My Cold Husband 13

1103 Words
Jeni menatap Reza yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Entah pukul berapa lelaki itu pulang pastinya tengah malam setelah ia tidur. Ia menepuk bahu Reza beberapa kali langsung mendapatkan respon dari lelaki itu. "Ga kerja?" "Jam berapa?" "Setengah tujuh," lirik Jeni pada jam dinding. "Lima menit lagi." Jeni mengangguk lalu pergi keluar kamar tidak ingin mengganggu Reza yang sepertinya kelelahan. "Dari mana aja kalian kemarin malam ga pulang?" Baru saja Jeni mendudukan p****t nya sudah diberi pertanyaan oleh Naswa. "Kalo diliat aura lo beda deh Jen," Naswa memandang Jeni dengan mata menyipit. "Beda gimana?" Tanya Jeni mengambil dua helai roti lalu mengoleskan selai stroberi kesukaannya. "Gimana ya?" Naswa memajukan wajahnya menatap Jeni lebih lama. Jeni yang ditatap seperti itu jadi salah tingkah. Wajahnya ia buang kemana mana tidak mau menatap wajah menyebalkan sepupunya itu. "Aura pengantin barunya kaya baru keliatan sekarang deh," Naswa berucap dengan senyum aneh. Jeni menatap gadis di depannya dengan mata melotot "sotoy amat lo. Kaya orang pernah kawin aja." "Kan kan kalian baru anu anu ya?" Tanya Naswa sambil menunjuk nunjuk d**a Jeni yang terlihat kemerahan karena kancing piyama bagian atas yang terbuka. "c***l," Jeni langsung memegang kerah piyamanya sambil menatap Naswa yang tertawa kesal. "Gimana rasanya? Enak ga?" Naswa berpindah duduk ke sebalah nya membuat Jeni menatap aneh sepupu laknat nya itu "kepo lo. Kalo mau tau rasanya cobain sana," ketus Jeni. "Kan dugaan gua bener kan kalian baru anu anu," Naswa tertawa girang. "Bahagia amat lo," Jeni menatap Naswa aneh. "Ga sabar deh dipanggil aunty Naswa." "Gila," Jeni mentoyor kepala Naswa mendengar perkataan gadis itu yang melantur. "Yaudah gua mau berangkat dulu. Bye calon mami," Naswa berlari meninggalkan Jeni yang sudah melepas sendal bulu kesayangannya untuk dilempar ke mulut sepupu nya yang tidak ada akhlak itu. Jeni berjalan cepat walau agak kesusahan saat mendengar deru mobil yang terdengar nyaring. Wanita itu langsung menuju kaca jendela di dekat pintu dan menemukan sebuah mobil pajero putih ada di halaman rumahnya. Matanya memicing saat melihat seorang lelaki yang duduk di kursi kemudi. Karena terhalang kaca mobil yang di turunkan setengah membuat Jeni agak susah mengenali lelaki yang menjemput Naswa. Ia mencoba mengingat ngingat karena lelaki itu terasa agak familiar. "Uh," kaget Jeni saat bahunya dipegang dari belakang. Wanita itu berbalik dan menemukan Reza yang sudah rapi dengan pakaian kantornya menatap dirinya bingung. "Ngapain?" "Tau ga si Naswa dijemput sama cowok tadi," pekik Jeni heboh. "Siapa?" "Ga tau. Pakai pajero putih. Kalo dilihat lihat ganteng sih," Jeni bergumam pada kalimat terakhirnya. "Pacarnya?" Tanya Reza ikut tertarik saat melihat Jeni yang sangat exited. "Ga mungkin. Setau aku dia ga bisa pacaran. Ga bisa dibiarin nih kudu dilaporin sama Tante," ucap Jeni seperti tidak terima sepupunya itu punya pacar. "Bagus dong dia punya pacar," ucap Reza bingung melihat istrinya yang sibuk mengetik sesuatu di handphone nya. "Saya mau berangkat." Jeni menangkat wajahnya dari handphone nya lalu tersadar bahwa ia telah mengabaikan suaminya yang hendak pergi bekerja. "Salim," Jeni mencium tangan Reza lalu pipi lelaki itu yang membuat Reza diam tak berkutik menatap istrinya yang sudah berlari dengan kaki yang lucu. "Beringas banget kayanya kemaren," Reza berbicara sendiri melihat cara jalan Jeni yang agak aneh dan itu pasti karena dirinya. Sesampainya di kantor Reza langsung meletakkan tas kerjanya pada sofa yang ada di ruangannya. Lelaki itu langsung duduk dan meraih pena untuk membubuhkan tanda tangannya pada kertas kertas penting dengan map warna warni itu. Reza menatap pintu saat mendengar pintu diketuk beberapa kali. Dimas berjalan ke arah nya dengan cepat membuat Reza menatap asisten nya itu bingung. "Gawat Za." Reza langsung berdiri saat mendengar perkataan Dimas yang sudah non formal berarti ada sesuatu yang penting. "Lo liat," Dimas memperlihatkan sebuah foto yang dikirim oleh satpam yang ada di rumah Reza. "Kenapa bisa dikirim ke elo?" "Untungnya Jeni lagi ga ada di rumah. Kata satpam rumah lo Jeni lagi ke supermarket beli sesuatu." "Sekarang juga lo minta satpam buat ga kasih tuh surat ke Jeni. Lo langsung ke rumah gua ambil tu surat jangan sampai Jeni tau," perintah Reza yang langsung dilaksanakan Dimas. Lelaki itu terduduk di sofa dengan tangan meremas rambutnya. Ia mengambil ponsel di saku celananya dan membuka blokiran nomor seseorang. Tidak lama beberapa pesan masuk dari nomor itu. "Undangan udah aku kirim ke rumah kamu. Aku harap kamu bisa datang" "Kalo kamu ga datang aku ga bisa pastiin istri kamu ga tau tentang kemaren." "See you honey." Reza membanting ponselnya ke lantai setelah membaca pesan yang tidak bisa membuat nya berkutik selain menuruti perintah wanita itu. ●●●●● Jeni sedang asik mengeringkan rambutnya yang basah dengan mulut yang bersenandung menyanyikan musik yang ia sukai. Rencananya hari ini Jeni akan pergi menonton pertunjukan bersama sahabatnya. Jadi sekarang ia sedang mengerahkan keahliannya ber make up untuk menutupi area leher dan dadanya yang masih kemerahan bekas percintaan paksa kemaren. Apa namanya coba kalau bukan paksaan tapi Jeni akui ia merasa ikut terhanyut dalam permainan buas Reza yang semakin lama semakin nikmat. Wanita itu menggigit bibirnya dengan pipi yang memanas. "Aduh," Jeni mengelus kepala nya yang sakit akibat ia jedotkan ke meja rias karena dirasa pikirannya sudah tidak waras. "Padahal pelan tapi ko sakit sih," bingung Jeni sambil menyisir pelan rambutnya yang sudah kering. Jeni memasang sneaker putihnya lalu berjalan keluar kamar menunggu taksi online yang sudah ia pesan tiba. Dia juga sudah minta izin kepada Reza kalau ia akan pergi jalan jalan bersama Ajeng dan Wina dan untungnya suaminya itu mengizinkannya dengan syarat harus pulang sebelum jam empat siang. Sekarang baru pukul sebelas. Pertunjukan Tari yang akan mereka tonton akan mulai jam dua belas pas. Padahal ia tidak terlalu suka dengan pentas Tari tetapi dua sahabatnya itu bersikeras memintanya untuk ikut menonton acara menari dari seorang penari terkenal. Karena terus terusan dipaksa ia akhirnya memilih ikut saja. Jeni menaiki taksi online yang dipesannya menuju gedung pertunjukan tari yang akan dilaksanakan. Sesampainya di sana ia menemukan Wina dan Ajeng yang sedang menunggu dirinya di samping mobil merah kesayangan Ajeng. "Lo nih kaya orang kismin aja naik taksi," omel Wina ketika melihat Jeni turun dari taksi. "Apa jangan jangan semua mobil di rumah lo dijual Jen?" Tanya Wina "Kaya ga tau Jeni aja Win." "Dijemput juga ga mau. Heran deh sama lo," ucap Ajeng. Pastilah Jeni tolak saat sahabatnya ingin menjemputnya. Wanita itu menggunakan alasan yang membuat kedua sahabatnya tidak bisa keras kepala. "Masih ada waktu setengah jam. Gimana kalau kita makan siang dulu?" Tawar Jeni mengalihkan topik. "Boleh." Ketika orang itu berjalan menuju sebuah restoran yang berada di seberang gedung tempat mereka menonton pentas Tari nanti yang akan dilaksanakan di dalam gedung. Mereka memasuki restoran tanpa tau ada yang mengikuti mereka diam-diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD