang dikepung oleh beberapa ‘bandit’. “Jangan lupa arahkan api kepada para bandit itu!”            Ken langsung berlari ke arah yang Key tunjuk untuk menolong ayahnya yang sudah jatuh ke atas tanah. Sebelah tangannya memegang belati, sebelahnya lagi mengangkat tinggi-tinggi obor dengan api yang membara di atasnya.            Setidaknya dengan adanya api di dekat Ken, ia tidak perlu terlalu khawatir padanya. Key langsung kembali menatap lurus ke depannya, ia tidak memperlambat larinya sedetik pun ketika ia meminta Ken untuk menolong ayahnya.            “Itu … Key? Apa yang dilakukan anak Narayark di sini!?”            “Jangan mendekat! Bersembunyilah!”            “Narayark! Anak pertamamu ada di sini!”            Mendengar sahutan dari penduduk desa yang lain, setidaknya Key bisa tahu kalau ayahnya masih hidup di suatu tempat di dalam pertarungan ini.            Melihat sekelilingnya, kebanyakan para penduduk desanya sudah memiliki banyak luka. Tetapi tidak ada yang memiliki luka yang serius. Begitu pula dengan para ‘bandit’ yang menggunakan pakaian lusuh yang sudah compang camping.            Pantas saja para penduduk desa tidak tahu, kalau para ‘bandit’ itu bukan seorang manusia. Karena dari luka yang mereka dapatkan juga mengeluarkan darah.            Para ‘bandit’ yang melihat Key berlari ke arahnya terlihat tertawa meledek ke arahnya. Tapi wajah mereka langsung berubah ketakutan ketika melihat pedang yang Key gunakan tiba-tiba dilapisi oleh api yang sangat terang.            “A-A-Api—”            Belum sempat ‘bandit’ itu menyelesaikan perkataannya, kepalanya sudah melayang jauh dari tubuhnya. Tidak ada darah setetes pun dari tubuh bandit yang Key kalahkan. Tangannya yang sedikit bergetar karena adanya keraguan apakah ingatannya benar atau tidak langsung menghilang, begitu pula dengan tubuh ‘bandit’ yang kepalanya sudah terlepas.            Tubuh ‘bandit’ itu … tidak, tubuh mayat hidup itu langsung berubah menjadi serpihan abu dan menghilang tertiup angin.            Setelah memastikan kalau api benar-benar menjadi kelemahan mereka, Key langsung menebaskan pedangnya yang masih berlapis Mana kepada mayat hidup lain yang berada di dekatnya.            Meski mereka sudah lama mati … meski mereka sudah menjadi mayat hidup … karena mereka yang belum sadar atau tidak ingin mengakui bahwa mereka sudah kehilangan nyawa mereka masih bisa memperlihatkan wajah yang ketakutan pada Key. Masih bisa memperlihatkan kengerian di wajah mereka dan memantulkan bayangan Key yang tanpa keraguan sedikit pun menghunuskan pedang pada kedua mata mereka.            Tidak seperti mayat hidup yang mengejar Key, Ken, Caspian dan juga beberapa temannya yang bisa ia hitung hanya dengan jari di kedua tangannya, mayat hidup ini masih terlihat seperti … ‘manusia’.              Mereka semua ketakutan, berteriak meminta tolong dan lari secepat yang mereka bisa untuk menjauh dari Key yang tanpa ampun menghunuskan pedangnya memenggal kepala mereka satu persatu tanpa terlihat kesulitan sedikit pun. Layaknya sabit seorang petani yang tanpa ampun memotong hasil panennya. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD